YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Kepergian Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Jogokariyan Muhammad Jazir pada Senin (22/12) masih meninggalkan duka mendalam. Apalagi, ketokohannya banyak disebut masyarakat sebagai Bapak Masjid Peradaban.
"Kami atas nama Pimpinan Pusst Muhammadiyah mengucapkan turut berbelasungkawa atas wafatnya Ustaz Jazir. Beliau adalah salah satu tokoh dakwah kita yang sangat menginspirasi, tidak hanya dilingkungan Yogyakarta, tapi juga secara nasional," kata Muhammad Izzul Muslimin dalam Ruang Publik TvMu: Inspirasi Dari Jogokariyan, Sabtu (28/12).
Jazir, selain sebagai Ketua PRM Jogokariyan, ia juga Ketua Dewan Masjid Jogokariyan. Dedikasi yang tinggi inilah kemudian, mentransformasikan masjid tersebut sampai sekarang dijadikan sumber inspirasi bagi masjid-masjid yang lainnya.
"Karena pengelolaannya yang luar biasa, akhirnya Masjid Jogokariyan ini menjadi masjid teladan, masjid yang menjadi rujukan, dan bahkan dikenal masyarakat luas secara nasional,” ujar Izzul.
Dikatakan menarik oleh Izzul, masjid ini menunjukkan bukti keberfungsiannya tidak sekadar tempat ritus peribadatan umat Islam. Tetapi, mengaktualisasi sebagai ruang pembedayaan dan pergerakan ekonomi umat dan masyarakat.
“Sehingga bisa menjaga masyarakat di sekitarnya, bahkan kemudian dimanfaatkan masyarakat luas sebagai pusat dakwah dan kegiatan masyarakat keseluruhan,” tambahnya.
Berpokok pangkal pada Muktamar ke-48 Muhammadiyah di Surakarta, Jawa Tengah, Izzul mengetengahkan fokus Muhammadiyah dalam pengejawantahan dakwah semakin tersistematisasi dengan baik. Manifestasinya pengerucutan Lembaga Pengembagan Cabang Ranting, ditambah dengan Pembinaan Masjid (LPCRPM).
“Selama ini mungkin kita masih melihat keberadaan masjid ini masih diposisikan sebagai pusat ibadah saja. Mulai Muktamar kemarin, kita jadikan masjid sebagai pusat kegiatan masyarakat. Artinya di dalamnya tidak hanya untuk ibadah mahdah saja, tetapi juga untuk interaksi masyarakat dan banyak kegiatan di dalamnya, termasuk juga pengembangan ekonomi,” tegasnya.
Titik tuju dari hal tersebut, memastikan keberadaan masjid benar-benar memberikan kesejahteraan bagi masyarakat di lingkungan sekitarnya. Mengambil permisalan dari Masjid Jogokariyan yang resmi berdiri pada tahun 1967, di mana mengemas konsep keuangan yang sangat menarik, yaitu “Saldo Nol Rupiah” sebagai bentuk revitalisasi penyaluran infak.
“Semua keuangan yang ada digunakan untuk aktivitas masjid. Sehingga uang itu benar-benar tersalurkan sesuai dengan kepentingan atau kebutuhan,” terangnya, mengharapkan bisa diterapkan di masjid-masjid lain di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah. (Cris)

