Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (15)

Publish

14 December 2023

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
693
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (15)

Oleh: Mohammad Fakhrudin dan Iyus Herdiana Saputra

Di dalam Ikhtiar Awal Menuju Keluaarga Sakinah (IAMKS) (14) telah diuraikan bahwa jika telah membuat komitmen dalam berbagai hal yang berkaitan dengan ikhtiar menuju keluarga sakinah, semua pihak wajib melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab. Di samping itu, telah diuraikan kriteria kedua yang harus dimiliki  ole suami, yakni mempergauli istri dengan baik sebagai bagian dari akhlak mulia dengan merujuk kepada firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an surat an-Nisa (4): 19.

 وَعَا شِرُوْهُنَّ بِا لْمَعْرُوْفِ ۚ

"Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut."
 
Telah disarikan pula Tafsir Al Azhar karya Hamka dalam hubungannya dengan ayat tersebut.  Dikemukakan oleh beliau secara padat pendapat Ibnu Abbas yang menafsirkan ayat 19 dari surat an-Nisa (4) bahwa pergaulan yang makruf dari pihak suami diwujudkan, antara lain, suami di hadapan istri memakai pakaian yang bersih, bersisir rambut yang teratur, dan berhias secara laki-laki.

Dijelaskannya juga bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dapat menyenangkan istrinya. Beliau mempunyai kotak kecil untuk menyimpan sisirnya, sikat gigi (siwak) dan minyak wangi. Rambut beliau selalu harum. Beliau tidak suka pada  orang yang kotor; yang kainnya jarang dicuci. Suasana yang demikian membuat beliau dengan istrinya selalu gembira. 

Tentu cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bergaul dengan istrinya sehingga suasana keluarganya berbahagia tidak hanya dengan perilaku yang demikian, tetapi juga dengan komunikasi verbal. Beliau adalah suami yang sangat santun terhadap istrinya. (Baca: “Kesantunan Berbahasa dalam Islam” oleh Mohammad Fakhrudin dan Nidaan Hasana, https://web.suaramuhammadiyah.id/2020/08/03/kesantunan-berbahasa-dalam-islam/)

Akhlak mulia wajib dimiliki oleh tiap muslim. Untuk memiliknya perlu proses yang sangat panjang. Di dalam proses itu ada doa, didoakan, dan ikhtiar serius.

Pada bagian akhir IAMKS (14) disajikan kutipan hadis yang berisi sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bahwa sebaik-baik orang beriman adalah yang terbaik akhlaknya. Dan sebaik-baik dari kita adalah orang-orang terpilih (secara akhlak) kepada para perempuan. Di samping itu, dikutipkan hadis yang berisi sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  yang mewajibkan lelaki berbuat adil kepada istri-istrinya.

Di dalam IAMKS (15) ini diuraikan perintah berakhlak mulia, keutamaaan berakhlak mulia, dan pedoman dalam akhlak. 

Perintah Berakhlak Mulia

Allah Subhanu wa Ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an surat al-Qalam (68): 4

وَاِ نَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ

"Dan sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekerti yang luhur."

Ayat tersebut berisi sanjungan dari Allah Subhanu wa Ta’ala kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai hamba-Nya yang berakhlak mulia. Di dalam Tafsir Al Azhar (hlm. 7567-7571) Hamka menjelaskan bahwa akhlak (Hamka menggunakan isilah budipekerti) merupakan gabungan dua sikap, yaitu sikap tubuh dan sikap batin, yang kedua-duanya tidak terpisah. Salah satu wujud akhlak adalah bahasa. Dengan kata lain, baik buruknya akhlak dapat diketahui dari bahasanya.

Berdasarkan pendapat tersebut, baik buruknya akhlak calon suami dapat diketahui, antara lain, melalui bahasanya. Calon suami yang baik bahasanya dapat diharapkan berakhlak mulia. Kiranya tidak berlaku ungkapan, “Meskipun bicaranya kasar, hatinya halus.” Yang ideal adalah, “Bicaranya halus cermin hatinya pun halus” atau “Hati yang halus tecermin pada bicaranya yang halus.”

Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda di dalam HR Ahmad

لَا يَسْتَقِيمُ إِيمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيمَ قَلْبُهُ وَلَا يَسْتَقِيمُ قَلْبُهُ حَتَّى يَسْتَقِيمَ لِسَانُهُ وَلَا يَدْخُلُ رَجُلٌ الْجَنَّةَ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ
 
“Tidaklah iman seseorang itu menjadi lurus hingga lurus hatinya. Tidaklah lurus hatinya hingga lurus lisannya.”

Sementara itu, di dalam Al-Qur’an surat al-Ahzab (33): 21, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

لَقَدْ كَا نَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ
 اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَا نَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَا لْيَوْمَ
 الْاٰ خِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًا 


"Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah."

Tiap orang pasti berharap mendapat rahmat Allah Subhanu wa Ta’ala sebab rahmat-Nya itulah sesungguhnya yang menyebabkan muslim masuk surga. Oleh karena itu, tiap muslim wajib mencontoh akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar mendapat rahmat.

Keutamaan Berakhlak Mulia

Orang  beriman yang berakhlaqul karimah berat timbangan kebaikannya  di akhirat dan mempunyai derajat yang sama dengan orang yang rajin salat dan rajin berpuasa. Dia  sempurna imannya.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam bersabda, dari Abu Darda’ radiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ شَىْءٍ يُوضَعُ فِى الْمِيزَانِ أَثْقَلُ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ وَإِنَّ صَاحِبَ حُسْنِ الْخُلُقِ لَيَبْلُغُ بِهِ دَرَجَةَ صَاحِبِ الصَّوْمِ وَالصَّلاَةِ

“Tidak ada sesuatu amalan yang jika diletakkan dalam timbangan lebih berat dari akhlaq yang mulia. Sesungguhnya, orang yang berakhlak mulia dapat menggapai derajat orang yang rajin puasa dan rajin salat.”  (HR at-Tirmizi)

Di dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh at-Tirmizi juga dijelaskan,

مَا مِنْ شَيْءٍ أَثْقَلُ فِي مِيْزَانِ المُؤْمِنِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ حُسْنِ الخُلُقِ، وَإِنَّ اللهَ يُبْغِضُ الفَاحِشُ البَذِي

“Tidak ada satu pun yang akan lebih memberatkan timbangan (kebaikan) seorang hamba mukmin nanti pada hari kiamat selain dari akhlak yang baik.” 

Di dalam HR at-Tarmizi juga dijelaskan,

 أكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا، 

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” 

Sementara itu, Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman di dalam Al-Qur'an surat al-Qari'ah (101): 6-7

فَاَ مَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَا زِيْنُهٗ 

"Maka adapun orang yang berat timbangan (kebaikan)nya,"

فَهُوَ فِيْ عِيْشَةٍ رَّا ضِيَةٍ 

"maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan (senang)."

Masyaallah! Berkenaan dengan keutamaan akhlak mulia yang demikian, tiap muslim semestinya senantiasa berakhlak mulia dalam segala aspek kehidupan. 

Pedoman dalam Akhlak

Di dalam Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM) terdapat pedoman dalam akhlak sebagai berikut.

1. Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk meneladan perilaku Nabi dalam mempraktikkan akhlak mulia sehingga menjadi uswah hasanah, yang diteladan oleh sesama berupa sifat siddiq, amanah, tabligh, dan fathanah. 

2.     Setiap warga Muhammadiyah dalam melakukan amal dan kegiatan hidup harus senantiasa didasarkan kepada niat yang ikhlas dalam wujud amal-amal saleh dan ihsan, serta menjauhkan diri dari perilaku riya, sombong, iṣhraf, fasad, fahsya, dan kemunkaran. 

3.     Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk menunjukkan akhlak yang mulia (akhlaq karimah) sehingga disukai/dicontoh dan menjauhkan diri dari akhlak yang tercela (akhlaq madzmumah) yang menyebabkan dibenci dan dijauhi sesama. 

4.     Setiap warga Muhammadiyah di mana pun bekerja dan menunaikan tugas maupun dalam kehidupan sehari-hari harus benar-benar menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan korupsi dan kolusi serta praktik-praktik buruk lainnya yang merugikan hak-hak publik dan membawa kehancuran dalam kehidupan di dunia ini.

(Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah hlm. 65)

Dari segi isinya, secara garis besar, pedoman tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1)  akhlak yang harus dilakukan dan (2) akhlak yang harus dtinggalkan oleh tiap warga Muhammadiyah. Akhlak baik yang harus dilakukan adalah (a) menunjukkan akhlak yang mulia (akhlaq karimah) sehingga disukai/dicontoh dan (b) melakukan amal dan kegiatan hidup harus senantiasa didasarkan kepada niat yang ikhlas dalam wujud amal-amal saleh dan ihsan. Akhlak buruk yang harus ditinggalkan adalah (a)  menjauhkan diri dari perilaku riya, sombong, iṣhraf, fasad, fahsya, dan kemunkaran, (b)  menjauhkan diri dari akhlak yang tercela (akhlaq madzmumah) yang menyebabkan dibenci dan dijauhi sesama, dan (c) harus benar-benar menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan korupsi dan kolusi serta praktik-praktik buruk lainnya yang merugikan hak-hak publik dan membawa kehancuran dalam kehidupan di dunia ini.

Bagi warga Muhammadiyah laki-laki dan perempuan, pedoman tersebut seharusnya menjadi bingkai dalam berakhlak. Akhlak mulia harus dilakukan, sedangkan akhlak buruk harus ditinggalkan sebagai wujud iman dan takwanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. 

Tidak berlebihan kiranya jika dikatakan bahwa pedoman itu sesungguhnya berlaku pula bagi warga non-Muhammadiyah. 

Allahu a’lam

Mohammad Fakhrudin, 
warga Muhammadiyah, 
tinggal di Magelang Kota 

Iyus Herdiyana Saputra, 
dosen al-Islam dan Kemuhammadiyah, 
Universitas Muhammadiyah Purworejo


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Pendidikan Nasional dan Kebangkitan Nasional Oleh: Mohammad Fakhrudin Ketika Perang Dunia II, pada....

Suara Muhammadiyah

18 May 2024

Wawasan

Jelang Munas Satu Abad: Mengapa Majelis Tarjih Mundur? (4)  Oleh: Mu’arif Kelahiran Maj....

Suara Muhammadiyah

24 January 2024

Wawasan

Berdaya di Peradaban Ekonomi Digital Oleh: Budi Utomo, M.M., Dosen Manajemen Bisnis Syariah FE....

Suara Muhammadiyah

1 August 2024

Wawasan

Meneguhkan Sikap Beriman Terhadap Allah Oleh: Dr. Masud HMN, Dosen Universitas Muhammadiyah Prof. D....

Suara Muhammadiyah

10 May 2024

Wawasan

Tantangan Al-Qur`an Bagi para Hater Donny Syofyan: Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Anda....

Suara Muhammadiyah

12 July 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah