PONOROGO, Suara Muhammadiyah - Dewan Pers memberi apresiasi pada gagasan jurnalisme profetik yang dikembangkan Muhammadiyah. Apresiasi ini disampaikan dalam program seminar yang diinisiasi Majelis Pustaka Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah bekerja sama dengan Asosiasi Pendidikan Ilmu Komunikasi (APIK) Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah. Seminar ini adalah rangkaian penyusunan buku dan kurikulum jurnalistik profetik dengan perspektif Islam berkemajuan.
"Ini segaris dengan mandat Dewan Pers untuk menjaga media, pers yang ingin menyuarakan nilai-nilai keislaman, pemberitaan tentang keislaman yang bisa dipercaya sesuai dengan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil'alamin, menjunjung tinggi nilai-nilai kebhinekaan, pluralisme," ucap Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu di Ponorogo, Jawa Timur, Jumat (26/1).
Ninik usai menjadi salah satu narasumber di Seminar Nasional Jurnalistik Profetik dengan Perspektif Islam Berkemajuan di kampus Universitas Muhammadiyah Ponorogo, menyatakan bahwa disrupsi informasi seiring perkembangan media digital, khususnya medsos dan artificial inteligence (AI).
Kondisi inilah yang menjadi tantangan terbesar untuk menjaga jurnalisme yang berintegritas, jurnalisme yang sesuai dan konsisten menjalankan kode etik jurnalistik (KEJ) sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1998 tentang Pers.
Dalam disrupsi media, media siber justru berkembang pesat. Merujuk data Serikat Penerbit Surat Kabar tahun 2021 jumlah media siber tercatat sebanyak 3.336 media yang sudah mendata di Dewan Pers dan yang sudah terverifikasi baru sekitar 2500-an media siber.
Jumlah yang sebenarnya diperkirakan jauh lebih banyak lagi, sekitar 40 ribuan media siber tapi sebagian besar belum mendata ke Dewan Pers, kata Ninik.
"Ini artinya apa, banyak sekali media digital yang berpotensi melanggar kode etik jurnalistik. Di sinilah perlunya penguatan kembali semangat jurnalistik yang mematuhi kaidah-kaidah KEJ, jurnalistik yang bertanggung jawab dan berintegritas," tambahnya.
Ninik berharap penyusunan buku jurnalistik profetik perspektif Islam berkemajuan oleh lembaga MPI PP Muhammadiyah bekerjasama dengan Asosiasi Pendidikan Ilmu Komunikasi Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (APIK PTMA) bisa menjadi pengimbang sekaligus rujukan bagi perkembangan industri jurnalisme di era transformasi digital dan disrupsi informasi saat ini.
"Dorongan jurnalisme profetik itu bagus, ya. Karena melahirkan cinta kasih, informasi yang dilahirkan adalah informasi yang penuh dengan cinta kasih. Informasi yang sesuai dengan kode etik, harus sesuai dengan regulasi. Ini sama dengan karya jurnalistik berkualitas, tapi dengan nilai keislaman," ulas Ninik.
Ketua Umum APIK PTMA Himawan Sutanto menyatakan penyusunan buku jurnalistik profetik yang mereka rintis bekerja sama dengan lembaga Majelis Pustaka Informasi PP Muhammadiyah memiliki tujuan utama meletakkan dasar-dasar jurnalistik yang khas Muhammadiyah.
Himawan menyebutkan bahwa jurnalisme yang mengedepankan aspek-aspek kemuliaan, memberikan hal yang sifatnya ideal, di mana panduan jurnalistik profetik bisa menjadi acuan bagi mahasiswa (komunikasi) yang menggeluti dunia jurnalistik, sehingga ketika mereka lulus dan terjun ke industri media sebenarnya masih ada hal yang sifatnya ideal yang bisa dibawa ke dalam praktik-praktik jurnalistik.
"Kolaborasi kami (APIK PTMA dan MPI Muhammadiyah) di satu sisi untuk memberikan pencerahan pada teman-teman Muhammadiyah, jurnalistik di Muhammadiyah, di sisi lain ada target untuk masuk ke dalam kurikulum pendidikan ilmu komunikasi, khususnya peminatan jurnalistik di Perguruan Tinggi Muhammadiyah sehingga menjadi pilihan terbaik bagi mahasiswa,” katanya.
Selain Ninik Rahayu, seminar nasional ini menghadirkan pembicara Prof. Muchlas (ketua Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah), Dr. Ayub Dwi Anggoro (dekan FISIP Universitas Muhammadiyah Ponorogo), dan Prof. Henry Subianto (pakar komunikasi politik).