Guru yang Tak Dilindungi
Oleh: Dr. Husamah, S.Pd., M.Pd., Dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)
Guru adalah pilar penting dalam masyarakat, seorang pencerah yang berperan sentral dalam membangun peradaban. Mereka adalah individu yang mencurahkan waktunya untuk mendidik, membentuk karakter, serta mempersiapkan generasi penerus bangsa yang cerdas dan cakap dalam menjalani tugas mereka di masa depan. Tanpa dedikasi guru, sulit membayangkan kemajuan suatu bangsa.
Profesi guru, yang begitu mulia dan penuh jasa, seharusnya mendapat perlindungan dan penghargaan dari semua pihak. Namun, fakta di lapangan menunjukkan hal sebaliknya: guru sering kali menjadi korban kekerasan, baik dari siswa maupun orang tua maupun pihak lain, dengan dalih melindungi hak anak.
Kejadian kekerasan terhadap guru kian marak terdengar di media. Pada September 2023, seorang siswa di Demak, Jawa Tengah, menganiaya gurunya. Lalu, ada kasus kriminalisasi guru di Kabupaten Sumbawa Barat yang melibatkan Akbar Soerasa, seorang guru yang dijadikan tersangka dalam sebuah konflik. Baru-baru ini, kasus kekerasan terhadap guru kembali mencuat, kali ini melibatkan Supriyani, seorang guru honorer di Konawe Selatan, Sulawesi Selatan. Supriyani dituduh melakukan pemukulan terhadap seorang siswa dan bahkan ditahan karena ketidakmampuannya membayar uang damai.
Peristiwa-peristiwa ini menjadi potret suram dunia pendidikan kita, di mana guru, pencerah peradaban, justru tak terlindungi. Guru sejatinya merupakan sosok yang mengemban tanggung jawab besar dalam membentuk karakter dan memberikan ilmu pengetahuan kepada siswa. Tugas ini tidaklah mudah, karena mereka harus berhadapan dengan berbagai karakter dan latar belakang siswa yang berbeda. Dalam proses pembelajaran, sering kali guru perlu memberikan peringatan atau teguran untuk mendisiplinkan siswa. Sayangnya, tindakan yang bertujuan untuk mendidik ini sering kali disalahartikan sebagai bentuk kekerasan oleh siswa atau orang tua, tanpa mempertimbangkan konteks pendidikan yang diemban oleh guru tersebut.
Beberapa kasus yang mencuat menunjukkan bahwa kekerasan terhadap guru bukanlah hal yang sepele dan perlu mendapat perhatian serius dari berbagai pihak. Para guru, yang telah berdedikasi mendidik dan mengarahkan generasi penerus bangsa, menjadi korban kekerasan fisik maupun psikologis. Tak jarang mereka merasa tidak aman saat berada di lingkungan sekolah, yang seharusnya menjadi tempat paling aman bagi mereka. Hal ini tentu berdampak pada kualitas pendidikan yang diberikan. Bagaimana mungkin seorang guru dapat mengajar dengan optimal jika mereka berada dalam ancaman dan tekanan?
Ketiadaan perlindungan hukum yang komprehensif bagi guru menjadi salah satu akar masalah ini. Hingga kini, belum ada undang-undang khusus yang melindungi guru dari tindak kekerasan dan kriminalisasi. Guru masih sangat rentan terhadap tuntutan hukum ketika mereka mengambil tindakan untuk mendisiplinkan siswa. Di sinilah urgensi pembentukan Undang-Undang Perlindungan Guru sangat terasa. Kehadiran undang-undang ini diharapkan dapat memberikan rasa aman bagi guru dalam menjalankan tugas mereka, serta menjamin penghargaan yang layak bagi profesi guru. Dengan adanya perlindungan hukum yang jelas, guru dapat lebih fokus menjalankan tugas mereka tanpa takut diancam atau dikriminalisasi.
Namun, perlindungan hukum saja tentu tidak cukup. Guru juga perlu berusaha menciptakan lingkungan kelas yang positif dan aman melalui praktik manajemen kelas yang efektif. Dalam sebuah dokumen yang diterbitkan oleh American Psychological Association berjudul Understanding and Preventing Violence Directed Against Teachers: Recommendations for National Research, Practice and Policy Agenda (2016), terdapat berbagai rekomendasi untuk mengelola kelas dengan baik. Guru disarankan untuk menetapkan peraturan kelas dengan jelas, konsisten terhadap aturan yang sudah disepakati, memberikan penghargaan kepada siswa yang berperilaku positif, serta menunjukkan kepedulian terhadap siswa. Selain itu, guru juga disarankan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk membuat pilihan yang bermakna dalam pembelajaran. Semua ini bertujuan untuk menciptakan hubungan yang positif antara guru dan siswa, yang pada akhirnya dapat meminimalisasi konflik di dalam kelas.
Di sisi lain, orang tua juga memiliki peran penting dalam mendukung tugas guru. Banyaknya kasus kekerasan terhadap guru yang melibatkan orang tua menunjukkan adanya ketidakpahaman mereka terhadap tugas dan tanggung jawab guru. Orang tua seharusnya bijak dalam menanggapi tindakan guru dalam mendidik siswa. Mereka perlu memahami bahwa dalam proses pendidikan, disiplin merupakan hal yang penting. Orang tua harus mampu membedakan antara tindakan mendidik yang bertujuan untuk kebaikan siswa dan tindakan kekerasan yang memang merugikan siswa. Dengan cara ini, perselisihan antara guru dan orang tua dapat diminimalisasi.
Untuk mencapai pemahaman yang baik antara guru, siswa, dan orang tua, komunikasi yang efektif antara sekolah dan keluarga sangat penting. Sekolah perlu menjalin hubungan yang erat dengan para orang tua agar mereka memahami proses pendidikan yang diterapkan. Komite sekolah bisa menjadi sarana untuk menjembatani komunikasi antara orang tua dan pihak sekolah. Dengan adanya forum komunikasi ini, diharapkan orang tua dapat menyampaikan aspirasi dan keluhan mereka secara langsung dan terbuka, sehingga konflik dapat diselesaikan dengan baik tanpa melibatkan tindakan kekerasan atau kriminalisasi.
Akhirnya, adanya perlindungan hukum yang komprehensif bagi guru merupakan sebuah keharusan, agar mereka merasa aman dan nyaman dalam menjalankan tugas mereka. Pun demikian, guru juga perlu mengembangkan manajemen kelas yang baik untuk menciptakan lingkungan belajar yang positif. Orang tua pun harus menjadi mitra yang baik bagi guru dengan mendukung dan memahami tugas yang mereka emban. Dengan sinergi dari semua pihak, kita bisa menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih aman, nyaman, dan harmonis.