BANDUNG, Suara Muhammadiyah — Wakil Rektor I Universitas Muhammadiyah (UM) Bandung, Dr Hendar Riyadi MAg, mengungkapkan bahwa nilai-nilai teologi Al-Ma’un yang diajarkan dalam mata kuliah Kemuhammadiyahan di PTMA harus benar-benar diimplementasikan untuk menjawab permasalahan riil masyarakat.
Hendar menuturkan bahwa mahasiswa Universitas Muhammadiyah Bandung kerap ditugaskan ke berbagai tempat untuk mengunjungi warga masyarakat dari golongan ekonomi rendah sebagai bagian dari pembelajaran empirik.
“Mahasiswa menemukan satu keluarga dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Anaknya berkebutuhan khusus, kondisi kesehatan buruk, pendidikan tidak memadai, dan ekonomi lemah. Ketika mereka diminta membantu, mereka mengalami kesulitan,” jelas Hendar pada seminar internasional bertajuk "Kajian Perbandingan Implementasi Fiqih Muamalah Kontemporer Malaysia-Indonesia" pada Senin (26/05/2025).
Kesulitan dalam membantu keluarga yang berada pada kondisi seperti itu, ucap Hendar, terkait dengan tiga hal. Pertama, dari mana pembiayaannya. Kedua, bagaimana pelatihannya yang harus dikembangkan. Ketiga, seperti apa pemasarannya, jika keluarga tersebut dibiayai (untuk mengelola satu bidang sumber perekonomian).
Hendar menegaskan bahwa tiga aspek tersebut merupakan tantangan nyata dan banyak terjadi di lapangan yang harus direspons cepat oleh program studi Ekonomi Syariah di perguruan tinggi termasuk Universitas Muhammadiyah Bandung.
"Program studi Ekonomi Syariah UM Bandung harus hadir untuk menjawab itu semua. Mereka harus bisa memberikan pelatihan, pembiayaan, dan mendampingi pemasaran produk masyarakat yang ada di akar rumput," tegasnya.
Lebih lanjut, Hendar juga mengkritisi minimnya akses masyarakat kecil terhadap layanan keuangan syariah. Ia menyayangkan bahwa banyak warga justru lebih memilih pinjaman dari lembaga non-syariah atau rentenir seperti bank emok karena tidak adanya akses atau jaminan yang dimiliki.
"Keuangan syariah seharusnya hadir sebagai solusi. Namun, faktanya masyarakat mengeluhkan sulitnya meminjam uang di bank syariah karena harus ada jaminan. Akhirnya, banyak keluarga yang kesulitan mengakses keuangan syariah itu mereka justru terjebak pada praktik riba yang terus berlipat," ujarnya.
Ia menantang seluruh sivitas akademika dan penggiat ekonomi syariah untuk melakukan rekonstruksi konsep-konsep seperti mudarabah, murabahah, dan arsitektur keuangan syariah agar benar-benar berpihak pada kaum kecil.
"Seminar ini harus mampu merespons dua hal, yaitu isu global seperti digital finansial dan isu lokal seperti bagaimana menumbuhkembangkan ekonomi masyarakat akar rumput. Inilah tantangan yang sangat besar," tutup Hendar.
Tambahan informasi, kegiatan seminar internasional ini menghadirkan pembicara ahli dari UM Bandung dan Malaysia. Mereka bertukar pikiran dan mendiskusikan perkembangan implementasi fiqih muamalah di Indonesia dan Malaysia.
Hendar juga mendorong agar program studi Ekonomi Syariah UM Bandung untuk segera mempersiapkan diri melakukan kunjungan balasan ke Malaysia. Hal ini perlu dilakukan sebagai ikhtiar konkret pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ekonomi syariah yang menjadi konsentrasi pembahasan. (FK)