Memegang Mushaf Al-Qur'an saat Shalat Tarawih
Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Membaca Al-Qur`an saat shalat Tarawih dan shalat sunnah lainnya diperbolehkan, asalkan Anda mulai membacanya sejak awal shalat. Namun, mengambil mushaf untuk dibaca saat shalat tidak dianjurkan karena gerakan yang berlebihan yang ditimbulkannya.
Ibnu Shihab al-Zuhri, seorang tokoh yang dihormati, mencatat bahwa orang-orang yang paling taat di antara kita akan membaca Al-Qur`an selama Ramadhan. Beliau menyebutkan bahwa Dhuwan, yang merupakan pelayan Aisyah istri Rasulullah SAW, akan mengimami Aisyah shalat menggunakan Al-Qur`an selama Ramadhan.
Imam Malik menyatakan bahwa boleh bagi seorang Imam untuk mengimami shalat dengan menggunakan Al-Quran selama Ramadhan dan dalam shalat sunnah (Al-Mudawwana: 1/194). Tapi ini tidak berlaku untuk shalat wajib, di mana membaca Al-Qur`an tidak dianjurkan, baik dilakukan pada awal maupun selama shalat. Kelonggaran dalam shalat sunnah tentang gerakan tidak berlaku untuk shalat wajib.
Imam Al-Ayni berbagi kisah sejarah yang menarik tentang Anas bin Malik رضي الله عنه yang meminta seorang anak muda untuk berdiri di belakangnya saat shalat dan memegang Al-Qur`an. Setiap kali Anas lupa ayat, anak itu membantunya dengan menemukan lokasi ayat yang tepat di mushaf dan membimbingnya. Ini adalah tindakan sederhana, tetapi menunjukkan banyak hal tentang semangat dukungan dan kebersamaan dalam ibadah kita. Yang penting ini adalah preseden yang menggambarkan dibolehkannya memegang mushaf di belakang imam saat Tarawih.
Pandangan tentang hal ini sedikit beragam. Imam Malik tidak melihat masalah dengan hal tersebut selama Ramadhan. Ini menunjukkan bahwa ada ruang untuk fleksibilitas dan pengertian dalam ibadah kita. Kemudian ada ulama seperti Imam Syafi'i dan Imam Ahmad yang juga setuju dengan pendapat tersebut, menunjukkan semacam konsensus bahwa hal itu diperbolehkan.
Namun, Imam Abu Hanifah memiliki keraguan. Pendapat Imam Abu Hanifah juga banyak disepakati oleh sementara ulama hari ini. Yang tidak sepakat melihat baik makmum apalagi Imam seharusnya tdk perlu melihat mushaf ketika shalat, apalagi megang ponsel. Orang Minang menyebut kelihatan amat cayah. Al-Qur`an sendiri menyatakan “Faqra`uu maa tayassara minal qur`aan” (Bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur'an—QS Al-Muzzammil: 20). Artinya yang disuruh ialah membaca yang termudah, bukan mengejar pajangnya ayat untuk dibaca meskipun tidak hapal benar.
Ini menunjukkan betapa beragamnya perspektif dalam tradisi kita, dan kita sejatinya tidak perlu berdebat tentang masalah ini. Mereka yang memilih memegang mushaf di belakang Imam harus benar-benar memperhatikan untuk tidak mengganggu orang lain selama shalat, terutama Imam dengan ikut membaca bersamanya. Kita diingatkan untuk diam selama momen ini, untuk menghormati ketenangan dan kesucian ibadah jamaah kita.
Di dunia dawai dan perangkat saat ini, perangkat tersebut bisa dengan mudah melayani tujuan yang sama seperti anak muda di belakang Anas, tetapi perangkat tersebut memiliki gangguannya sendiri. Jadi, jika kita akan menggunakannya, kita perlu ekstra hati-hati agar tidak mengganggu ketenangan orang yang shalat di sebelah kita.
Pada akhirnya, seseorang harus mengikuti dengan diam, dengan fokus yang ke dalam dan hati yang selaras dengan Sang Pencipta. Mari kita jaga shalat kita sebagai momen koneksi yang tenang, tanpa bisikan sekalipun.