Oleh: Amalia Irfani, Sekretaris LPP PWM Kalbar/Dosen IAIN Pontianak
Pendidikan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kemajuan suatu negeri. Mengutip pendapat Kiai Ahmad Dahlan pendiri organisasi Islam terkaya dunia, dan diabadikan eksistensinya yang tidak lekang zaman dengan sebutan Kiai Penggerak. Beliau berujar bahwa, pendidikan yang baik adalah pendidikan yang mampu membentuk individu secara utuh dan menyeluruh. Tidak hanya ilmu agama tetapi juga ilmu pengetahuan umum, dengan semakin meningkat pula akhlak dan kemanfaatan diri bagi sesama.
Kiai Dahlan meyakini integrasi ilmu agama dan pendidikan umum berbasis pada kemanfaatan bagi masyarakat adalah solusi atas masalah sosial yang terus berubah (dinamis). Hal ini pun sejatinya sejalan dengan bagaimana pendidikan Islam mencakup tiga aspek yakni akal, jasmani dan rohani, sehingga manusia mampu mengemban tugas sebagai khalifah di bumi.
Keyakinan Kiai Ahmad Dahlan terbukti. Paduan ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum adalah kebutuhan agar individu tidak mudah tergelincir dan berbuat sesuatu yang merugikan orang lain. Ilmu agama sebagai pondasi dasar dalam melangkah, mulai dari menjaga motivasi, landasan untuk senantiasa hidup dalam kesyukuran dan keikhlasan.
Sedangkan ilmu pengetahuan umum harus dikuasai sebagai jalan agar individu bermanfaat tidak hanya untuk diri tetapi juga orang lain. Terlebih di era digitalisasi sekarang memaksa siapapun kita harus upgrade perkembangan teknologi, melek literasi digital jika tidak ingin ketinggalan informasi dan dianggap gagap teknologi (gaptek). Maka memahami agama dengan baik dan benar menjadi pondasi agar saat berselancar di dunia maya, kita tidak kebablasan, tidak mudah terjerembab sebagai pelaku atau korban kejahatan di dunia siber (mayantara).
Sekilas Sejarah Pendidikan
Pendidikan serasi zaman dapat dimaknai sebagai pendidikan yang menyesuaikan kebutuhan masa atau waktu. Perkembangan pendidikan beririsan terjadinya perubahan sosial, perkembangan teknologi serta nilai-nilai yang melekat erat pada masyarakat. Pendidikan disinyalir juga ikut membuat terjadinya ketimpangan sosial karena akses dan kualitas pendidikan yang tidak merata. Para Sosiolog dunia seperti, Emile Durkheim, Karl Marx, dan Max Weber memberi ulasan yang hampir sama walau dengan perbedaan cara pandang, bahwa ketimpangan sosial terjadi karena kepentingan, kemudahan akses, budaya bahkan relasi kuasa.
Berikut secara singkat perkembangan pendidikan dunia zaman ke zaman. Pertama, pendidikan tradisional atau pra sejarah. Pendidikan diterapkan melalui lisan dari generasi ke generasi. Individu lebih banyak belajar tentang bagaimana keterampilan hidup, adat istiadat serta nilai-nilai spiritual dari alam dan lingkungan.
Kedua, pendidikan klasik abad pertengahan (renaisans). Masa ini pendidikan formal mulai berkembang sebagai sebuah lembaga. Sekhingga abad pertengahan. Masa ini pendidikan ditransfer sekolah, universitas bermunculan namun didominasi oleh pengaruh agama dan filsafat.
Ketiga, pendidikan modern abad ke-18 sampai abad ke-20. Revolusi Industri di Inggris membawa perubahan besar pada struktur masyarakat dunia, tidak terkecuali pada dunia pendidikan. Periode ini pendidikan telah bersinggungan erat dengan kemajuan teknologi dan keterampilan praktis.
Keempat, pendidikan kontemporer abad ke-20. Lebih maju dari masa sebelumnya, pada masa ini Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah mengubah lanskap pendidikan. Masyarakat dunia mulai mengenal dan akhirnya terbiasa dengan pembelajaran online, e-learning, dan penggunaan teknologi digital. Pendidikan juga semakin menekankan pada keterampilan abad ke-21 seperti berpikir kritis, kreativitas, dan kolaborasi. Peserta didik mulai diberikan keleluasaan menentukan minat dan bakat.
Kelima, pendidikan era digital. Era ini adalah masa yang sekarang sedang kita rasakan dimana pendidikan terus berkembang dengan integrasi teknologi. Penggunaan AI, virtual reality, dan platform pembelajaran online menjadi aktifitas keseharian. Pendidikan dinilai semakin personal, fleksibel dan memungkinkan pembelajaran sepanjang hayat. Namun muncul kekhawatiran akan menghilangkan esensi kebersamaan dan kecerdasan emosional peserta didik sebab mereka tidak lagi terbiasa membaca buku yang oleh era pendidikan sebelumnya merupakan identitas orang berilmu.
Dari lima periode perkembangan pendidikan di atas, dapat dipahami pendidikan akan beradaptasi dengan perubahan zaman dan kebutuhan masyarakat. Fakta sosial tersebut juga pernah diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional, yang setiap tahun di tanggal 2 Mei diperingati perjuangannya. Menurutnya tujuan pendidikan harus mengarahkan anak sesuai kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berupa berbagai potensi dan bakat bawaan anak, sedangkan kodrat zaman adalah perkembangan zaman dan tuntutan masyarakat.