Kebudayaan Jangan Berhenti di Simbol, Harus Jadi Sistem Pengetahuan Kolektif Manusia

Publish

31 October 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
95
Prof Dr Haedar Nashir, MSi. Foto: Cris

Prof Dr Haedar Nashir, MSi. Foto: Cris

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Kebudayaan telah melekat dalam kehidupan umat manusia. Dalam konteks Islam, kebudayaan dan syariat Islam merupakan satu kesatuan yang saling berjalin-berkelindan.

“Antara Islam dan kebudayaan itu satu kesatuan yang tidak terpisahkan,” kata Haedar Nashir, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah saat Peresmian Masjid Ngadinegaran, Mantrijeron, Kota Yogyakarta, Jumat (31/10).

Di situlah umat Islam mesti memahami masing-masing konteks, baik kebudayaan itu sendiri maupun syariat Islam tanpa tercerabut dari substansi secara utuh. “Bukan sekadar berhenti di simbol,” tekan Haedar.

Simbol, sebut Haedar, hanya sebagai markah semata. Tetapi, lebih fundamental, mesti menyerap sarinya. “Yang akan mengarahkan spiritual kita, pola pikir, tindakan kita dalam satu kesatuan dalam hidup, baik sebagai pribadi maupun keluarga, masyarakat, dan bangsa,” tuturnya.

Bagi Haedar, kebudayaan itu substansinya juga menyentuh pada jiwa dan alam pikiran. Dalam spektrum yang lebih luas, kebudayaan dimaknai sebagai sistem pengetahuan kolektif manusia dalam menanggapi lingkungannya yang melahirkan pola perilaku bersama dalam kehidupan bermasyarakat.

“Kalau sistem pengetahuan berarti ada pengetahuan di dalamnya. Dan pengetahuan yang lebih tersistem disebut dengan ilmu. Persoalannya apakah masyarakat kita terus menerus belajar mengisi pengetahuan dan ilmu untuk menjadi arah dalam perjalanan hidup mereka. Bukan berhenti di simbol,” ujarnya.

Kalau hanya berhenti di simbol, maka kebudayaan hanya sebatas simbolik semata. Dengan begitu, produk budaya hasilnya akan kosong melompong tanpa mengandung susbstansi terdalam hal ihwal kebudayaan itu sendiri.

“Kita memaknai simbol kebudayaan itu dengan pengetahuan, ilmu pengetahuan, dan mengatur cara hidup bersama dengan baik, sesuai dengan pengetahuan dan ilmu pengetahuan yang dicandra oleh kebudayaan itu,” tegasnya.

Implikasinya dengan Yogyakarta, yang akar tunjangnya di elan vitalkan pada aspek kebudayaan itu, harus menjaga dan menghidupkan kebudayaannya secara nyata dan berkelanjutan. Karena hal tersebut merupakan prinsip dasar yang mengakar dalam kehidupan masyarakatnya.

“Warisan kebudayaan melekat dengan Yogyakarta. Yogyakarta yang punya sejarah Islam. Yogyakarta yang berkebudayaan,” tandasnya. (Cris)


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

PERLIS, Suara Muhammadiyah – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr H Syamsul Anwar, MA men....

Suara Muhammadiyah

18 February 2024

Berita

SLEMAN, Suara Muhammadiyah – Muhammadiyah membanggakan dan mengharumkan Indonesia, setelah Eme....

Suara Muhammadiyah

19 October 2025

Berita

MALANG, Suara Muhammadiyah - Adalah Farid Abdul Rahman, alumnus Program Studi Ekonomi Syariah Fakult....

Suara Muhammadiyah

31 July 2024

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) memperingati Milad ke-61 ....

Suara Muhammadiyah

4 March 2025

Berita

Haedar Nashir: Tahun Baru, Bergerak Maju Untuk apa dari tahun ke tahun umat Islam merayakan tahun b....

Suara Muhammadiyah

7 July 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah