Oleh: Mohammad Fakhrudin (warga Muhammadiyah) dan Iyus Herdiana Saputra (Dosen al-Islam dan Kemuhammadiyah Universitas Muhammadiyah Purworejo)
Di dalam “Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah” (IAMKS) 20 telah diuraikan akhlak tabligh dan fathanah. Berkenaan dengaan tabligh, sekurang-kurangnya ada tiga langkah yang perlu ditempuh oleh suami, yaitu (1) menasihati, (2) meneladani (menjadi teladan), dan (3) berdoa.
Agar nasihatnya dilaksanakan, suami harus sadar bahwa nasihat tanpa keteladanan tidak efektif. Suami pun sadar pula bahwa lberdoa merupakan langkah yang sangat penting di dalam ikhtiar menuju keluarga sakinah. Berkenaan dengan itu, suami selalu berdoa agar istrinya (dan anaknya) diberi hidayah kesadaran bahwa keluarga sakinah harus diperjuangkan secara bersama-sama dengan penuh kesungguhan. Bahkan, untuk hal itu, dia pun mengajak istrinya (dan anaknya) untuk berdoa.
Untuk mewujudkan keluaga sakinah, suami harus "fathanah" (cerdas). Namun, kcerdasan yang harus dimilikinya tidak hanya kecerdasan intelektual, tetapi juga kecerdasan sosial, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual agar dapat mengatasi berbagai persoalan di dalam keluarga.
Di dalam IAMKS (21) ini diuraikan kriteria (calon) istri
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang harus dijadikan rujukan bagi laki-laki ketika menjemput jodoh, antara lain, adalah sebagai berikut.
Surat al-Baqarah (2): 221
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَ مَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا ۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ ۗ اُولٰٓئِكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّا رِ ۖ وَا للّٰهُ يَدْعُوْۤا اِلَى الْجَـنَّةِ وَا لْمَغْفِرَةِ بِاِ ذْنِهٖ ۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّا سِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ
"Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran."
Di dalam Tafsir Al Azhar (hlm. 520-522) karya Hamka dan Lubabun Nuqul fi Asbabun Nuzul karya Imam Jalaludin as-Suyuti terjemahan Abdul Mujieb As (hlm.77-78) dijelaskan bahwa turunnya ayat tersebut berkenaan dengan peristiwa yang dialami oleh Martsad al-Ghanawi dan ‘Inaq (Hamka) atau ‘Anaq (Imam Jalaludin as-Suyuti). Martsad al-Ghanawi adalah laki-laki yang telah menjadi muslim, sedangkan ‘Inaq adalah perempuan cantik musyrik.
Ketika pada suatu kesempatan mereka berdua bertemu, cinta lama ‘Inaq bersemi kembali. Dia, yang masih musyrik itu, ingin agar Martsad al-Ghanawi mau menjalin kembali cintanya. Namun, laki-laki itu menceritakan bahwa dirinya telah menjadi muslim, dan karena itu, dia tidak lagi mau memenuhi ajakannya itu di luar nikah. Namun, dia berjanji akan berkonsultasi lebih dulu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (Diriwayatkan oleh al-Wahidi dari Ibnu Abbas).
Sikap Martsad al-Ghanawi yang demikian menyebabkan ‘Inaq sakit hati, maka dia menyuruh seorang laki-laki agar memukul Martsad al-Ghanawi sebelum Martsad al-Ghawani meninggalkannya untuk bertemu dengan Rasullullah shalallahu 'alaihi wa sallam.
Setelah bertemu dengan beliau, dia menceritakan semua peristiwa yang terjadi. Menurut as-Sayuti, peristiwa itu menjadi sebab turunnya ayat tersebut.
Di dalam buku _Lubabun Nuqul fi Asbabun Nuzul_ (hlm.78) dijelaskan bahwa dengan sumber as-Suddi dari Abi Malik dari Ibnu Abbas, al-Wahidi menjelaskan perihal turunnya ayat tersebut. Di dalam penjelasannya dikemukakan bahwa Ibnu Abbas berkata bahwa turunnya ayat tersebut berkenaan dengan kisah Abdullah bin Rawahah.
Dikisahkan bahwa Abdullah bin Rawahah marah sampai memukul perempuan berkulit hitam (negro) yang menjadi budaknya. Setelah melakukannya, dia menyesal. Lalu, dia menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyatakan penyesalannya. Dia berkata, “Sungguh saya merdekakan dia dan akan saya nikahi.” Abdullah Rawahah pun benar-benar menikahinya.
Tindakannya itu menimbulkan reaksi. Orang-orang mencelanya dengan mengatakan, “Dia menikah dengan budak.” Lalu, turunlah ayat tersebut.
Surat an-Nisa (4): 34
اَلرِّجَا لُ قَوَّا مُوْنَ عَلَى النِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَاۤ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَا لِهِمْ ۗ فَا لصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗ وَا لّٰتِيْ تَخَا فُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَا جِعِ وَا ضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِ نْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَا نَ عَلِيًّا كَبِيْرًا
"Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Oleh karena itu, perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, pkarena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha Tinggi, Maha Besar."
Di dalam IAMKS (11-13) telah diuraikan kriteria calon suami dengan rujukan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an surat an-Nisa (4): 34 tersebut, calon suami harus mempunyai modal utama sebagai pelindung dan pemberi nafkah. Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa perempuan yang saleh adalah perempuan yang taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menjaga dirinya ketika suaminya tidak ada. Dengan demikian, perempuan yang demikianlah yang dipilih sebagai (calon) istri.
Surat an-Nur (24): 26
اَلْخَبِيْثٰتُ لِلْخَبِيْثِيْنَ وَا لْخَبِيْثُوْنَ لِلْخَبِيْثٰتِ ۚ وَا لطَّيِّبٰتُ لِلطَّيِّبِيْنَ وَا لطَّيِّبُوْنَ لِلطَّيِّبٰتِ ۚ اُولٰٓئِكَ مُبَرَّءُوْنَ مِمَّا يَقُوْلُوْنَ ۗ لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ وَّرِزْقٌ كَرِيْمٌ
"Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia (surga)."
Lagi-lagi ditegaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa perempuan yang taat beragama menjadi kriteria mutlak. Jika akan menikah, laki-laki muslim wajib memilih perempuan muslim, bahkan, tidak sekadar muslim, tetapi juga benar-benar taat mengamalkan syariat Islam secara "kaffah,"
Surat an-Nur (24): 31
وَقُلْ لِّـلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَا رِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَـضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا لِبُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اٰبَآئِهِنَّ اَوْ اٰبَآءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اَبْنَآئِهِنَّ اَوْ اَبْنَآءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اِخْوَا نِهِنَّ اَوْ بَنِيْۤ اِخْوَا نِهِنَّ اَوْ بَنِيْۤ اَخَوٰتِهِنَّ اَوْ نِسَآئِهِنَّ اَوْ مَا مَلَـكَتْ اَيْمَا نُهُنَّ اَوِ التّٰبِعِيْنَ غَيْرِ اُولِى الْاِ رْبَةِ مِنَ الرِّجَا لِ اَوِ الطِّفْلِ الَّذِيْنَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلٰى عَوْرٰتِ النِّسَآءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِاَ رْجُلِهِنَّ لِيُـعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّ ۗ وَتُوْبُوْۤا اِلَى اللّٰهِ جَمِيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
"Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka mengentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung."
Dari ayat tersebut, dapat diketahui dengan jelas bahwa perempuan yang beriman (1) menjaga pandangannya, (2) memelihara kemaluannya, dan (3) tidak menampakkan perhiasannya (auratnya). Perempuan yang dijelaskan di dalam ayat-ayat sebagaimana telah dikutip itulah yang semestinya dinikahi. Menikahi perempuan yang demikian merupakan ikhtiar awal menuju keluarga sakinah.
Allahu a’lam.