Membumikan Tradisi Tabayyun, Mewujudkan Masyarakat Madani

Publish

21 September 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
76
Ilustrasi

Ilustrasi

Oleh: Ika Sofia Rizqiani, S.Pd.I., M.S.I, Dosen Al Islam dan Kemuhammadiyah di Prodi Agribisnis UMMI dan Sekretaris Korps Mubalighat PWA Jawa Barat

Di era digital yang ditandai dengan derasnya arus informasi, tradisi tabayyun (klarifikasi) menjadi sangat relevan untuk diamalkan. Tabayyun bukan sekadar ajaran moral dalam Islam, melainkan juga instrumen sosial yang mampu menjaga keutuhan umat. Ketika berita, opini, dan informasi begitu cepat menyebar, umat Islam diperintahkan untuk meneliti, mengkaji, dan memverifikasi sebelum menyimpulkan atau menyebarkannya. Hal ini bukan hanya perintah normatif, tetapi memiliki implikasi nyata bagi terbentuknya masyarakat madani (civil society) yang berkeadaban, adil, dan harmonis.

Masyarakat madani yang dicita-citakan Islam adalah masyarakat yang berlandaskan pada nilai-nilai kebenaran, keadilan, musyawarah, dan penghormatan terhadap martabat manusia.

Tradisi tabayyun berperan sebagai fondasi untuk mencegah disinformasi, fitnah, dan konflik horizontal. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam modernis menegaskan pentingnya tabayyun sebagai etika sosial sekaligus kewajiban agama yang harus ditanamkan dalam kehidupan bermasyarakat.

Dalil Al-Qur’an tentang Tabayyun

Prinsip tabayyun ditegaskan dalam Al-Qur’an, salah satunya dalam Surah al-Hujurat ayat 6:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. al-Hujurat [49]: 6).

Ayat ini menegaskan kewajiban untuk memverifikasi informasi sebelum menyikapi atau menyebarkannya. Tafsir al-Muyassar menyebutkan bahwa ayat ini merupakan peringatan agar umat Islam tidak tergesa-gesa dalam menerima berita yang datang dari orang yang belum jelas kredibilitasnya. Dalam Tafsir al-Maraghi, tabayyun adalah sikap berhati-hati agar tidak terjadi penzaliman akibat informasi yang salah.

Selain itu, Al-Qur’an juga menekankan prinsip keadilan dan kejujuran dalam menyampaikan berita, sebagaimana dalam Surah an-Nisa ayat 135:

“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu orang-orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah, sekalipun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu.”

Ayat ini meneguhkan bahwa tabayyun bukan hanya tentang memverifikasi, tetapi juga menegakkan kebenaran dan keadilan dalam menyikapi sebuah kabar.

Sunnah Nabi tentang Tabayyun

Rasulullah SAW memberikan teladan penting terkait tabayyun. Dalam hadis sahih riwayat al-Bukhari dan Muslim, beliau bersabda:

كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ

Artinya: “Cukuplah seseorang dianggap berdusta jika ia menceritakan setiap apa yang ia dengar.” (HR. Muslim no. 5).

Hadis ini menegaskan bahwa tidak semua informasi layak untuk disebarkan tanpa verifikasi. Sikap kritis dan selektif merupakan bagian dari etika Islam agar umat tidak terjerumus dalam kebohongan.

Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW juga bersabda:

إِنَّ بَعْدَكُمْ قَوْمًا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الإِسْلاَمِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ

Artinya: “Akan muncul suatu kaum dari umatku yang membaca Al-Qur’an tetapi bacaan mereka tidak sampai ke tenggorokan mereka. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah melesat dari busurnya.” (HR. Bukhari-Muslim).

Hadis ini mengingatkan bahwa kesalahan memahami dan menyebarkan ajaran tanpa tabayyun dapat berujung pada radikalisme dan kesesatan.

Tabayyun dalam Perspektif Tarjih Muhammadiyah

Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah memandang tabayyun sebagai kewajiban etik dan agama. Dalam Himpunan Putusan Tarjih (HPT), Muhammadiyah menekankan pentingnya sikap berhati-hati (tatsabbut) dalam menerima informasi agama, hukum, maupun berita sosial. Tabayyun menjadi salah satu prinsip dakwah amar ma’ruf nahi munkar agar umat tidak terjebak dalam fitnah, hoaks, atau berita yang menyesatkan.

Pandangan Tarjih Muhammadiyah juga menegaskan bahwa tabayyun sangat relevan dalam konteks media sosial. Penyebaran berita palsu (hoaks) adalah salah satu bentuk ghibah atau ifk (dusta) yang dilarang syariat. Karena itu, warga Muhammadiyah dianjurkan untuk mengedepankan prinsip tabayyun dalam bermedia, sebagaimana dalam Tanfidz Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-48 yang menekankan literasi digital dan etika informasi sebagai wujud tanggung jawab dakwah Islam.

Tabayyun sebagai Pilar Masyarakat Madani

Masyarakat madani yang Islami menuntut adanya keterbukaan, keadilan, dan penghormatan terhadap kebenaran. Tradisi tabayyun menjadi salah satu pilar dalam membangun masyarakat yang beradab, karena dengan tabayyun:

Mencegah fitnah dan perpecahan. Informasi yang tidak diverifikasi dapat menimbulkan konflik, bahkan perpecahan umat. Tabayyun berfungsi sebagai filter sosial.

Menumbuhkan budaya kritis. Tabayyun mendidik umat agar tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang menyesatkan.

Mewujudkan keadilan. Dengan tabayyun, masyarakat menempatkan kebenaran di atas kepentingan kelompok atau individu.

Menguatkan ukhuwah. Klarifikasi yang benar dapat mencegah salah paham dan menjaga silaturahmi.

Dalam konteks Indonesia, membumikan tradisi tabayyun berarti menghadirkan budaya verifikasi di tengah keberagaman. Umat Islam dapat menjadi teladan dalam menjaga keutuhan bangsa melalui sikap kritis, adil, dan hati-hati dalam menyikapi isu-isu sosial.

Implementasi Tabayyun di Era Digital

Pertama, Literasi Media. Masyarakat harus dibekali kemampuan memilah sumber informasi yang kredibel.

Kedua, Etika Bermedsos. Menahan diri untuk tidak langsung membagikan informasi sebelum jelas kebenarannya.

Ketiga, Pendidikan Kritis. Lembaga pendidikan Islam perlu menanamkan nilai tabayyun sebagai bagian dari kurikulum karakter.

Keempat, Keteladanan Tokoh Agama. Ulama, ustadz, dan mubaligh perlu menunjukkan sikap tabayyun dalam menyampaikan dakwah.

Kelima, Gerakan Tabayyun Muhammadiyah. Melalui majelis, amal usaha, dan kaderisasi, Muhammadiyah dapat menggerakkan literasi tabayyun sebagai budaya warga persyarikatan.

Kesimpulan

Tabayyun adalah ajaran fundamental Islam yang memiliki dampak besar bagi pembentukan masyarakat madani. Al-Qur’an dan Sunnah telah menegaskan urgensinya, sementara Tarjih Muhammadiyah menempatkannya sebagai prinsip etik dalam beragama dan bermasyarakat. Di era digital, tabayyun harus dibumikan dalam berbagai aspek kehidupan agar umat Islam tidak terjebak dalam fitnah dan hoaks.

Mewujudkan masyarakat madani tidak cukup hanya dengan aturan formal, tetapi harus dibangun melalui tradisi dan budaya Islami yang kokoh, salah satunya tabayyun. Dengan membumikan tabayyun, umat Islam berkontribusi nyata dalam melahirkan masyarakat yang adil, harmonis, berkeadaban, dan penuh rahmat bagi semesta. 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Dinamika Identitas Muhammadiyah Menghadirkan Islam Berkemajuan di Dunia Oleh: Bayu Madya Chandra, S....

Suara Muhammadiyah

23 August 2025

Wawasan

Hikmah Hijrah (Serial Kehidupan SAW)  Oleh : Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Univers....

Suara Muhammadiyah

27 September 2024

Wawasan

Alkitab untuk Studi Perbandingan Agama Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas ....

Suara Muhammadiyah

29 November 2024

Wawasan

Pentingnya Partisipasi Orangtua dalam Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja Oleh: Wakhidah Noor Ag....

Suara Muhammadiyah

26 September 2023

Wawasan

Religius dan (Tidak) Abai Lingkungan: Membaca Temuan Survei REACT PPIM UIN Jakarta Oleh: Ahsan Jame....

Suara Muhammadiyah

12 August 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah