SLEMAN, Suara Muhammadiyah – Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr H Abdul Mu’ti, MEd menghadiri kegiatan Tabligh Akbar Maulid Pop Universitas Gajah Mada (UGM) 1445, Sabtu (14/10). Kegiatan tersebut dilaksanakan di halaman Masjid Kampus UGM Sleman, DIY dengan mengusung tema “Tumbuh Bagai Sang Teladan, Pembangun Peradaban.”
Dalam pengajiannya, Mu’ti mengatakan bahwa Nabi Muhammad Saw adalah pribadi yang memiliki keteladanan (uswah hasanah) sangat luar biasa. Keteladanannya mencakup seluruh denyut nadi gerak kehidupan baik perkataan, perbuatan, dan tindak tanduknya. Dan ini layak untuk dijadikan media pembelajaran bagi umat Islam masa kini.
“Satu hal yang saya kira perlu jadi keteladanan kita dalam memperingati ini (Maulid Nabi) dan ini saya kira sangat penting adalah bagaimana kita mengambil ibrah. Yakni pelajaran dari prikehidupan Nabi yang membuat beliau ini sukses dalam dakwah,” ujarnya.
Dakwah yang dijalankan Nabi selama tempo 23 tahun, sambung Mu’ti, telah berhasil mentransformasi masyarakat Arab bercorak Jahiliyah menjadi masyarakat yang ilmiah. Mu’ti mengutip buku Michael H Hart “The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History”, di mana Nabi berada di peringkat pertama 100 tokoh paling berpengaruh di dunia. Menurutnya hal ini karena akhlak dan keteladanan beliau sangat menginspirasi seluruh umat manusia.
“Ribuan tahun beliau wafat, sebagian besar kita tidak bertemu dan tidak juga melihat. Tetapi cinta kita kepada beliau luar itu biasa. Ini saya kira cermin betapa besarnya kekuatan akhlak itu,” katanya.
Masyarakat jahiliyah menurut Mu’ti tersebut 4 kali dalam Al-Qur’an. Masyarakat jahiliyah bukan ditafsirkan sebagai masyarakat bodoh dan buta aksara. Karena, menurut Mu’ti, masyarakat Arab ahli dalam membuat syair dengan mengombinasikan ayat-ayat makkiyah yang sangat puitis. Dan pada saat bersamaan, masyarakat Arab juga pandai dalam menulis, kendati demikian memang sebagian masyarakatnya buta aksara.
“Jadi, problem mereka itu bukan buta huruf, tetapi problem mereka yang sangat serius adalah tuna aksara moral,” tuturnya.
Mu’ti menyebut manifestasi dari masyarakat ilmiah yang dibangun oleh Nabi adalah masyarakat mulia. Bagi Mu’ti, masyarakat mulia bukan karena agama, suku bangsa, maupun golongan. Akan tetapi karena kesungguhan manusia untuk menjadi hamba bertakwa kepada Allah SwT.
“Inilah saya kira ajaran penting yang menjadi kunci keberhasilan beliau (berdakwah) merubah masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat ilmiah. Masyarakat yang secara literasi memang rendah, tetapi yang diangkat bagaimana moral literasi yang beliau bangun menggeser moral illiteracy,” ucapnya.
Mu’ti membongkar perangai Nabi yang menjadi kunci keberhasilan Nabi berdakwah merubah masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat ilmiah. Pertama, lembut tidak lembek. Kedua, welas, tidak memelas. Ketiga, tabah tetap trengginas. Keempat, sederhana, tetap bersahaja. Kelima, berani, tidak beringas. Keenam, elit tidak elitis. Ketujuh, dermawan, walau berkekurangan. Kedelapan, romantis, tidak melankolis. Kesembilan, humoris tetap estetis. Kesepuluh, toleran tetap teguh beriman.
“Kalau kita bisa mengamalkan 10 ini saja, Insyaallah peringatan Maulid yang pop ini bisa menjadi umat yang top. Menjadi top karena Maulidnya ngetop,” tandas Guru Besar Bidang Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini. (Cris)