Bermuhammadiyah Ala Abdul Mu’ti
Oleh: Saidun Derani
Pada kesempatan Silaturahmi dan Halal Bi Halal Keluarga Besar Muhammadiyah Kota Tangerang yang dilaksanakan oleh Pimpinan Cabang Cipondoh, Ahad, 21 Apil 2024 M/12 Syawal 1445 H, bertempat di Perguruan Muhammadiyah Cipondoh Kodya Tengerang, penulis berkesempatan mendapat pembelajaran “Bermuhammadiyah ala Sekjen PP”.
Agak menarik memang tausiyah Prof. Abdul Mu’ti pada kesempatan ini karena beliau memulai dengan pantun dan ditutup juga dengan berpantun ria. Bakat ini barangkali dapat dimaklumi memang bawaan dari “orok” yang dapat dibaca dan disimak dalam “Guyon Maton Lucu Bermutu ala Muhammadiyah”.
Sekurang-kurangnya yang penulis simak dari tausiyahnya ada 7 point penting yang menjadi acuan beliau dalam bermuhammadiyah hingga sekarang. Kesan penulis apa yang diceramahkan merupakan amalan beliau berawal dari aktif di IPM kemudian berlanjut ke Angkatan Muda Muhammadiyah diteruskan pada Pimpinan Ranting sampai di Tingkat Pusat. Jadi apa yang disampaikan sudah menjadi pakaian amalan sehari-sehari berliau dalam bermasyarakat wabil khusus bermuhammadiyah.
Ketujuh point yang penulis maksud adalah selalu bersikap memotivasi dan memberi apresiasi alias bersyukur atas capaian yang sudah didapat baik untuk diri pribadi maupun melihat keberhasilan orang lain sekecil apapun, kedua, kehadiran Mauhammadiyah harus bermakna dan dirasakan bagi lingkungan sekitar, ketiga, jika membuat sebuah perencanaan jangan tanggung-tanggung sekalian besar dan berani mengambil resiko,
Keempat, dalam bermuhammadiyah dihidupkan semangat berlomba-lomba dalam mencapai kebaikan dengan memupuk sikap persahabatan, kelima, bermuhammadiyah itu adalah menanamkan bibit persahabatan sejati baik ketika duka bukan sebaliknya, keenam, pembinaan anak manusia itu berawal dari rumah kemudian berlanjut di masyarakat pengkaderannya, dan terakhir binalah persahabatan itu menjadi sebagai sebuah investasi jangka panjang.
Kayaknya jika penulis perhatikan dari berbagai kisah yang langsung penulis dengar dalam beberapa kali silaturahmi langsung dengan beliau, Sekjen PP periode 2015-2027 ini sarat dengan pengalaman meniti karir dari bawah di persyarikatan. Tidak “ujuk-ujuk” langsung bertengger di puncak sehingga tampak cukup bijak melihat warni warni dan dinamika yang ada di Muhammadiyah sekarang.
Ketujuh point itulah yang penulis tangkap dari ceramah silaturahmi keluarga besar Muhammadiyah Kodya Tangerang yang dilaksanakan Pimpinan Cabang Cipondoh dengan Ketuanya Ustad Rodjalih, S. PdI. Dengan kata lain Guru Besar Pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Pendidikan UIN Syahid Jakarta ini ingin berbagi “pengalaman” dalam mengelola sebuah persyarikatan yang sudah mendunia itu.
Dalam hidup ini sebagai khalifah fi al-ardh (lihat QS 2: 30) manusia disuruh untuk mengambil peran dan berkontribusi bagi kebaikan alam semesta. Dalam konteks inilah makna hadis Nabi yang menyebutkan bahwa sebaik-baik manusia adalah bermanfaat untuk orang lain. Orang lain di sini dimaknakan dengan ahlikum (keluarga), kerabat dekat, lingkungan sekitar dan lebih luas lagi bermasyarakat dan berbangsa serta bernegara.
Tidak ada kata yang pas dalam ber-Islam dan ber-Muhammadiyah kecuali ungkapan kata bersyukur atas apa-apa yang sudah dicapai dan apa-apa yang sudah dimiliki. Dalam konteks ini beliau mengingatkan makna Islam Berkemajuan yang sekarang menjadi motto bermuhammadiyah dalam gelombang gerakan perubahan yang begitu cepat karena didorong kemajuan bidang teknologi IT.
Makna kata syukur yang wujudnya memberi motivasi dan apresiasi atas pencapaian yang didapat dengan terus menerus menakar dan mengkaji ulang apakah yang didapat itu dalam koridor mendapat keberkahan Allah. Di sinilah kata beliau pentingnya menelaah dan menilai perjalanan persyarikatan dari syawal ke syawal dan diharapkan ketiga kata itu-syukur-motivasi dan apresiai-dapat mendorong SDM yang aktif di persyarikatan yang sangat berat (fisik dan psikisnya) menjalankan amanah organisasi tanpa gaji, dana pensiun, serta jaminan kesehatan dan pengelola Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) lembaga pendidikan, rumah sakit dan usaha bisnis yang memang ada jaminan sosial ekonominya.
Dengan demikian tegas beliau ketiga kata itu harus menjadi pakaian sehari-hari para elite dan pimpinan Muhammadiyah terutama dan utama di lingkungan persyarikatan dan dalam mengelola Amal Usaha Muhammadiyah yang sedikit banyak mendatangkan berbagai fitnah jika tidak pandai bersyukur.
Paling tidak pesan beliau ini ingin menekankan begitu pentingnya setiap insan Muhammadiyah menerjenahkan makna khalifah fi al-ardh dikaitkan dengan keaktifan di Muhammadiyah supaya berlomba-lomba menginvestasikan amalnya (social invesment).
Kehadiran Muhammadiyah memberi makna bagi lingkungan sekitar dan kehadirannya itu dirasakan masyarakat. Dalam konteks ini bahwa salah satu faktor mengapa Muhammadiyah didirikan KH. Ahmad Dahlan untuk menjawab tantangan (challenge) diri dan masyarakatnya.
Tantangan diri dimaksud di sini adalah bahwa Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi moren dan berkemajuan harus mampu merespons challenges keluarga besar Muhammadiyah secara sistemik dan terukur. Dalam hubungan mampu merespons ini maka tidak boleh tidak para elite pimpinan persyarikatan dan AUM kudu memiliki visioner yang mumpuni dan tidak hanya sebagai pemimpin lima tahunan Muscab, Musda, dan Muswil. Jadi dengan kata lain menjadi pemimpin persyarikatan dan AUM itu ada tuntutan baik di dunia apalagi di Akhirat.
Tuntutan yang penulis maksud adalah hadirnya ormas Islam Muhammadiyah memberi dampak terhadap kehidupan anggotanya baik di dunia hasanah dan di Akhirat hasanah. Dan doa inilah yang selalu diminta Nabi Muhammadiyah dalam kehidupan sehari-hari ketika sahabat bertanya doa apa yang paling banyak dibaca Nabi pasca sholat.
Dalam basic need theory dikatakan bahwa kebutuhan dasar fisik setiap manusia yang normal itu adalah pangan, sandang, papan, dan kehidupan berkeluarga. Sedangkan aspek psikis dan sosial kebutuhan manusia itu menyangkut adanya rasa kasih sayang, harga diri, rasa aman, sukses, wawasan, dan aktualisasi diri. Di persyarikatan aspek akidah yang menjadi paying utamanya sehingga lengkaplah tuntutan Tuhan kepada menusia yang diberi kepercayaan sebagai khalifah fi al-ardh.
Jika kedua kebutuhan itu tidak mampu dijawab elite pimpinan persyarikatan dan AUM maka seperti pernah penulis katakan dalam sebuah tulisan dengan judul “Degradasi Bermuhammadiyah” maka akan terjadi oksodus dan bahkan tidak mustahil ormas Muhammadiyah kehilangan daya tarik dari kalangan generasi Z termasuk generasi lansianya.
Sebab itulah pesan Sekjen PP di atas menjadi seksi dan menarik untuk diperhatikan bukan hanya sekedar didengar dalam hiruk pikuk halal bi halal silaturahmi yang bersifat serimonial tahunan, akan tetapi menjadi bagian yang integral dalam kepribadian setiap elite pengurus mulai dai tingkat paling bawah sampai atas di lingkungan persyarikatan dan AUM.
Pesan beliau tentang perencanan dan program kerja hendaklah jangan bersifat parsial dan remeh temeh akan tetapi harus dilakukan secara integral dan besar. Beliau mencontohkan bagaimana Universitas Muhammadiyah Makasar sudah melakukan lompatan besar dengan meletakkan Pembangunan Gedung Labotarium Terpadu dan Serbaguna sebanyak 14 lantai untuk menjawab tantangan masyarakat terdidik di atas (https://muhammadiyah.or.id/2024/04/unismuh-makassar-canangkan-pembangunan-gedung-laboratarium-terpadu-14 lantai)
Muhammadiyah Provinsi Banten dengan 4 PTM yang dimilikinya (UMT, UNIMAR, UMB, STIKES) tegas beliau sudah seharusnya berani melakukan lompatan yang besar dengan merujuk keberanian PWM-PWM yang ada di Indonesia lainnya dalam membuat perencanaan dan program kerja yang pada akhirnya membuat kebanggaan warga Muhammadiyah itu sendiri.
Sebagai contoh yang membanggakan adalah bagaimana Pimpinan Cabang Cipondoh, Kodya Tangerang berani mengambil keputusan dengan pembelian tanah 4 ribuan meter lebih dengan nilai 35 Milyar rupiah kerjasama dengan berbagai lembagai keuangan perbankan untuk pengembangan AUM kesehatan. “Menurut saya sikap ini sebuah tindakan yang patut diacungkan jempol’, tegas Prof. Abdul Mu’ti. Tinggal di Tingkat PWM Banten lagi perencanaan besar apa yang dicanangkan 5 tahun periode 2022-2027 mendatang.
Sebuah organisasi masyarakat yang maju tentulah menuntut adanya komitmen kebersamaan yang kuat antar sesama pengurus dan persahabatan dalam konteks lebih luas. Bukan saja hanya internal dalam bermuhammadiyah akan tetapi juga persahabatan dengan ormas Islam dan elemenen-elemenen bangsa yang lain.
Mengapa dikatakan demikian karena dalam karya berjudul “Muhammadiyah Asset Bangsa” (https://suaramuhammadiyah.id/read/muhammadiyah-asset-bangsa, 20 Februari 2024) penulis sudah menjelaskan bahwa Muhammadiyah sudah memberi kontribusi yang besar bagi bangsa ini sejak pra dan pasca kemerdekaan.
Tidak ada yang berbeda pendapat para pakar dan ahli hikmah untuk membangkitkan kesadaran sebagai manusia dan arti pentingnya sebuah kebebasan diri dan bangsa dari belenggu penjajah kecuali melalui pendidikan yang sistemik dan terukur (Abdul Mu’ti: Pendidikan Sebagai Sarana untuk Bangsa dan Manusia Berubah https://muhammadiyah.or.id/abdul-muti-pendidikan sebagai-sarana--bangsa-untuk-bangsa-dan-manusia-berubah/).
Lihatlah dan rasakan bahwa Muhammadiyah sejak awal melalui pendidikan yang didirikan sudah berhasil melahirkan para pahlawan bangsa ini (https://www.bola.com/ragam/read/5127245/daftar-nama-tokoh-muhammadiyah-yang-bergelar-pahlalwan-nasional). Sebut sajalah manusia seperti KH. Ahmad Dahlan, Jenderal Soedirman, Hj, Siti Walidah, Hj. Fatmawati Soekarno, Ir. H. Soekarno, Ir. H. Djoeanda, KH. Fachruddin, KH. Mas Mansur, Ki Bagus Hadikoeseomo, Kasman Singodimedjo, Prof. Abdul Kahar Muzakkir, A.R. Baswedan, Otto Iskandardinata, Agus Salim, Adam Maslik, Buya Hamka, untuk menyebut sebagian dari mereka itu.
Dalam konteks inilah Sekjen PP itu menyebutkan bahwa begitu strategis pendidikan membuat manusia Muhammadiyah dan manusia Indonesia untuk bangkit melawan kemiskinan iman dan dunia. Jadi orang-orang yang dipercaya memegang amanah AUM sangat berat pertanggungjawabannya baik di dunia apalagi akhirat jelasnya.
Beliau sendiri adalah bukti hidup yang dapat dijadikan rujukan bagaimana pendidikan telah melahirkan manusia Abdul Mu’ti bergelar yang paling bergengsi dalam dunia pendidikan dengan Guru Besarnya untuk Muhammadiyah, bangsa, etnisnya, keluarganya, dirinya dan dunia.
Dunia pengkaderan itu berawal dari rumah tangga. Dalam konteks ini menurut Abdul Mu’ti peranan ibu menjadi soko guru untuk melahirkan anak apakah menjadi negarawan atau sebalik menjadi penjahat besar dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Beliau menyitir sebuah hadis Nabi yang menyebutkan bahwa surga itu di bawah telapak kaki ibu. Sabda Rasul dimaknai bahwa keberhasilan pendidikan anak di rumah tangga sangat bergantung dari kemampuan seorang ibu-bukan berarti bapaknya tidak berperan- memanag (mengelola) kehidupan rumah tangga baik sikap, kata, dan proses pendidikan sejak pra-nata sampai ke tingkat dewasa.
Dalam kehidupan sehari-hari penulis juga melihat dan menemukan fakta bahwa kalau anak segan kepada ibunya maka tingkat keberhasilan dalam proses pembentukan karakter anak yang baik dan mumpuni diduga kuat berhasil baik. Akan tetapi sebaliknya kalau anak takut kepada bapaknya dan dikesankan sebagai tukang “pukul” dan “monster” kuat ditemukan berdasarkan pengalaman penulis sebagai pendidik mulai Tingkat Dasar sampai Perguruan Tinggi kejahatan anak dan remaja di masyarakat karena persoalan-persoalan ini.
Dalam konteks ini Sekjen PP menekankan begitu penting arti pendidikan bagi anak Perempuan terutama di masyarakat akar rumput yang sementara ini ada sebagian orang tua menikahkan anaknya dianalogikan melepaskan tanggungjawab (beban ekonomi) sebagai orang tua. Mereka tidak disiapkan dengan berbagai ilmu untuk siap berumah tangga. Modalnya hanya sebagai perempuan dan laki-laki yang sudah akil baligh. Celakanya lagi dengan mengutip firman Allah dan Hadis yang maknanya tidak dipahami secara baik dan benar untuk bersegera menikahkan anak.
Dalam konteks inilah pentingnya setiap kader Muhammadiyah disiapkan sejak dari rumah tangga dan terus adanya training-termasuk mengikutsertakan ahli psikologi- yang berjenjang arti penting sebuah kehidupan yang menurut Abdul Mu’ti menjadi manusia “khalifah fi al-ardh”. Siap menjadi manusia yang bahagia di dunia dan siap menjadi manusia dirindukan Akhirat.
Terakhir testimoni Sekjen PP pada Silaturahmi Keluarga Besar Muhammadiyah Kodya Tangerang itu adalah mengingatkan para elite persayarikatan dan AUM untuk memaafkan dan berlapang dada melihat perilaku para pengurus yang hanya hadir ketika acara Muscab, Musda dan Muswil dan ikut ramai kalau ada muktamar lima tahunan.
Dengan mengutip kasus teguran Allah kepada sahabat Abu Bakar Siddiq (w. 634 M) karena bersumpah tidak akan membantu kerabat dekatnya dan orang-orang yang masuk katagori fuqara wal masakin karena menviralkan fitnah kasus yang bersifat sumir terkait anaknya Siti Aisyah, istri Nabi Muhammad Saw.
Latar belakang inilah mengapa turun surah An-Nur (24), ayat 22 “Apakah tidak ingin Allah mengampunimu?” tanya Allah kepada Abu Bakar. Dijawabnya “Tentu saja, demi Allah, kami ingin Engkau mengampuni kami wahai Rabb kami”. Akhirnya ponakannya bernama Misthah bin Utsatsah yang fuqara ini tetap dibantu Abu Bakar Shiddiq sampai beliau wafat (lihat Tafsir Ibnu Katsir, jilid 6, hal. 369-371).
Sebagai Sekjen PP barangkali beliau menemukan ada Pimpinan Persyarikatan dan Pimpinan AUM yang tidak pemaaf dan tidak berlapang dada melihat perilaku para kader dalam melaksanakan kegiatan Muhammadiyah dan menjalankan amanah AUM. Hanya saja masalah pidana tentulah harus diselesaikan sebagaimana hukum yang berlaku dan tidak bisa membiarkan penyimpangan-penyimpangan yang bersifat merugikan keuangan persyarikatan dan AUM.
Demikianlah fatwa beliau bahwa menjadi elite persyarikatan dan AUM harus memiliki jiwa pemaaf dan lapanga dada bukan sebaliknya tersimpan sikap pendendam dan sikap melihat adanya berbeda pendapat dianggap musuh yang harus disingkirkan. Jika tradisi ini yang ada di persyarikatan dan AUM kemudian diawetkan maka hal ini awal kegagalan dalam bermuhammadiyah apalagi berIslam dan Beriman tegasnya.
Dari paparan yang disampaikan Prof. Abdul Mu’ti di atas yang penulis simak dengan sungguh-sungguh maka teringat lah penulis dengan fatwa Buya Hamka ketika menjadi santri beliau di Masjid Agung Al-Azhar bahwa jika tausiyah-ceramah-nasehat disampaikan dari hati maka yang menerimanya adalah hati. Sedangkan kalau ceramah-tausiyah-nasehat disampaikan dengan akal maka masuk kuping kanan lalu ke luar melalui kuping kiri.
Allah ‘alam bi ash-Shawab.
Penulis adalah Dosen Pascasarjana UM-Surby dan UM-T. Direktur Wakaf Uang PWM Banten 2022-2027