Kenapa Tuhan Mengizinkan Penderitaan?

Publish

1 September 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
83
Foto Ilustrasi Jon Tyson/Unsplash

Foto Ilustrasi Jon Tyson/Unsplash

Kenapa Tuhan Mengizinkan Penderitaan?

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Bagaimana mungkin Tuhan yang Mahakuasa dan Mahapengasih membiarkan penderitaan dan tragedi? Pertanyaan abadi ini menyentuh inti dari teodisi, sebuah cabang teologi yang berupaya merekonsiliasi keberadaan Tuhan yang maha baik dengan realitas kejahatan.

Dari sudut pandang Islam, masalah ini tidak bisa dipandang secara hitam-putih. Dunia ini bukan semata-mata panggung kebaikan atau wadah kejahatan mutlak. Sebaliknya, menurut pandangan ini, Tuhan menciptakan dunia dari spektrum kemungkinan yang luas. Tuhan, yang esensinya adalah kasih sayang dan kemurahan, tentu tidak akan menciptakan dunia yang sepenuhnya jahat. Namun, Ia dapat memilih untuk menciptakan dunia yang merupakan campuran antara kebaikan dan kejahatan, dengan syarat bahwa kebaikan yang terkandung di dalamnya jauh lebih besar dan melampaui kejahatan yang ada.

Dunia kita, dengan segala kompleksitasnya, adalah contoh dari pilihan ilahi ini. Kejahatan yang kita saksikan dan alami sering kali bukanlah tujuan utama, melainkan efek samping yang tak terhindarkan dari kebaikan-kebaikan yang lebih besar. Salah satu kebaikan terbesar yang diberikan Tuhan kepada kita adalah kebebasan memilih. Kebebasan ini memungkinkan kita untuk melakukan hal-hal yang baik dan mulia, tetapi juga membuka kemungkinan terjadinya kejahatan. Tanpa kebebasan ini, esensi kemanusiaan kita akan hilang.

Meskipun kejahatan pada dasarnya tidak diinginkan, penderitaan yang timbul darinya dapat memiliki manfaat yang tidak terduga. Pandangan ini menolak anggapan bahwa Tuhan "mengirim" penderitaan sebagai hukuman atau semacam "pelajaran" yang kejam. Sebaliknya, kejahatan ditoleransi oleh Tuhan karena dua alasan utama: Pertama, karena kejahatan itu adalah komponen yang diperlukan dari realitas yang lebih besar dan lebih kompleks yang memungkinkan kebaikan luar biasa; Kedua, karena pada akhirnya kejahatan itu dapat membawa kebaikan yang signifikan bagi manusia, baik secara individu maupun kolektif. Penderitaan bisa menjadi katalis yang mendorong empati, solidaritas, dan pertumbuhan spiritual yang tidak mungkin terjadi dalam kondisi yang serba sempurna.

Untuk memahami mengapa penderitaan ada, mari kita lihat salah satu kasus paling tragis. Ambil contoh, pembunuhan seorang penjaga masjid yang tewas dalam menjalankan tugasnya. Insiden ini, meskipun mengerikan, bukanlah takdir yang diciptakan Tuhan dengan tujuan untuk mengambil nyawa. Sebaliknya, peristiwa ini adalah konsekuensi dari kebebasan memilih yang diberikan Tuhan kepada setiap manusia. Tuhan mengizinkan kebebasan itu ada—bahkan ketika kebebasan itu digunakan untuk kejahatan—karena meniadakan kebebasan tersebut akan jauh lebih merugikan bagi esensi kemanusiaan itu sendiri. 

Namun, dari tragedi semacam ini, sering kali muncul hikmah yang tak terduga. Komunitas yang berduka menjadi lebih solid, lebih kuat, dan lebih bersatu. Langkah-langkah keamanan ditingkatkan, dan orang-orang mulai menghargai nilai kehidupan manusia dengan cara yang lebih mendalam dan tulus dari sebelumnya. Jadi, penderitaan tidak pernah menjadi tujuan itu sendiri, melainkan hasil dari toleransi Tuhan terhadap kejahatan yang diperlukan demi menjaga kebebasan, dan dari sana muncul manfaat-manfaat yang luar biasa.

Gagasan ini dapat diuji lebih lanjut dengan salah satu tantangan terbesar yang kita hadapi: pandemi COVID-19. Pertanyaannya, bagaimana kita bisa menyelaraskan keberadaan virus mematikan yang menargetkan orang-orang paling rentan, seperti orang tua dan mereka yang memiliki kekebalan rendah, dengan gambaran Tuhan yang penuh kasih? Ini adalah pertanyaan yang sangat sulit secara teologis. Namun, prinsip teologis yang sama tetap berlaku.

Tuhan mengizinkan keberadaan virus dan bakteri sebagai bagian integral dari ekosistem kehidupan yang sangat kompleks. Menghilangkan salah satu komponen ini secara sepihak—meskipun tampaknya seperti tindakan yang baik—dapat mengganggu keseimbangan seluruh jaring kehidupan dan membawa konsekuensi yang jauh lebih buruk. Dengan kata lain, virus seperti COVID-19 mungkin merupakan bagian yang tak terhindarkan dari dinamika alam yang lebih besar yang diciptakan Tuhan. Meskipun begitu, dari kengerian dan penderitaan pandemi ini, kita telah melihat manfaat-manfaat yang mengejutkan.

Pandemi ini, meski membawa penderitaan yang tak terhitung, justru diizinkan oleh Tuhan karena menyimpan potensi kebaikan yang luar biasa. Alih-alih menjadi hukuman, musibah ini menjadi katalisator bagi transformasi besar.

Dari kekacauan pandemi, kita dapat melihat empat manfaat besar yang muncul. Pertama, kemajuan ilmiah yang pesat: Pandemi memicu perlombaan global yang tak tertandingi di dunia kedokteran. Para ilmuwan bekerja siang dan malam untuk menemukan vaksin dan pengobatan. Alhasil, kita menyaksikan lompatan teknologi yang belum pernah ada sebelumnya. Penemuan ini bukan hanya untuk mengatasi COVID-19, tapi juga menjadi fondasi untuk melawan penyakit di masa depan.

Kedua, solidaritas kemanusiaan. Penderitaan yang meluas membangkitkan rasa empati dan solidaritas yang kuat. Kita melihat tetangga saling membantu, komunitas mendukung yang paling rentan, dan dunia bersatu dalam kepedulian. Pandemi ini mengingatkan kita bahwa kita semua terhubung dan saling membutuhkan.

Ketiga, kesadaran diri dan perbaikan pola hidup. Pandemi memaksa kita untuk merenung dan mengevaluasi kembali banyak hal dalam hidup, mulai dari kebersihan diri hingga cara kita berinteraksi sebagai masyarakat. Kebiasaan baru seperti menjaga kebersihan dan jarak sosial kini menjadi norma, yang akan memberikan manfaat kesehatan jangka panjang.

Keempat, kebangkitan spiritual. Bagi banyak orang, musibah ini menjadi pengingat yang kuat bahwa kita tidak sepenuhnya mengendalikan nasib kita. Pandemi mendorong kita untuk kembali merenungkan hubungan kita dengan Tuhan, mencari ketenangan dalam doa, dan mengakui adanya kekuatan yang lebih besar di alam semesta ini.

Penderitaan yang kita alami, seburuk apa pun, pada akhirnya diizinkan oleh Tuhan karena menjadi bagian penting dari tatanan dunia. Dari penderitaan ini, muncullah kebaikan yang jauh lebih besar.

Pandemi ini juga mengajarkan kita sebuah pelajaran krusial: pentingnya menghargai setiap anggota masyarakat. Kita melihat dampak buruk ketika ada yang mengabaikan protokol kesehatan. Hal itu bukan hanya membahayakan diri sendiri, tapi juga menempatkan orang lain dalam risiko—terutama mereka yang paling rentan.

Menghadapi tantangan ini, ada dua hal yang bisa kita lakukan. Pertama, kita harus terus menggunakan akal dan sains untuk mencari solusi terbaik. Kedua, kita perlu memperkuat ketergantungan spiritual kita kepada Tuhan. Dengan memadukan keduanya, kita dapat menghadapi ketidakpastian hidup dengan keyakinan, mengakui bahwa kita bekerja sama dengan pencipta dan pengatur alam semesta ini.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Setiap Anak Punya Kelebihan Masing-masing dan Menjadi Sang Juara Oleh: Rumini Zulfikar, Penasehat P....

Suara Muhammadiyah

26 June 2024

Wawasan

Islam Anjurkan Rekonsiliasi Antar Saudara Oleh : Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Uni....

Suara Muhammadiyah

19 March 2025

Wawasan

Pancasila dalam Pengamalan Oleh: Immawan Wahyudi, Dosen FH UAD Meskipun kontroversial, peringatan ....

Suara Muhammadiyah

9 June 2024

Wawasan

Bulan Syawal tengah kita jalani. Apa maknanya? Bulan bukan sekadar bergembira karena bisa bersua kel....

Suara Muhammadiyah

11 April 2025

Wawasan

Menyuburkan Semangat Berbuat Kebaikan di Bulan Mulia Oleh: Dr Amalia Irfani, LPPA PWA Kalbar  ....

Suara Muhammadiyah

20 March 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah