YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Agus Taufiqurrahman menekankan perlunya mengonstruksi kehidupan yang seimbang baik antara dunia maupun akhirat. Relevansinya keseimbangan ini telah menjadi perintah Allah yang termaktub di Qs al-Qashahs [28] ayat 77.
“Ini perintah manusia—orang yang beragama dan orang Islam itu—harus mempersiapkan kehidupan akhirat dan tidak melupakan dunianya. Sering disebut keseimbangan,” katanya saat Kultum Tarawih di Masjid Agung Syuhada Yogyakarta, Jumat (21/3).
Melihat redaksi surat ini secara saksama, Agus mengungkapkan bahwa itu merupakan perintah Allah kepada manusia untuk mengutamakan kehidupan akhirat. Karena akhirat bersifat kekal, sedang dunia hanya bersifat fana semata.
“Sehebat apa pun kita merencanakan kehidupan di dunia, tapi begitu Allah memanggil, finish (selesai menjalani kehidupan di dunia). Dan ketika kita mati dan belum mempersiapkan bekal di akhirat, itu kerugian yang maha rugi. Karena apa yang kita lakukan di dunia ini adalah bekal kita untuk mendapatkan akhirat yang abadi,” tegasnya.
Namun, bersamaan dengan itu, kata Agus, Allah juga memerintahkan agar jangan sampai melupakan kehidupan di dunia. Artinya, seoranng hamba mesti memanfaatkan nikmat dunia yang telah Allah berikan untuk meraih kemuliaan akhirat.
“Maka yang kita lakukan seluruh aktivitas di dunia ini apa pun bentuknya berupa kebaikan-kebaikan itu harus kita isi dengan spirit iman dan spiritualitas yang baik sehingga bernilai di akhirat,” tuturnya.
Agus memvisualisasikan seorang laki-laki bekerja Ketika bekerja itu diorientasikan hanya ingin mendapatkan uang semata—tidak untuk memenuhi tanggung jawabnya memenuhi kebutuhan keluarga—tidak melahirkan apa pun (kosong melompong). Sebaliknya ketika bekerja karena punya kesadaran tinggi terhadap keluarga, maka di situlah melahirkan nilai yang tinggi, yakni nilai akhirat.
“Nabi menyebutkan bagi seorang laki-laki ada dosa yang tidak bisa diampuni hanya sekadar shalat dan puasa. Tapi diampuni oleh Allah kalau dia serius mencari nafkah bagi keluarga yang menjadi tanggungannya. Sehingga kalau berangkat bekerja itu niatnya sebagai ibadah sebagai bentuk mencukupi kebutuhan keluarga sebagai tanggungannya,” jelasnya.
Masih dalam ayat yang sama, setiap orang harus berbuat baik sebagaimana Allah berbuat baik kepadanya. Mengingat terlampau banyak anugerah dan kenikmatan yang diberikan kepadanya.
“Dengan itu, harus kita jadikan modal untuk beramal saleh. Kalau seorang itu diberikan kenikmatan, tapi tidak menjadikannya semakin baik, anugerah itu berubah menjadi bencana,” ulasnya.
Ditambahkan lagi oleh Agus, ayat ini juga melarang setiap orang berbuat kerusakan di muka bumi. Karena Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan. “Mana ada agama kok memerintahkan berbuat kerusakan. Kalau kita orang Islam, mari jaga tidak boleh berbuat kerusakan,” tandasnya. (Cris)