Kenapa Muslim Bershalawat saat Shalat?

Publish

9 December 2023

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
1560
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Kenapa Muslim Bershalawat saat Shalat?

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Al-Qur’an surah 39 ayat 2-3 mengatakan bahwa hanya Allah yang harus disembah dalam shalat. Lalu, mengapa Muslim bershalawat kepada Nabi Muhammad dan Nabi Ibrahim? Bukankah shalat dan doa hanya untuk menyembah Allah? Lalu bila kaum Muslimin bershalawat kepada Nabi Muhammad, apakah Rasulullah SAW sendiri juga bershalawat kepada dirinya sendiri dalam shalat dan doa? Di sini ada dua pertanyaan. Pertama, bukankah kita hanya menyembah Allah ketika kita shalat dan berdoa? Kedua, jika Nabi Muhammad SAW adalah orang yang mengajarkan kita bagaimana shalat, mengapa beliau mengatakan bahwa kita harus mengirim shalawat kepadanya dalam shalat dan doa?

Bagian pertama dari pertanyaan itu adalah tentang monoteisme, bagaimana praktik itu mencerminkan praktik dan kepercayaan kita pada monoteisme. Lalu yang kedua bagaimana Nabi itu sendiri shalat dan berdoa. Beberapa orang berpikir bahwa mungkin tradisi itu berkembang setelah Nabi Muhammad SAW. Jadi pertanyaannya adalah dari mana kita mendapatkan ini? Allah berfirman, “Ingatlah! Hanya milik Allah agama yang murni (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia (berkata), “Kami tidak menyembah mereka melainkan (berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” Sungguh, Allah akan memberi putusan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada pendusta dan orang yang sangat ingkar” (QS 39: 3)

Adapun sejumlah ayat dalam awal surah 39 tersebut bukan bermakna bahwa kita tidak dapat menyebutkan orang lain dalam shalat dan doa. Intinya adalah bahwa kita tidak dapat berdoa kepada selain Allah. Karenanya sudah barang tentu kaum Muslimin tidak berdoa kepada Nabi Muhammad atau kepada orang lain. Kita hanya berdoa kepada Allah. Kalau tidak, orang akan keberatan. Misalnya, di dalam duduk tasyahud kita mengucapkan assalaamu `alaynaa— kita menyebutkan diri kita sendiri. Orang bisa mengatakan itu tidak benar, sebab bagaimana mungkin kita menyebutkan diri sendiri?

Jadi intinya bukan tentang menyebutkan, ini tentang kepada siapa kita berdoa. Kita bahkan menyebut para hamba yang salih, wa `alâ îbaadillaah ash-shâlihîn, kita memohon berkat agar diberikan kepada hamba-hamba Allah yang salih. Bahkan usai shalat, kita berdoa untuk anak-anak kita. Lafaz doa ini berasal dari Al-Qur’an dan sangat populer di kalangan Muslim, “Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku” (QS 20: 40). Kita bahkan juga berdoa untuk orang tua kita, “Ya Tuhan kami, ampunilah aku dan kedua ibu bapakku dan semua orang yang beriman pada hari diadakan perhitungan (hari Kiamat)” (QS 20: 41). Jadi itu bukan masalah. Itu tidak mempengaruhi monoteisme selama kita tidak berdoa kepada selain Allah Yang Mahakuasa. 

Lalu, apakah Nabi Muhammad sendiri membaca doa seperti ini? Al-Qur’an mengatakan, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya” (QS 29: 56). Kita sebagai orang-orang Mukmin juga bershalawat Nabi SAW. Merujuk ayat ini, para ahli tafsir mengatakan bahwa ketika para sahabat Nabi SAW ingin mengetahui bagaimana melakukan hal ini, maka Nabi SAW mengajari mereka macam-macam doa yang sekarang kita baca pada saat duduk tahiyyat waktu shalat maupun saat berdoa di luar shalat.

Ada buku yang menarik oleh Syaikh Nasiruddin Albani berjudul Shifatu Al-Shalâtun Nabi (Deskripsi Shalat Nabi Muhammad SAW). Dalam buku ini, Nasiruddin memiliki bab tertentu tentang tasyahud, bagaimana kita harus berdoa selama duduk akhir ini. Nasiruddin menjelaskan bahwa Nabi SAW mengajarkan para sahabat shalat seperti yang dilakukannya. Tentu ini berdasarkan riwayat dengan kata-kata yang bervariasi dari satu riwayat ke riwayat lainnya. Tetapi semua riwayat itu bermuara pada makna dasar yang sama bahwa kita meminta kepada Allah untuk memberkati Nabi Muhammad SAW dan keluarganya seperti Dia memberkati atau bershalawat kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Hadlarah

Syu’aib Musthofa (92) adalah salah satu penasihat Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Bantul, D....

Suara Muhammadiyah

18 October 2023

Hadlarah

Oleh: Donny Syofyan Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Pada 26 September 2022, ulama t....

Suara Muhammadiyah

10 January 2024

Hadlarah

Oleh: Nur Fajri Romadhon, Mahasiswa Fakultas Hukum UI dan Kader Muhammadiyah Hari-hari ini banyak w....

Suara Muhammadiyah

28 October 2024

Hadlarah

Oleh : Dartim Ibnu Rushd  Dosen Prodi Pendidikan Agama Islam-Universitas Muhammadiyah Surakart....

Suara Muhammadiyah

6 January 2024

Hadlarah

Tawakkal dan Ketenangan Jiwa Oleh: Syahbana Daulay Di era yang biasa disebut milenial ini, peran a....

Suara Muhammadiyah

18 November 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah