Islam & Indonesia Berkemajuan: Menyusun Masa Depan Bangsa

Publish

21 August 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
112
Merah Putih

Merah Putih

Oleh: Alvin Qodri Lazuardy

Delapan puluh tahun Indonesia merdeka bukanlah angka yang kecil. Ia adalah tonggak perjalanan panjang bangsa yang ditempa sejarah, dibentuk oleh dinamika peradaban, dan diuji oleh berbagai tantangan yang multidimensi. Seiring bertambahnya usia, Indonesia dihadapkan pada pertanyaan besar: ke mana arah bangsa ini akan bergerak? Apakah kita sekadar menjadi negara yang terus tertatih menghadapi problematika, atau menjelma menjadi bangsa yang berkemajuan sejajar dengan peradaban dunia?

Pertanyaan ini menemukan jawaban reflektif dalam dokumen penting Muhammadiyah tahun 2015 di Makassar, yang menegaskan proyeksi masa depan Indonesia sebagai Negara Pancasila dengan idealisme “Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur.”

Optimisme yang ditawarkan bukanlah sekadar retorika. Muhammadiyah menekankan bahwa bangsa Indonesia memiliki modal sejarah yang berharga, sebuah warisan yang dapat menjadi batu pijakan untuk membangun masa depan. Bangsa ini pernah menunjukkan kebesaran jiwa dalam merebut kemerdekaan, pernah menorehkan prestasi dalam kancah global, dan memiliki kekuatan budaya serta spiritual yang luar biasa.

Namun, modal sejarah itu tidak otomatis mengantar pada kemajuan. Ia menuntut perjuangan yang sungguh-sungguh, kerja sama yang erat antar komponen bangsa, serta kesediaan untuk menempatkan kepentingan nasional di atas segala kepentingan kelompok maupun individu.

Di titik inilah Muhammadiyah, sejak awal berdiri hingga hari ini, menegaskan dirinya sebagai bagian integral dari bangsa. Dari masa kebangkitan nasional hingga era kemerdekaan, Muhammadiyah bukan hanya menyumbangkan amal usaha pendidikan, kesehatan, dan sosial, tetapi juga terlibat dalam peletakan fondasi negara yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

Kontribusi ini lahir dari keyakinan bahwa Islam dan keindonesiaan bukanlah dua hal yang saling menegasikan, melainkan bertemu dalam semangat kebangsaan yang luhur. Negara Pancasila, bagi Muhammadiyah, adalah konsensus nasional yang menjadi wadah bersama untuk mewujudkan cita-cita berkemajuan.

Proyeksi ke depan jelas: umat Islam, khususnya Islam Indonesia yang berkarakter wasathiyah—tengah, damai, toleran, dan kosmopolitan—harus tampil sebagai perekat integrasi nasional. Tanpa Islam yang berkemajuan, Indonesia akan terus terjebak sebagai negara berkembang yang tertinggal dalam peradaban global.

Sebaliknya, dengan Islam berkemajuan, Indonesia memiliki peluang besar untuk tampil sebagai bangsa unggul yang membawa alternatif peradaban baru: adil, bermartabat, dan sejahtera. Islam berkemajuan bukanlah mimpi utopis, melainkan jalan konkret untuk memastikan Pancasila tetap berdiri kokoh sebagai dasar negara di tengah pusaran dunia yang terus berubah.

Tentu, jalan ini bukan tanpa tantangan. Politik kebangsaan hari ini kerap terseret dalam pragmatisme kekuasaan, seringkali jauh dari moralitas dan semangat pengabdian. Muhammadiyah dengan tegas mengingatkan bahwa jihad kebangsaan harus dijalankan sebagai koreksi moral: memastikan negara dan seluruh kebijakannya tetap sejalan dengan cita-cita para pendiri bangsa. Jihad kebangsaan bukanlah jargon kosong, melainkan aktualisasi dakwah pencerahan—mengedepankan amar ma’ruf nahi munkar dalam ruang sosial-politik, mengutamakan keadilan dan kejujuran, serta menolak segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan.

Dalam hal ini, Muhammadiyah mengajak seluruh elite bangsa untuk konsisten antara kata dan tindakan, memperjuangkan kepentingan rakyat di atas kepentingan kelompok, dan menunjukkan jiwa kenegarawanan sejati.

Ketika Indonesia memasuki usia ke-80 tahun, kita diingatkan kembali bahwa kemerdekaan bukan sekadar hadiah sejarah, melainkan amanah yang harus terus dirawat. Masa depan Indonesia bukan ditentukan oleh segelintir pemimpin, melainkan oleh tekad kolektif seluruh rakyat. Rekonstruksi sosial-politik, ekonomi, dan budaya menjadi kebutuhan mendesak untuk menjawab problematika zaman. Agama harus hadir bukan sebagai sumber perpecahan, tetapi sebagai sumber nilai kemajuan.

Pendidikan harus menjadi jalan pencerahan, bukan sekadar mencetak tenaga kerja. Kepemimpinan harus profetik dan progresif, bukan sekadar administratif. Dan keadaban publik harus dijaga sebagai fondasi kehidupan berbangsa yang bermartabat.

Maka, menyongsong ke arah depan Indonesia, kita semua dipanggil untuk bergandeng tangan. Optimisme yang ditanamkan dalam dokumen Muhammadiyah di Makassar adalah ajakan moral yang relevan hingga hari ini: Indonesia berkemajuan hanya akan terwujud bila setiap warganya berperan, bila umat Islam tampil sebagai perekat bangsa, bila elite politik menjalankan amanah dengan jujur, dan bila seluruh komponen bangsa mengarahkan tenaga untuk membangun negeri.

Dengan semangat itu, cita-cita Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur bukanlah sekadar doa, melainkan realitas yang bisa diwujudkan.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Toleransi Dibalik Narasi Moderasi Beragama Oleh Badru Rohman, Kokam Solo Raya Dalam konteks keIndo....

Suara Muhammadiyah

22 December 2023

Wawasan

Hari Lahir Pancasila, Terus Apa? Oleh: Aan Ardianto, Anggota MPM PP Muhammadiyah  Pancasila y....

Suara Muhammadiyah

29 May 2024

Wawasan

110 Tahun Suara Muhammadiyah Oleh: Rumini Zulfikar (Gus Zul), Penasehat PRM Troketon, Pesan Klaten ....

Suara Muhammadiyah

14 August 2025

Wawasan

Tiga Pilar Hidup Berumah Tangga Oleh: M. Rifqi Rosyidi, Lc., M.Ag., Mudir Pondok Modern Muhammadiya....

Suara Muhammadiyah

22 January 2024

Wawasan

Oleh: Mohammad FakhrudinWarga Muhammadiyah Tinggal di Magelang Kota JABATAN Jabatan itu amanah&nbs....

Suara Muhammadiyah

24 February 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah