PEKANBARU, Suara Muhammadiyah - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia, Dr Suhartoyo SH MH hadir sebagai narasumber talkshow Media dan Komunikasi bersama ratusan mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Riau (Fikom-Umri) Jumat (11/10/24).
Talkshow yang mengusung tema “Peran Pers di Mata Mahkamah Konstitusi” tersebut terselenggara atas kerja sama Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Provinsi Riau dengan Fikom Umri. Selain Dr Suhartoyo SH MH, narasumber lain adalah Dr H Eka Putra ST MSc dosen Fikom Umri yang juga unsur pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) .
“Suatu kebanggaan bagi Umri karena Ketua MK hadir langsung dalam kegiatan yang sudah direncanakan tiga bulan lalu ini. Kami berharap, banyak wawasan yang diserap seluruh peserta dari seluruh narasumber,” ujar Dekan Fikom Umri, Jayus SSos MIKom.
Sementara Ketua Forum Jurnalis Perempuan, Novita SE MPd menyampaikan bahwa sebagai organisasi yang menaungi jurnalis perempuan, FJPI menilai peran pers dalam demokrasi dan konstitusi sangat krusial.
“Pers sebagai pilar yang mengawasi penegakkan hukum di negeri ini. Pers pula yang berperan mendukung tegaknya keadilan,” kata mantan anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Riau ini.
Karena itu, Novita menyebut, kehadiran Ketua MK ke Pekanbaru menjadi kesempatan untuk mendengar langsung bagaimana pandangan MK terhadap peran pers. Di samping itu, kegiatan ini juga bertujuan memperkuat pemahaman jurnalis, akademisi dan mahasiswa tentang pentingnya peran pers dalam mengawasi konstitusi. Termasuk bagaimana peran pers menjaga nilai hukum dan demokrasi di Indonesia.
Sementara, Rektor Umri, Dr H Saidul Amin, MA menyampaikan bahwa tokoh yang didatangkan hari ini bukan sembarang orang. "Beliau adalah pintu terakhir kekuatan konstitusi Indonesia. Di tangan beliau konstitusi negeri ini dipertaruhkan," papar rektor.
Menurut dia, acara ini tak sekadar mentransformasikan ilmu pengetahuan, tapi juga mentransformasikan nilai murni yang dimiliki Dr Suhartoyo. Sebab, ilmu yang berbasis pengalaman itulah ilmu yang sebenarnya.
Rektor juga menyinggung peran media dalam menciptakan fenomena hyperreality atau hiperrealitas di tengah masyarakat saat ini. Dimana, masyarakat semakin susah membedakan mana yang realitas dan simulasi realitas. Alhasil, kepalsuan merajalela.
Kondisi inilah yang membuat banyak hal serba terbalik. Pihak yang benar bisa menjadi salah. Sementara yang salah dapat dipoles menjadi benar lewat pencitraan. Sementara, yang pecundang jadi pemenang dan pemenang justru jadi pecundang.
Agar hal ini tak terus terjadi, peserta talkshow dapat mendebatkan banyak hal dengan narasumber yang hadir. “Melalui forum inilah kesempatan untuk bertanya dan mendebat ketua MK langsung,” kata Saidul.
Pada sesi Talkshow yang dipandu Dr Aidil Haris SSos MSi, Suhartoyo menyampaikan bahwa hubungan antara jurnalis, akademisi dan MK tak bisa dipisahkan. Karena semuanya punya peran penting dalam penegakkan konstitusi di negeri ini.
“Sebagus apapun putusan di MK, kalau tidak dipublikasikan maka tak ada artinya. Jika tidak dibantu media, maka tak akan ada pihak yang bisa menterjemahkan putusan MK itu agar mudah dipahami oleh publik. Karena itu hubungan simbiosis mutualis MK dengan pers harus dijaga," sebutnya.
Pers juga berperan sebagai jembatan antara lembaga dengan publik. Termasuk MK. Karenanya, kritik apapun yang dialamatkan pada MK, asalkan konstruktif, maka ia dan hakim lainnya akan menerima. Karena kritik itulah yang mendorong hakim MK bisa menjalankan fungsinya secara paripurna sebagaimana diamanahkan Undang-Undang (UU).
Suhartoyo menambahkan, kelahiran MK sangat penting karena adanya tuntutan bagaimana ada check and balance yang kuat terhadap konstitusi negara. UU, tambahnya bisa dikontrol melalui judicial review yang ada di MK.
“MK bisa menyelesaikan sengketa lembaga negara, membubarkan partai politik hingga menyelesaikan kasus sengketa Pemilu dan sengketa Pilkada. Termasuk memakzulkan presiden," tuturnya. Karena perannya yang besar, perlu ada pengawasan. Hal itulah yang jadi peran pers.
Karena penting, MK menyebut selalu berupaya agar kemerdekaan dan kebebasan pers selalu terjamin. Bahkan, dari judicial order dari MK, banyak yang memberi ketegasan akan kuatnya peran jurnalis.
Namun, Suhartoyo berharap, kebebasan pers harus diwujudkan secara bertanggung jawab. Yaitu jurnalis mesti memenuhi etika dan berbagai prinsip yang berlaku dalam jurnalisme ketika bekerja.
Sementara Dr H Eka Putra ST MSc memaparkan bahwa pers punya peran dalam menegakkan kebebasan berpendapat dan demokrasi di Indonesia. Sementara, di MK, pers tak hanya berperan menyebarkan putusan hakim. Proses persidangan di MK pun dapat diikuti oleh jurnalis.
“Hal ini dianggap penting. Karena banyak peraturan yang tak sejalan dengan kepentingan masyarakat luas bisa dipersoalkan di MK. Dialektika terhadap keputusan MK itu mengikat publik. Karena sifatnya mengikat, maka publik harus diberi ruang untuk membedahnya,” kata dia.
Kegiatan yang digawangi FJPI Provinsi Riau ini mendapat perhatian dari sejumlah perusahaan di Riau, seperti SKK migas, Pertamina Hulu Rokan (PHR) , Bank Riau Kepri ( BRK) Syariah, Societa a Responsabilita Limitata (SRL) , PT Energi Mega Persada TBK (EMP), PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV, dan Pertamina Patra Niaga Sumbagut, yang ikut berpartisipasi menyukseskan kegiatan tersebut. (*)