YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Dunia saat ini mengalami transformasi luar biasa. Transformasi itu mendominasi seluruh aspek kehidupan. Hal ini berkat kemajuan teknologi dan informasi yang makin pesat, tak ayal membuat manusia dimanjakan dengan serba kemudahan. Lebih-lebih kemudahan mendapatkan informasi lewat penggunaan media sosial dan internet.
Untuk merespons hal tersebut, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr H Abdul Mu’ti, MEd menyebut Muhammadiyah menerbitkan buku Fikih Informasi (fiqh al-‘ilam). Lalu diperkuat lewat keputusan Muktamar ke-48 Muhammadiyah di Surakarta bagian isu strategis poin kedua yakni membangun kesalehan digital. Langkah tersebut dilakukan untuk memberikan panduan agar manusia arif dalam penggunaan media sosial dan internet di era digital sekarang.
“Kalau kita ikuti berbagai kajian dalam studi tentang era digital, diperkirakan pada tahun 2025 sebanyak 75 persen umat manusia sudah terkoneksi lewat internet. Dan ini menunjukkan bagaimana manusia memiliki jaringan dan pertautan dengan satu lainnya yang nyaris tanpa batas. Batas-batas geografis itu mungkin hanya merupakan batasan wilayah administratif suatu bangsa, tetapi tidak menjadi pembatas bagi manusia untuk berinteraksi satu dengan lainnya dalam waktu yang sangat cepat,” katanya dalam Pengajian Umum PP Muhammadiyah dengan tema "Kesalehan Digital: Membangun Ukhuwah dan Dakwah Melalui Media Sosial," Jumat (22/9).
Mu’ti mewanti-wanti agar jangan sampai masyarakat terjebak dengan kemudahan yang tersaji di era digital ini. Dibalik kemudahan itu, tentu saja ada dampak buruk bagi manusia yakni cenderung mengarah ke tabiat hidup serba instan. Yakni gaya hidup ingin segalanya serba cepat dan mudah dengan cara yang lebih praktis. Lebih-lebih dalam konteks informasi, semuanya sangat mudah dalam tempo singkat di dapat tetapi banyak yang melupakan hal ihwal keabsahan informasi tersebut.
“Sekarang kita punya budaya baru namanya scroll society. Masyarakat yang hanya menscroll saja informasi, tidak membacanya dan tidak mencernanya secara saksama. Tidak ada proses reflektif, tidak ada proses analisis, yang kadang-kadang memang membuat sebagian manusia berpikir secara eklektik dan melihat persoalan secara simplitis,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Mu’ti mengingatkan ada kecenderungan manusia dalam penggunaan media sosial untuk melakukan propaganda. Sebab itu tidak bisa dinafikan pada situasi sekarang ini, tampak nyata di ruang publik ketegangan muncuat akibat penyebaran berita hoaks. Manusia sulit membedakan informasi autentik dengan informasi hoaks, karena berita dikemas sedemikian rupa sesuai dengan realita, tetapi sesungguhnya jauh panggang dari api.
“Itu yang kadang-kadang kita juga sering kali terjebak misalnya menyebarkan berita-berita hoaks. Apalagi jika kemudian sudah ada tendensi atau kecenderungan-kecenderungan personal yang kadang-kadang membuat kita cenderung untuk hanya mencari informasi-informasi itu demi pembenaran. Tidak untuk mencari kebenaran dan berbagai perilaku yang kadang-kadang bisa memecah dan bisa membuat kita ini terbelah,” ucapnya.
Penggunaan media sosial dan internet bagi Mu’ti laik dijadikan sebagai sarana dakwah menyemai ajaran agama, khususnya agama Islam. “Saya kira Muhammadiyah perlu menjawabnya dan bagaimana mengisi dan menggunakan media sosial itu sebagai sarana kita berdakwah dan meningkatkan ukhuwah (persaudaraan),” tegas Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini. (Cris)