Berbangsa dan Bernegara dengan Menjunjung Hukum dan Etika
Oleh: Rumini Zulfikar, Penasehat PRM Troketon
"Hukum ibarat kapal pesiar yang mengarungi lautan, adab atau etika ibarat samudranya." (Prof. Jimly Asshiddiqie)
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagai makhluk sosial dan politik, kita tidak bisa lepas dari kekuasaan. Agama telah memberikan rambu-rambu yang sangat jelas terkait hal ini, namun semuanya tetap harus kembali pada etika atau adab dalam berdemokrasi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), demokrasi adalah suatu bentuk atau sistem pemerintahan di mana rakyat terlibat secara langsung maupun melalui perwakilan dalam pemerintahan. Dalam kehidupan sehari-hari, demokrasi kita jalankan mulai dari lingkup terkecil, seperti keluarga, hingga masyarakat, bangsa, dan negara. Dalam berdemokrasi, kita menemui proses pengambilan keputusan, seperti Pemilu (Pileg, Pilpres, Pilkada) yang memberikan kebebasan untuk mengutarakan pendapat dan memilih pemimpin secara langsung.
Secara historis, bangsa kita mengutamakan musyawarah mufakat dalam pengambilan keputusan. Indonesia menganut demokrasi Pancasila, yang bersumber dari lima sila Pancasila. Sila-sila tersebut merupakan pengejawantahan nilai-nilai agama, termasuk agama Islam yang menjadi mayoritas, meskipun tetap melindungi hak-hak minoritas.
Namun, perjalanan demokrasi di Indonesia tidak selalu mulus. Dari medio tahun 1945 hingga 1960-an, bangsa ini mengalami pergolakan yang dipicu oleh sentimen agama, ras, suku, serta ideologi. Hal ini mempengaruhi sistem ketatanegaraan kita, yang pada akhirnya menemukan format yang tepat, yaitu Demokrasi Pancasila. Demokrasi ini merupakan konsensus para pendiri bangsa, yang sepakat bahwa Indonesia berbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Para tokoh pendiri bangsa memilih demokrasi Pancasila sebagai jalan tengah yang memprioritaskan keutuhan bangsa, meskipun sebelumnya wilayah Indonesia terdiri dari kerajaan-kerajaan yang menganut sistem monarki. Keputusan untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar negara adalah hasil dari musyawarah mufakat, yang mengedepankan kepentingan nasional di atas segalanya.
Hal ini sejalan dengan apa yang dijelaskan dalam Al-Quran, Surat Asy-Syura ayat 38:
"Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka." (QS Asy-Syura: 38)
Ayat ini menekankan pentingnya musyawarah dalam menjalankan urusan bersama, termasuk dalam demokrasi. Kunci utama untuk mencapai demokrasi yang baik adalah dengan menegakkan hukum dan etika sebagai dasar dalam berdemokrasi.
Sayangnya, kualitas demokrasi kita saat ini menunjukkan penurunan. Para pemangku kepentingan seringkali hanya memikirkan kepentingan pribadi, dinasti, atau kelompoknya. Akibatnya, hukum dan etika kerap kali dilanggar demi kepentingan sesaat. Hal ini menyebabkan stagnasi dalam tata kelola kehidupan berbangsa dan bernegara.
Yang lebih memprihatinkan adalah adanya indikasi pemufakatan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif untuk melakukan tindakan yang tidak mencerminkan keteladanan. Akibatnya, kita disuguhi pertunjukan demokrasi yang jauh dari nilai-nilai agama, etika, dan akhlak.
Namun, kita tidak boleh pesimis. Seperti yang diungkapkan oleh Prof. Jimly Asshiddiqie, momen Pemilu 2024 adalah kesempatan untuk memperbaiki keadaan. Agama harus menjadi sandaran dalam setiap konsep dan implementasi demokrasi. Selain itu, aturan yang dibuat harus ditulis dan diundangkan, agar semua rakyat Indonesia, termasuk para pemimpin, memahami dan menjalankan undang-undang tersebut dengan konsisten dan berlandaskan etika serta moral yang luhur.
Pilar Demokrasi
Untuk mencapai demokrasi yang baik dan berkemajuan, seluruh komponen bangsa, termasuk para pemangku kepentingan (eksekutif, legislatif, yudikatif), harus bersama-sama menjadi teladan yang baik. Tokoh agama, ormas keagamaan, dan partai politik juga memiliki peran penting sebagai pengontrol yang menjaga keseimbangan.
Dengan demikian, hukum dan etika akan berjalan selaras, dan kehidupan berdemokrasi kita akan tumbuh lebih baik. Semoga para wakil rakyat yang baru dilantik, serta presiden dan wakil presiden yang akan terpilih, memiliki tekad untuk menjaga alam demokrasi yang lebih baik, jauh dari politik radikal dan intrik sesaat, serta lebih memikirkan kepentingan bangsa dan negara.
Dengan demikian, kita dapat mewujudkan demokrasi yang beradab dan berakhlak mulia. Aamiin.