Melihat Tuhan Tanpa Mata

Publish

26 September 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
31
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Melihat Tuhan Tanpa Mata

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Bagaimana kita bisa percaya pada Tuhan jika kita tidak melihat-Nya? Setelah kemarin kita membahas empat alasan logis mengapa Tuhan itu ada, mungkin ada yang bertanya, "Tapi kita kan tidak bisa melihat Tuhan?" Pertanyaan ini wajar, karena pada umumnya, kita cenderung percaya pada apa yang bisa kita lihat. Namun, apakah kita benar-benar harus melihat segalanya untuk bisa percaya? Tentu saja tidak. Banyak hal yang kita percayai hanyalah hasil dari kesimpulan logis, tanpa perlu melihat buktinya secara langsung.

Misalnya, jika saya mengatakan saya punya dua koin di saku kanan dan dua koin lagi di saku kiri, Anda akan langsung menyimpulkan bahwa saya punya setidaknya empat koin. Anda tidak perlu melihat keempat koin itu, bukan? Jika Anda menerima dua pernyataan pertama itu benar, maka kesimpulan terakhir otomatis menjadi benar.

Hal yang sama berlaku untuk hal-hal besar, seperti lubang hitam. Kita tidak bisa melihat lubang hitam secara langsung. Namun, kita tahu keberadaannya dari efek yang ditimbulkannya pada ruang-waktu dan benda-benda di sekitarnya. Dengan mengamati efek-efek ini, kita tahu pasti bahwa lubang hitam itu ada.

Dengan cara yang sama, kita bisa melihat Tuhan melalui efek yang paling nyata: alam semesta dan ciptaan-Nya. Sama halnya dengan lubang hitam, kita juga bisa memahami keberadaan Tuhan dari efek-efek-Nya. Coba lihat ciptaan-Nya yang begitu luar biasa—alam semesta yang teratur, kehidupan yang kompleks, hingga keindahan yang tak terhingga. Semua ini mendorong kita pada satu kesimpulan: pasti ada seorang Pencipta dan Perancang di baliknya. Lebih dari itu, akal sehat dan moral yang kita miliki menunjukkan bahwa ada sumber kebaikan yang menciptakan kita, yaitu Tuhan yang Maha Baik.

Dukungan lain datang dari Al-Qur'an. Ketika kita membaca dan merenungi isinya, kita sampai pada keyakinan bahwa kitab ini berasal dari Tuhan, yang secara langsung menegaskan keberadaan-Nya. Jadi, meskipun kita tidak melihat-Nya, kita tetap bisa percaya pada-Nya.

Mungkin Anda bertanya, "Kenapa Tuhan tidak menampakkan Diri-Nya secara langsung agar kita yakin sepenuhnya?" Pertanyaan ini sebenarnya didasarkan pada dua asumsi; bahwa Tuhan adalah sesuatu yang bisa dilihat dengan mata dan bahwa mata kita mampu melihat segala sesuatu, termasuk Tuhan.

Padahal, tidak semua "melihat" itu harus dengan mata. Pernahkah Anda mendengar seseorang berkata, "Saya mengerti maksud Anda"? Dia tidak benar-benar melihat dengan mata, melainkan dengan pikirannya. Dia memvisualisasikan ide, memahami suatu kesimpulan, atau menangkap kebenaran. Begitu juga dengan Tuhan. Mungkin Tuhan adalah jenis wujud yang tidak bisa ditangkap oleh mata, melainkan oleh pikiran dan akal kita.

Faktanya, umat Islam meyakini bahwa di akhirat, kita akan melihat Tuhan. Meskipun detailnya masih menjadi perdebatan—apakah kita akan melihat-Nya dengan mata fisik di akhirat atau dengan mata batin yang lebih sempurna—satu hal yang pasti: mata kita di dunia ini tidak dirancang untuk itu.

Untuk memahami keterbatasan ini, mari kita ingat kisah tiga orang buta dan gajah. Masing-masing hanya bisa menyentuh satu bagian: ada yang menyentuh belalai, telinga, atau gading. Karena keterbatasan itu, mereka semua memiliki gambaran yang berbeda dan tidak utuh tentang gajah.

Lalu, bagaimana dengan Tuhan? Kita meyakini Tuhan begitu agung dan tak terbatas. Bagaimana mungkin mata kita yang terbatas bisa memvisualisasikan wujud-Nya? Jika pun Tuhan menampakkan Diri-Nya dalam bentuk cahaya, apakah cahaya itu adalah seluruh wujud-Nya?

Al-Qur'an menjelaskan, (Allahu nurus-samawati wal-ardh), atau "Allah adalah cahaya langit dan bumi". Ini bukan berarti Tuhan adalah cahaya, melainkan Dia adalah Sumber dari semua cahaya dan keberadaan. Tuhan jauh melampaui apa pun yang bisa kita bayangkan atau lihat. Seperti yang dijelaskan dalam Surah Al-An'am ayat 103, (La tudrikuhul absaru wa huwa yudrikul absara), yang artinya "Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala penglihatan itu".

Kisah Nabi Musa dalam Surah Al-A'raf ayat 143 memberikan kita pelajaran yang mendalam. Atas desakan kaumnya, Musa memohon kepada Tuhan, "Tampakkanlah Diri-Mu kepadaku." Tuhan pun menjawab, "Kamu tidak akan dapat melihat-Ku. Namun, lihatlah gunung itu. Jika ia tetap tegak di tempatnya, maka kelak kamu akan melihat-Ku."

Ketika Tuhan menampakkan kemuliaan-Nya, gunung yang kokoh itu hancur berkeping-keping. Kejadian ini membuat Nabi Musa sadar akan keagungan Tuhan yang tak terbayangkan. Ia pun bersujud dan meminta ampun, (subhanaka tubtu ilayk), menyadari bahwa permintaan itu terlalu besar bagi makhluk yang fana.

Kisah ini menegaskan bahwa mata fisik kita tidak sanggup melihat kebesaran Tuhan. Kita memang memiliki harapan untuk melihat Tuhan di akhirat—sebuah janji indah bagi orang-orang beriman. Namun, cara melihatnya pasti berbeda. Mungkin bukan dengan mata fisik, melainkan dengan pemahaman yang jauh lebih sempurna. Kita akan memahami-Nya secara utuh dengan akal dan batin di kehidupan nanti.

Lalu, bagaimana dengan di dunia? Di kehidupan ini, kita dapat melihat Tuhan dengan mata batin. Seperti saat kita memahami suatu ide, kita merasakan kehadiran-Nya melalui hati dan pikiran. Mata kita yang terbatas tidak bisa melihat segalanya, seperti kita tidak bisa melihat lubang hitam, tetapi kita yakin mereka ada karena efeknya.

Sama halnya dengan Tuhan. Kita tahu Dia ada karena efek-efek-Nya yang luar biasa dalam kehidupan kita dan alam semesta. Jika kita memupuk iman, menjalankan perintah-Nya, dan berusaha menyenangkan-Nya di dunia, kita dijanjikan akan melihat-Nya di akhirat. Al-Qur'an (Surah Al-Qiyamah ayat 22-23) menguatkan janji ini: (Wujuhun yawma'idhin nadirah ila rabbiha nazirah)—"Pada hari itu, wajah-wajah akan berseri-seri, menatap langsung kepada Tuhan mereka."

Ini adalah tujuan tertinggi kita, dan iman adalah jalan untuk mencapainya.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Hadlarah

Empat Argumen Kuat yang Menunjukkan Adanya Tuhan Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Un....

Suara Muhammadiyah

24 September 2025

Hadlarah

Panduan Islam Bermedia Sosial M. Husnaini, Ph.D., Dosen FAI UII, Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid ....

Suara Muhammadiyah

7 May 2024

Hadlarah

Buku ini menyoroti isu penting yang kerap menjadi semacam dilema ketika harus memilih kriteria kader....

Suara Muhammadiyah

19 February 2024

Hadlarah

Lebih Dekat dengan Allah Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Bagai....

Suara Muhammadiyah

19 January 2024

Hadlarah

Melihat Tuhan Tanpa Mata Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Bagai....

Suara Muhammadiyah

26 September 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah