In Memoriam: dr. H. Subari Damopolii – Dokter Langka, Ustaz, dan Akademisi
Oleh: Haidir Fitra Siagian, Sekretaris Eksekutif/Kepala Kantor PWM Sulsel 2005-2010
Beberapa saat setelah salat Magrib di Masjid Muhammad Cheng Hoo, Kabupaten Gowa, belum lama ini, saya menerima pesan singkat dari seorang teman: “Innalillahi wa inna ilaihi rajiun, dokter sudah tiada.” Pesan tersebut dikirim oleh kolega saya, Dr. Karmila Mokoginta, dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin, pada 11 November 2024. Pesan itu merujuk pada kepergian almarhum dr. H. Subari Damopolii, yang baru saja kami jenguk di RSI Faisal Makassar.
Beberapa hari sebelumnya, kabar sudah beredar bahwa "Ustaz Dokter" – panggilan saya untuk beliau – sedang dirawat di rumah sakit. Saya pun bertekad untuk menjenguknya. Sore itu, saya tiba bersama istri dan seorang putri kami. Sesaat setelah tiba, saya merasa terhormat diberi kesempatan oleh pihak keluarga untuk bertemu langsung dengan beliau di ruang ICU, meskipun di luar sudah banyak keluarga lain yang menunggu. Sebagai seseorang yang pernah bekerja sebagai staf di Kantor Muhammadiyah Sulawesi Selatan, saya sering berinteraksi dengan almarhum selama lima belas tahun.
Dokter senior ini lahir di Kotamobagu, Sulawesi Utara, pada tahun 1944, sekitar enam jam perjalanan dari Kota Gorontalo. Ia merantau ke Makassar untuk melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Selain kuliah, sekitar tahun 1968, beliau juga sempat mengajar di SMA Negeri 1 Makassar. Salah satu murid terkenalnya adalah Prof. Dr. Hafied Cangara, pakar komunikasi Universitas Hasanuddin yang juga menjadi dosen saya di Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Istri beliau, Dra. Hj. Aisyah Binti Basoke Mile, berasal dari Kabupaten Takalar, yang telah terlebih dahulu menghadap Sang Khalik beberapa tahun lalu. Saya sering berkomunikasi dengan beliau, mengingat ia pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan periode 1995-2000, bersama almarhum Drs. M. Arsyad Taman. Pun sering bertandang ke rumah mereka di Jalan Mawas untuk urusan terkait Persyarikatan. Pasangan ini dikaruniai tiga orang anak dan 10 orang cucu. Ketiga anaknya adalah dr Suciati Damopolii,SpRad(K)., M.Kes., Ir. Susimayanti Damopolii, dan Ahmad Nithasi Damopolii, ST, M.Eng. Yang terakhir disebut sempat menjadi adik kelas saya di SMA Negeri 3 Ujungpandang.
Interaksi intens saya dengan almarhum dimulai sejak 34 tahun yang lalu. Sekitar enam bulan setelah merantau ke Ujungpandang, tepatnya akhir tahun 1990, saya mengikuti Training Centre Taruna Melati I Ikatan Pelajar Muhammadiyah Cabang Mamajang di Kompleks Perguruan Muhammadiyah Jl. dr. Ratulangi. Pada subuh terakhir menjelang berakhirnya acara, kami mendapatkan materi Kemuhammadiyahan dari Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah Mamajang, dr. H. Subari Damopolii.
Itulah pertama kali saya bertemu beliau. Pertemuan berikutnya terjadi pada Januari 1991, saat pengajian Cabang IPM di RS St. Khadijah IV Jl. Veteran Selatan. Pengajian diisi oleh Ketua Majelis Tabligh Kota Ujungpandang, Ustaz Muchtar Waka, BA. Saat itu, "Ustaz Dokter" hadir untuk menyampaikan sambutan sekaligus membawakan "oleh-oleh" dari Muktamar Muhammadiyah di Yogyakarta.
Momen pertemuan semakin sering ketika berada di Kantor Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan, Jl. Gunung Lompobattang No. 201, Ujungpandang. Beliau terpilih sebagai anggota pleno Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan periode 1990-1995 dalam Musyawarah Wilayah di Kota Sengkang, Kabupaten Wajo. Dalam kepemimpinannya, beliau diamanahi sebagai Ketua Majelis Pembina Kesehatan bersama Ustaz Drs. Agung Wirawan Mubar sebagai sekretarisnya.
Dalam Musyawarah Wilayah Muhammadiyah di Kabupaten Pinrang tahun 1995, beliau kembali terpilih sebagai anggota pleno PWM Sulsel, bahkan masuk empat besar yang memberinya hak sebagai anggota tetap sidang Tanwir Muhammadiyah tingkat nasional mewakili Sulawesi Selatan. Pada periode ini, beliau kembali diamanahi sebagai Ketua Majelis Pembina Kesehatan, didampingi oleh Ustaz Mahmud Nuhung, S.E. sebagai Sekretaris, dan kemudian kembali oleh Ustaz Drs. Agung Wirawan Mubar yang saat itu menjabat sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
Mantan Wakil Direktur RSU Wahidin Sudirohusodo Makassar ini terpilih kembali sebagai anggota pleno PWM Sulsel dalam Musyawarah Wilayah Muhammadiyah tahun 2000 di Kabupaten Takalar, bahkan memperoleh suara terbanyak, berhak menjadi ketua formatur. Namun, rapat formatur memutuskan bahwa beliau diberi amanah sebagai Wakil Ketua PWM Sulsel untuk periode 2000-2005.
Selama lima belas tahun, mulai tahun 1990 hingga 2005, saya menjadi saksi kebaikan almarhum. Sebagai Ketua Majelis Kesehatan, beliau aktif menggerakkan majelis tersebut, bahkan menjadi salah satu majelis paling aktif dalam satu dekade, 1990-2000. Beliau juga turut mengembangkan perguruan tinggi Muhammadiyah bidang kesehatan di Makassar, mulai dari Akademi Kebidanan hingga Akademi Elektromedik.
Lima akademi kesehatan Muhammadiyah tersebut berkembang pesat, terutama Akademi Kebidanan dan Akademi Keperawatan yang menjadi rujukan bagi berbagai perguruan tinggi di Indonesia Timur, baik negeri maupun swasta. Salah satu alumni Akademi Keperawatan yang sukses adalah Bapak Firdaus Muis, yang kini bekerja di salah satu rumah sakit di Sydney, Australia, dan menjabat sebagai Ketua KKSS serta pengurus Muhammadiyah di New South Wales.
Kepiawaiannya dalam mengelola perguruan tinggi kesehatan menarik perhatian KH. Djamaluddin Amien, Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, yang merekrut beliau sebagai Pembantu Rektor II bidang administrasi umum dan keuangan. Sebagai anggota Lajnah Tarjih, ia termasuk yang gigih meminta Majelis Tarjih untuk mengharamkan rokok.
Ada cerita menarik dari alm. Drs. KH. Nasruddin Razak, Ketua PWM Sulsel 2000-2005. Dalam sepuluh tahun mereka menghadiri Sidang Tanwir Muhammadiyah di berbagai provinsi, Ustaz Dokter selalu mendapat pelayanan tak terduga dari kolega di setiap kota, meskipun beliau tidak mengenal dan tidak meminta mereka melayani.
Beberapa kali saya juga mendapat kebaikan dari beliau, seperti pemberian obat saat sakit, bantuan biaya transportasi, dan bahan serta perlengkapan kesehatan saat kami di IMM dan IRM mengadakan bakti sosial. Sampai beberapa bulan lalu, kami masih sering berkomunikasi di media sosial, saling mengomentari status, dan berbagi kabar.
Satu hal yang tidak akan dilupakan adalah saat menjelang pernikahan saya pada tahun 2003. Ustaz Dokter mengatakan tidak sempat hadir dalam akad nikah, namun beliau mengirimkan sebuah minibus lengkap dengan sopir dan biaya transportasi lainnya. Ketika resepsi pernikahan kami di Auditorium Al-Amien Unismuh Makassar, beliau datang bersama ibu dan memberikan nasihat yang bermakna bagi saya dan istri.
Saat saya menjenguk beliau di rumah sakit, saya menyaksikan kondisinya yang lemah. Dalam hati, saya berdoa jika Allah Swt. memanggilnya, saya berharap bisa mengantarnya hingga ke tempat peristirahatan terakhir. Namun, sesuai keinginan almarhum, beliau diterbangkan ke kampung halamannya di Kotamobagu untuk dimakamkan. Semoga Allah Swt. memberikan tempat terbaik di sisi-Nya dan kepada keluarga yang ditinggalkan diberikan kesabaran dan ketabahan.