Kebangkitan Intelektual Umat Islam

Publish

28 October 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
293
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Kebangkitan Intelektual Umat Islam         

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Sekarang kita membahas bagaimana menumbuhkan kecintaan terhadap belajar dan semangat untuk terus mengembangkan intelektualitas. Al-Qur'an sangat menjunjung tinggi pengetahuan, ilmuwan, dan pendidikan. 

Wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw adalah ayat-ayat awal Surah Al-'Alaq, yang memerintahkan untuk "membaca." Bagi umat Muslim, ini menunjukkan betapa pentingnya membaca. Surah lain yang diturunkan di masa awal kenabian memuji pena, yaitu Surah Al-Qalam, "Demi pena dan apa yang dituliskannya." Jadi, ada penyebutan tentang membaca, menulis, dan menggunakan akal. 

Al-Qur'an juga menggambarkan bahwa penghuni neraka akan ditanya, "Mengapa kalian berakhir di sini? Tidak adakah nabi yang diutus kepadamu?" Mereka akan menjawab, "Ya, ada. Seandainya kami mendengarkan atau menggunakan akal kami, niscaya kami tidak akan menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala ini." (QS. Al-Mulk: 10) Ini menunjukkan bahwa mereka bisa terhindar dari neraka dengan dua cara: mendengarkan para nabi atau menggunakan akal, tapi mereka gagal melakukan keduanya.

Ada juga ayat yang bertanya, "Apakah sama orang yang berilmu dengan yang tidak berilmu?" Ini jelas pertanyaan retorik yang mengajak kita menjawab, "Tidak, mereka tidak sama. Orang yang berilmu tentu lebih baik kedudukannya." Al-Qur'an juga menegaskan, "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat." Bahkan, ada doa yang umum dipanjatkan, "Ya Allah, tambahkanlah ilmuku."

Itu adalah doa yang umum dipanjatkan umat Islam. Ilmu di sini memiliki makna yang luas, tidak terbatas pada pengetahuan agama, tetapi mencakup hampir semua hal. Intinya, dengan pengetahuan, seseorang memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang segala sesuatu, termasuk diri sendiri dan Sang Pencipta. Kita lebih menghargai ciptaan-Nya ketika kita memahaminya. Bahkan sains pun bisa menjadi bagian dari keajaiban tersebut.

Apakah umat Islam menerapkan konsep ini dalam kehidupan mereka? Kita tahu bahwa pada masa Nabi, banyak orang buta huruf dan tradisi menghafal sangat kuat. Bagaimana umat Islam mengembangkan gagasan tentang pengetahuan ini?

Umat Islam memang mengembangkan ilmu pengetahuan, termasuk sains. Al-Qur'an mengajak, "Berjalanlah di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana Allah memulai penciptaan." Ada banyak hal yang perlu diamati, dipelajari, dan direnungkan. Umat Islam melakukannya. Segera setelah kerajaan Islam stabil, mereka mengumpulkan tulisan-tulisan Yunani kuno dan dari budaya lain, menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab, dan mempelajarinya. Pada suatu masa, bahasa Arab menjadi bahasa utama ilmu pengetahuan dan berbagai bidang studi. 

Dahulu, bahasa Arab menjadi bahasa ilmu pengetahuan. Cendekiawan dari berbagai penjuru dunia, termasuk Eropa, berbondong-bondong datang ke pusat-pusat keilmuan di wilayah Muslim, seperti Spanyol, untuk mempelajari bahasa Arab dan mendalami berbagai disiplin ilmu pengetahuan melalui bahasa tersebut. Namun, apa yang terjadi pada kita sekarang? Tampaknya ada begitu banyak kemajuan ilmiah dan artistik yang pernah kita capai, tetapi kemudian terjadi perubahan. 

Jatuhnya Granada adalah titik balik penting dalam sejarah Islam, menandai runtuhnya kekuasaan Muslim dan awal penyebaran diaspora Muslim. Kekuatan kolonial Eropa kemudian mengambil alih wilayah-wilayah Muslim, membagi-baginya, dan menerapkan kekuasaan asing. Namun, kemunduran ini tidak bisa semata-mata ditimpakan pada kekuatan asing, melainkan juga pada umat Islam sendiri yang mengabaikan ajaran agama dan tidak mengikuti petunjuk yang diberikan Al-Qur'an dan teladan Nabi Muhammad SAW. Ada yang berpendapat bahwa berkembangnya sikap anti-intelektualisme dalam Islam turut berperan dalam kemunduran ini.

Sikap anti-intelektualisme memang menjadi salah satu faktornya. Dahulu, para ilmuwan Muslim yang mengembangkan sains, teknologi, kedokteran, dan bidang lainnya melakukannya dengan semangat murni untuk kemajuan ilmu pengetahuan. Namun, kemudian muncul kelompok yang berpandangan bahwa satu-satunya bentuk masyarakat Muslim yang ideal adalah yang meniru masa Nabi Muhammad SAW. Pandangan ini cenderung menolak inovasi dan ide-ide baru, menganggapnya sebagai penyimpangan. Bahkan, ada yang menganggap teknologi modern sebagai penghalang dari semangat asli komunitas Muslim seperti yang dicontohkan Nabi. 

Selain itu, ada juga kelompok Sufi yang mengajarkan pentingnya mengingat Tuhan dan menjauhkan diri dari dunia materi agar tidak terjerumus dalam keduniawian. Namun, sisi negatifnya adalah mereka cenderung mengajarkan sikap lepas tangan dari dunia, sehingga menghambat kemajuan. Dengan pandangan seperti ini, umat Islam semakin tertinggal dari perkembangan yang seharusnya digariskan oleh Al-Qur'an dan teladan Nabi.

Tasawuf mengajarkan kita untuk mengingat Tuhan dan tidak terlena oleh dunia materi, namun di sisi lain, ada kecenderungan untuk menjauhkan diri sepenuhnya dari dunia sehingga menghambat kemajuan. Pandangan bahwa dunia ini statis dan hanya spiritualitas yang penting telah menghambat perkembangan umat Muslim. Kita perlu menyeimbangkan antara pengembangan spiritual dan kontribusi positif bagi dunia, sebagaimana diajarkan Al-Qur'an dan dicontohkan Nabi Muhammad.

Bagaimana kita menghidupkan kembali semangat intelektual dan kehausan akan ilmu pengetahuan seperti yang pernah kita miliki? Kita perlu menyadari dan menghargai warisan intelektual kita, seperti penggunaan angka Arab yang berasal dari kontribusi matematikawan Muslim. Banyak istilah dalam matematika, seperti aljabar dan algoritma, juga berasal dari bahasa Arab, menunjukkan betapa besarnya sumbangsih ilmuwan Muslim.

Pertanyaannya adalah, bagaimana kita bisa menumbuhkan semangat belajar dan rasa ingin tahu pada generasi saat ini? Bagaimana kita membentuk individu yang terbuka pada pengetahuan, kritis, dan siap untuk terus belajar?

Mari kita kembali sejenak ke awal diskusi kita, di mana kita merenungkan ayat-ayat Al-Qur'an yang begitu indah memuji ilmu pengetahuan. Penting bagi kita untuk memahami bahwa Al-Qur'an tidak hanya menganjurkan, tetapi juga menyeru kita untuk terus menggali ilmu, belajar, berpikir, dan merenung. Bayangkan, tradisi filsafat Islam yang pernah begitu gemilang kini meredup. Namun, di situlah letak peluang besar bagi kita semua. Kita bisa menghidupkan kembali kejayaan masa lalu para filsuf Muslim brilian seperti al-Kindi dan menunjukkan pada dunia bahwa Islam, dari sudut pandang intelektual, memiliki kedalaman dan kekayaan yang tak tertandingi. 

Sekarang, mari kita bahas tentang ketakutan sebagian orang terhadap ilmu pengetahuan. Ada yang berpendapat bahwa pengetahuan bisa menyesatkan atau bahkan berasal dari sumber yang salah. Namun, sebenarnya, pengetahuan itu sendiri tidak perlu ditakuti. Yang perlu kita waspadai adalah penyalahgunaan ilmu untuk tujuan jahat, seperti mempelajari sihir untuk mencelakai orang lain. 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Politik Kebencian dan Berpikir Kritis Oleh: Sobirin Malian, Dosen FH Univesitas Ahmad Dahlan Hampi....

Suara Muhammadiyah

14 January 2024

Wawasan

Brand “MU” Harus Disikapi dengan Cerdas dan Bijak  Oleh Amidi, Dosen FEB Universit....

Suara Muhammadiyah

20 December 2023

Wawasan

Jalan Juang IMM Akan Berlabuh ke Mana? Oleh : Aldekum Fatih Rajih, Sekretaris Umum PC IMM UIN Raden....

Suara Muhammadiyah

21 June 2024

Wawasan

Refleksi Milad 59 dan Revitalisasi Fungsi Kokam Oleh: Badru Rohman, Kokam Sukoharjo Sejak awal ber....

Suara Muhammadiyah

2 October 2024

Wawasan

Jurgen Klopp  Membahas berita tantang berhentinya Jurgen Klopp sebagai Manajer Liverpool rasan....

Suara Muhammadiyah

22 May 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah