Kemurahan Hati sebagai Strategi Promosi Digital Sekolah

Publish

2 December 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
159
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Kemurahan Hati sebagai Strategi Promosi Digital Sekolah

Oleh: Adi Kurnia, Sekretaris Majelis Dikdasmen dan PNF PWM Jawa Barat

Gelombang disrupsi digital telah mengubah seluruh aspek kehidupan, termasuk cara institusi pendidikan memasarkan dirinya. Sekolah-sekolah, terutama di sektor swasta, kini berada dalam kancah persaingan yang tidak hanya menuntut inovasi kurikulum, tetapi strategi komunikasi yang fundamental.

Metode promosi konvensional—seperti iklan hard selling yang agresif—perlahan kehilangan daya tariknya di tengah banjirnya informasi digital. Pada era ini, di mana publik memiliki kendali penuh atas informasi yang mereka konsumsi, kunci keberhasilan bukan lagi terletak pada besarnya anggaran iklan, melainkan pada upaya membangun kepercayaan (trust) yang otentik dan berkelanjutan.

Strategi paling efektif untuk membangun kepercayaan ini, sesungguhnya berakar pada sebuah prinsip moralitas universal yang memiliki daya ungkit strategis sebagaimana yang ditawarkan Hendar Riyadi (SM, 2025): Kemurahan hati (Generosity).

Kemurahan hati di ranah digital adalah sebuah investasi reputasi jangka panjang. Ini melampaui bukan sekadar diskon biaya pendaftaran, melainkan sebuah sikap moral institusi yang diekspresikan melalui interaksi virtual yang tulus, transparan, dan kesediaan untuk memberikan nilai tambah (value added) tanpa syarat jual-beli, transaksional.

Bagi sekolah-sekolah yang beroperasi di bawah Persyarikatan Muhammadiyah, kemurahan hati ini dapat dijadikan kerangka tindakan karena merupakan salah satu bentuk manifestasi dari nilai-nilai komunikasi yang diajarkan dalam Islam.

Dalam Al-Quran Surah Ali Imran ayat 159 dijelaskan, “Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka (linta lahum). Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu...”

Ayat ini menggambarkan bahwa tindakan kemurahan hati (generosity) hanya akan tumbuh jika kita mengakui bahwa apa pun yang kita miliki—harta, jabatan, atau lainnya—adalah manifestasi dari kasih sayang/rahmat Allah. Pengakuan ini akan memotivasi seseorang untuk melakukan berbagai kebaikan (ihsan)—berlaku lemah lembut kepada orang lain—sehingga orang tidak menjauh, bahkan mendekat. 

Dalam konteks promosi digital, ayat ini memberikan pedoman komunikasi profetik yang sangat relevan. Sikap lemah lembut dan rendah hati—bukan arogansi institusional—adalah kunci membangun kedekatan. Dalam praktiknya, ini berarti menghindari narasi yang menggurui dan eksklusif, sebaliknya membangun komunikasi yang mengajak dan inklusif.

Dalam hal ini, ketika sekolah Muhammadiyah mempromosikan dirinya, diharapkan tidak hanya menjual fasilitas atau rasa keibaan. Namun, menjual value proposition unik yang menjamin pembentukan karakter yang kokoh berlandaskan prinsip-prinsip nilai yang selama ini dipegang kuat oleh warga Persyarikatan.

Jika ditelisik lebih lanjut, Rasulullah SAW. juga memberikan semacam pedoman praktis melalui sabdanya, "Permudahlah dan jangan mempersulit, berikanlah kabar gembira dan jangan membuat orang lari" (HR. Al-Bukhari).

Hadis ini ibarat manual komunikasi pemasaran yang sempurna. ”Mempermudah” berarti menyederhanakan prosedur pendaftaran, transparan dalam informasi, dan fleksibel dalam kebijakan. ”Memberi kabar gembira” berarti fokus pada narasi harapan, potensi perkembangan anak, dan masa depan yang cerah, bukan menakut-nakuti dengan berbagai tekanan kompetisi.

Dalam pengertian ini, fokus promosi digital tidak saja ditujukan untuk upaya mendekatkan masyarakat dengan sekolah. Namun, dengan melakukan perbaikan mutu internal sehingga warga sekolah termotivasi untuk melakukan inovasi kurikulum, pembelajaran, dan pelayanan.

Lantas, bagaimana menerjemahkan hal ini ke dalam strategi promosi digital sekolah yang lebih konkret? Merujuk pada pada penjelasan Patricia Snell Herzog (2020), Hendar Riyadi menjelaskan sembilan unsur kemurahan hati (relational generosity) yang dalam tulisan ini dijadikan inspirasi dan diadaptasi untuk pengembangan promosi digital sekolah.

Pertama, kembangkan narasi yang memanusiakan (attention). Alih-alih fokus pada infografis nilai UN tertinggi, buatlah highlightl profil guru yang dengan tulus mendampingi siswa berkebutuhan khusus atau siswa pada umumnya. Ceritakan perjalanan alumni yang sukses membangun usaha sosial, bukan hanya mereka yang masuk perguruan tinggi favorit. Narasi seperti ini menyentuh hati karena menunjukkan bahwa sekolah peduli pada perkembangan karakter, bukan hanya angka akademik.

Kedua, bangun komunikasi yang empatik (compassion). Setiap komentar dan pertanyaan di media sosial harus direspons dengan personal, detail, dan hangat. Hindari template balasan yang kaku dan terkesan otomatis. Ketika seorang calon wali murid bertanya tentang biaya, jangan hanya memberikan angka, tetapi tawarkan konsultasi untuk memahami kondisi finansial mereka dan alternatif solusi yang mungkin.

Ketiga, kreasikan konten yang melayani (open-handedness). Alih-alih hanya memamerkan laboratorium komputer atau berita-berita langsung, faktual, dan apa adanya (hard news), buatlah video atau foto tutorial sederhana yang dapat diakses gratis. Daripada sekadar menunjukkan perpustakaan yang megah, bagikan rekomendasi buku parenting berkualitas melalui e-book gratis atau lainnya. Pendekatan ini tidak hanya menunjukkan kompetensi, tetapi keinginan yang tulus—genuine desire—untuk berbagi ilmu.

Keempat, buatlah konten untuk merayakan keberhasilan sebuah usaha (self extension). Alih-alih mengapresiasi satu atau dua siswa berprestasi dengan segudang piala, sekolah dapat menampilkan narasi yang lebih inklusif. Misalnya, soroti inisiatif sekelompok siswa yang memelopori program daur ulang di sekolah atau perjalanan sebuah kelas dalam meraih target membaca rutin bersama. Kebahagiaan dan kebanggaan sekolah diukur dari sejauh mana setiap anggota komunitasnya tumbuh dan merasakan pencapaian.

Kelima, kembangkan konten yang menggambarkan keluhuran budi (magnanimity) dalam praktik nyata. Alih-alih memberikan apresiasi seremoni resmi terhadap guru berprestasi, sekolah dapat menampilkan narasi sikap bijaksana guru dalam pembelajaran. Contohnya, mendokumentasikan seorang guru matematika dengan sabar menemani siswa yang tertinggal hingga berhasil karena yakin bahwa setiap anak memiliki waktu dan cara belajar yang unik. Dengan demikian, sekolah tidak hanya mempromosikan kompetensi, tetapi mempromosikan karakter—sebuah nilai yang semakin langka dan berharga di era digital ini.

Keenam, investasikan energi dalam menciptakan konten yang secara aktif membesarkan pihak lain (other-investment). Alih-alih hanya fokus menonjolkan keunggulan sekolah sendiri, sekolah dapat secara proaktif membuat konten yang mengapresiasi dan mendukung ekosistem pendidikan yang lebih luas.

Misalnya, dengan membuat video dokumenter tentang inovasi pembelajaran yang inspiratif untuk dibagikan; menyelenggarakan webinar gratis; atau secara sukarela membagikan template rencana pembelajaran kreatif yang dapat diakses dan dimanfaatkan oleh guru-guru di mana pun. Hal ini akan membuat pihak lain merasa dihargai dan didukung.

Ketujuh, tunjukkan keberanian moral melalui konten yang merefleksikan nilai kebenaran (courage). Alih-alih menghindari isu-isu pendidikan yang sensitif atau kontroversial, sekolah dapat mengambil posisi yang jelas dan konstruktif dalam menyikapinya.

Misalnya, dengan membuat konten podcast atau membuat opini yang membahas strategi nyata mencegah perundungan di sekolah. Termasuk mengakui pengalaman, tantangan yang dihadapi dan langkah-langkah perbaikan yang telah dilakukan, bukan menutupinya. Hal tersebut bisa jadi berisiko, tetapi demi menyuarakan kemaslahatan, sekolah bersedia untuk mempertaruhkan reputasi.

Kedelapan, utamakan ekspresi verbal (verbal expression) yang positif dan membangun dalam setiap komunikasi digital. Hindari narasi yang kompetitif dan self-promoting. Sekolah dapat secara konsisten menghadirkan kata-kata yang menghargai, memotivasi, dan mengapresiasi.

Contohnya, secara rutin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada semua pihak—mulai dari petugas kebersihan, satpam, hingga penjaga perpustakaan—yang telah berkontribusi menciptakan lingkungan belajar yang nyaman. Hal ini, tidak hanya menciptakan citra yang hangat dan manusiawi, tetapi menjadi pembeda yang kuat di tengah gempuran narasi promosi yang biasanya penuh klaim superioritas.

Dan, terkahir, jadikan nilai pemaafan dan rekonsiliasi (forgiveness) sebagai bagian dari narasi pendidikan yang humanis. Alih-alih menutupi atau menyembunyikan konflik yang terjadi, lembaga pendidikan dapat menunjukkan komitmennya terhadap proses perbaikan dengan berani menampilkan kisah-kisah rekonsiliasi yang konstruktif. Misalnya, membuat dokumentasi tentang proses mediasi antara siswa yang terlibat perselisihan yang diakhiri dengan saling memaafkan dan komitmen bersama untuk memperbaiki hubungan.

Pada akhirnya, pendekatan promosi digital berbasis kemurahan hati adalah bentuk lain dari dakwah bil-hal. Dengan mempromosikan sekolah melalui nilai-nilai etis dan humanis, Muhammadiyah tidak hanya menarik siswa, tetapi aktif membangun peradaban yang lebih baik. Dalam perspektif jangka panjang, kemurahan hati akan membangun trust, loyalitas, dan reputasi yang berkelanjutan—aset yang jauh lebih berharga daripada keuntungan jangka pendek.

Marilah kita jadikan setiap klik, unggahan, dan interaksi digital sekolah Muhammadiyah sebagai manifestasi dari QS. Ali Imran: 159 dan Hadis Nabi—sebuah undangan yang lembut, penuh kabar gembira, dan memudahkan menuju pendidikan yang mencerahkan. Dengan demikian, kita tidak hanya mempromosikan sekolah, tetapi menghidupkan kembali ruh pendidikan Muhammadiyah yang sesungguhnya.***


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Oleh: Mohammad Fakhrudin Sudah diuraikan di dalam “Anak Saleh” (AS) 7 bahwa keteladanan....

Suara Muhammadiyah

12 September 2024

Wawasan

Kita dan Indonesia Oleh: Teguh Pamungkas, Warga Muhammadiyah Kalimantan Selatan Suatu ketika di pa....

Suara Muhammadiyah

8 September 2025

Wawasan

Perjuangan di Ujung Waktu Oleh: Alif Syarifuddin Ahmad (Pengasuh PPTQ Masa Keemasan/Lansia Kota Teg....

Suara Muhammadiyah

3 October 2025

Wawasan

Oleh: Kumara Adji Kusuma Ketika dunia berdiri di atas puing-puing Perang Dunia II, lahirlah sebuah....

Suara Muhammadiyah

2 July 2025

Wawasan

(Catatan Ketiga, Business Gathering Suryaganic MNU) Oleh: Khafid Sirotudin   Sebagaimana man....

Suara Muhammadiyah

6 June 2025