Malaysia: Menyusuri Jejak Orang Kerinci

Publish

28 June 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
1323
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Malaysia: Menyusuri Jejak Orang Kerinci

Oleh: Mahli Zainuddin Tago

Hulu Langat-Selangor Malaysia, Sabtu, 8 Juni 2024. Di Batu 16 kami belok  kiri masuk kampung Lui. Suasana sekitar mengingatkan aku pada kampung halaman  di Kerinci. Sungai yang mengalir tenang, perbukitan berlapis-lapis, dan hutan disana sini yang nampak menghijau. Suasana Kerinci  makin terasa setelah kami masuk ke sebuah rumah. Dua puluh lebih warga ramai berbicara dalam bahasa Kerinci. Banyak dari mereka berasal dari Lolo dan Lempur. Nenek moyang warga dua desa ini beradik kakak dengan nenek moyang kami dari desa Pulau Sangkar. Kami lalu disambut Wo Sadri Rauf sekretaris Himpunan Keluarga Kerinci Nasional  (HKKN) Perwakikan Malaysia. Beliau orang Saliman-Kerinci yang sudah belasan tahun tinggal di Kelang-Malaysia. Maka pertemuan ini serasa pertemuan keluarga. Cerita kami banyak bersambung. Rasa  haru dan bahagia menyelimuti diriku.

Pertemuan di Hulu Langat adalah agenda hari kedua kami. Pada hari pertama kami melakukan perjalanan ke Perlis sebagaimana sudah aku tuliskan. Di Hulu Langat kami bersilaturrahmi dengan Orang Kerinci yang lama menetap disini. Di hadapan mereka aku berbagi cerita tentang isi dan proses penulisan bukuku KERINCI Cerita Tentang Tanah Kelahiran. Selanjutnya aku memperkenalkan rencana penulisan buku tentang Orang Kerinci di Malaysia. Untuk ini  aku akan menemui tokoh-tokoh masyarakat Kerinci di Malaysia. Untuk itu juga aku dan Pak Syifa mengajak Pak Awang dan Asmaa dari Universiti Malaya sebagai kolaborator kami. Maka kami kembali bersama Asmaa dan Faiz yang adalah pasangan pengantin baru keliling Malaysia. Tentang dua anak muda  Malaysia yang baik ini aku sudah tuliskan dalam “ASMAA dan Kehangatan Generasi Milenial Malaysia.”

Selesai pertemuan di Lui kami menemui Datuk Kuris. Beliau kami jumpai di sebuah hotel di Kajang,  tidak jauh dari Hulu Langat. Datuk Kuris adalah tokoh masyarakat Kerinci di Selangor. Beliau pernah menjadi anggota Parlemen Selangor dari daerah pemilihan Hulu Langat. Belakangan beliau menjadi pengusaha yang pernah memiliki beberapa restoran dan hotel di Malaka dan Kuala Lumpur. Pada kunjungan sebelumnya aku bersama beberapa teman diterima beliau di Hotel Midaris Syariah milik beliau. Hotel ini berlokasi  di jalan protokol pusat ibukota Kerajaan Malaysia. Kini Datuk Kuris sudah mundur diri dunia bisnis. Hotel beliau disewakan ke pihak ketiga. Anak-anak beliau tidak berminat pada dunia bisnis. Mereka alumni Inggris yang kini menjadi profesional di bidang masing-masing: arsitek, pengacara, dan akuntan. 

Datuk Kuris adalah orang Kerinci yang menarik. Meski lahir dan besar di Malaysia beliau merasa sebagai orang Kerinci, cinta Kerinci, dan fasih berbahasa Kerinci. Percakapan mendalam kami selama satu jam lebih berlangsung dalam bahasa campuran: Melayu, Kerinci, dan sedikit Inggris. Orang tua Datuk Kuris berasal dari desa Lolo Kecil, tetangga desaku di Kerinci. Beliau dibawa Haji Ali kakek dari ayah Datuk Kuris ke Malaysia. Ketika muda ayah Datuk Kuris menjadi pejuang melawan penjajahan Inggris. Beliau  aktif di Angkatan Pemuda Insaf (API) dan karena itu dikejar penjajah Inggris. Beliau melarikan diri ke kampung halaman orang tuanya di Kerinci. Beliau menikah dan melahirkan dua orang anak disana. Belakangan ayah Datuk Kuris sekeluarga kembali ke Malaysia. Lalu lahirlah anak berikutnya yaitu Datuk Kuris di Malaysia. 

Hari kelima di Malaysia kami bertemu tokoh menarik lainnya Datuk Setia Muhammad Isa. Pertemuan berlangsung atas undangan beliau di Kelab Taman Perdana Diraja (Royal Lake Club). Ini klub elite yang sudah berusia lebih satu abad. Anggotanya terbatas orang-orang penting Kuala Lumpur. Salah satunya adalah Datuk Isa mantan orang penting pada kepolisian Diraja Malaysia. Beliau pernah menjadi komandan Brimob dan Kapolda di salah satu negara bagian Malaysia. Setelah pensiun muda beliau terjun sepenuhnya ke dunia bisnis. Kini sebagai miliarder beliau tinggal berpikir memberi manfaat sebesar-besarnya bagi sesama. Kami dijamu makan siang yang lezat di meja bundar restoran klub. Bersama kami  ikut bergabung Datuk Kuris, teman Datuk Kuris, Pak Syifa, Asmaa, dan Faiz. 

Datuk Kuris lahir di Malaysia dari orang tua yang berasal dari Sungai Penuh Kerinci. Tetapi Datuk Isa sebagaimana Datuk Kuris  juga mencintai Kerinci dan fasih berbahasa Kerinci. Beliau juga sering sekali berkunjung ke Kerinci. Untuk kemajuan kampung halaman nenek moyang yang dicintainya beliau melakukan hal-hal kongkrit. Beliau misalnya membeli tanah di Pulau Sangkar dengan niat mengembangkan budidaya kopi. Beliau juga membeli lahan di Kayu Aro yang dingin untuk rencana aktivitas sosial membantu layanan sosial keagamaan dan kesehatan masyarakat setempat. Tetapi beliau mengakui tidak mudah membuat program untuk kemajuan Kerinci kampung halaman kami. Karakter penduduk dan pemerintah setempat sering menjadi hambatan. Semoga pada lain kesempatan lain aku bisa menuliskan tentang hambatan kultural dan struktural ini secara jernih.

Datuk Isa sudah berumur 90 tahun. Rambut beliau sudah memutih. Tetapi beliau masih terlihat gagah, berbadan tegap,  dan berjalan tanpa tongkat. Dengan kacamata hitam beliau datang menyopir mobil sendiri. Datuk Isa memang memiliki hobi otomotif dan telah menjelajah berbagai negeri. Beliau misalnya menyopir membelah Afrika  dari Capetown di selatan sampai Iskandariah di utara. Beliau juga  menjelajah Amerika Selatan dan Amerika Utara. Tidak kalah menariknya beliau menyusuri benua Asia sampai Eropa. Dari Semenanjung Malaysia naik ke Thailand, Indocina, Cina, Rusia, dan berakhir di Paris. Pada saat kami makan bersama seorang pelayan diminta menebak umur beliau. Sang pelayan menyebut angka  tujuh puluh tahun. Datuk Isa dan kamipun tersenyum. Datuk Isa nampak lebih muda dua puluh tahun dari umur sesungguhnya. 

Salah satu keinginan besar Datuk Isa adalah terbang ke Kerinci dengan membawa pesawat sendiri. Di samping mengoleksi banyak mobil Datuk Isa memang memiliki pesawat pribadi dan lisensi terbang sebagai pilot. Beliau ingin terbang ke Pekanbaru dan dari sini berlanjut ke Kerinci. Jarak ini tentu tidak jauh untuk ukuran pesawat terbang. Tetapi mimpi indah anak rantau ini belum kunjung jadi kenyataan.  Datuk Isa merasa tarif landing dan parkir pesawat di dua bandara Indonesia itu terlalu mahal, sepuluh kali lipat lebih dibanding di Malaysia  atau Singapura. Bagi Datuk ini sungguh tidak masuk akal. Di ujung pertemuan Datuk meminta aku kalau nanti ke Malaysia lagi mengabari beliau lebih awal.  Lanjut beliau, "supaya nanti kita atur Mahli bisa melihat Kuala Lumpur dari atas. Dari pesawat terbang saya." Sungguh sebuah tawaran yang sangat menarik. 

Orang Kerinci berikutnya yang kami datangi adalah Haji Suhaimi. Info tentang beliau kami peroleh dari Datuk Isa. Pak Suhaimi adalah tetua Kerinci di Kampung Kerinci, sebuah kampung tua di pusat Kuala Lumpur. Menurut Datuk Isa istri dari Haji Suhaimi berasal dari Pulau Sangkar kampung halamanku di Kerinci. Maka aku makin bersemangat.  Pada malam terakhir di Malaysia kami segera meluncur ke rumah beliau. Kami sempat salah arah karena Googlemap mengarahkan kami ke sebuah kampung yang juga bernama Kerinci. Tetapi di Negeri Sembilan, 50 km dari apartemen Asmaa tempat kami menginap. Artinya ada kampung Kerinci lain selain di Kuala Lumpur. Semoga suatu saat aku bisa menjelajah kesana. Juga ke Salak Tinggi di dekat KLIA dan ke  Trengganu yang belakangan aku ketahui ada kampung yang juga dihuni  banyak Orang Kerinci.

Menjelang Isya kami sudah berada di depan sebuah rumah megah di kawasan Kampung Kerinci. Tidak jauh dari kampus Universiti Malaya. Aku sudah pernah ke kampung Kerinci ini sebelumnya. Saat itu aku bertemu beberapa Orang Kerinci. Tetapi mereka lahir di Kerinci dan datang belakangan kesini. Lokasinya  di beberapa rumah susun yang jalan-jalannya padat oleh mobil yang parkir. Rumah Haji Suhaimi berada di lokasi yang strategis, berhalaman luas,  dan berjalan lebar. Bahkan ada tempat parkir khusus di halaman depan rumah. Sebuah Toyota Alphard terparkir gagah di halaman dalam rumah Haji Suhaimi. Kehadiran  kami disambut Haji Suhaimi, seorang bapak berkulit putih dan berbadan  besar. Beliau sangat ramah. Sebagaimana Datuk Kuris dan Datuk Isa Haji Suhaimi juga fasih berbahasa Kerinci. Maka kami segera terlibat dalam perbincangan yang hangat

Lalu meluncurlah cerita Haji Suhaimi tentang Kampung Kerinci-Kuala Lumpur. Pada 1926 kakek beliau bersama beberapa orang haji dari Tanjung Tanah-Kerinci mendapatkan grant tanah di kawasan yang kini dikenal sebagai Kampung Kerinci. Belakangan Kuala Lumpur didirikan dan kampung ini berada di lokasi strategis. Ternyata Siti Aisah istri Haji Suhaimi adalah anak Mat Lawang. Mat Lawang adalah  saudara kandung Siti Adat. Siti Adat adalah datung (bibi)ku dan rumah kami berdekatan belaka di Kerinci. Artinya aku dan keluarga Wo Suhaimi-Uni Situ ini masih terhubungkan tali kekeluargaan melalui Datung Siti Adat.  Maka perbincangan kami berubah menjadi haru. Aku merasa bertemu keluarga baru di negeri yang jauh. Nama negerinya juga Kerinci. Tetapi lokasinya tidak di Sumatera. Lokasinya di  Kuala Lumpur-Malaysia. Alhamdu lillaah. 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Humaniora

Berbagi dan Kehangatan di Ujung Menteng Raya Oleh: Mahli Zainuddin Tago Jalan Menteng Raya Jakarta....

Suara Muhammadiyah

6 June 2024

Humaniora

Cerpen R Toto Sugiharto  Saya tersesat. Terpisah dari kawan-kawan. Kami baru survei untuk loka....

Suara Muhammadiyah

23 February 2024

Humaniora

Deni Asyari; Tukang Adzan Ekonomi Jamaah Muhammadiyah Oleh: Ganjar Sri Husodo “Ternyata, har....

Suara Muhammadiyah

2 November 2023

Humaniora

Cerpen Affan Safani Adham KETIKA sekolah dialihkan ke rumah dengan pembelajaran online, isteriku y....

Suara Muhammadiyah

9 February 2024

Humaniora

Menembus Ombak: Perjalanan Inspiratif Wanjeli, Sarjana yang Tak Kenal Menyerah Oleh: Furqan Mawardi....

Suara Muhammadiyah

19 December 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah