Memahami Jati Diri Muhammadiyah

Publish

14 September 2023

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
938
Memahami Jati Diri Muhammadiyah

Memahami Jati Diri Muhammadiyah

 

Oleh: M. Husnaini

(Dosen Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia, Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PWM DI Yogyakarta)

Dalam peluncuran buku Filsuf Membumi dan Mencerahkan: Menyemai dan Menuai Legasi Pemikiran Amin Abdullah yang bertempat di SM Tower and Convention Yogyakarta beberapa waktu lalu, hadir secara daring sebagai salah satu pembicara adalah Robert W Hefner. Indonesianis asal Boston University itu, antara lain, mengatakan bahwa dulu studi Islam di Indonesia dianggap pinggiran, namun kini Indonesia mengalami perubahan luar biasa. Indonesia, kata Hefner, adalah negara mayoritas Muslim dengan khazanah intelektual dan tradisi massa ormas Islam paling bagus di dunia. Perguruan Tinggi Muhammadiyah termasuk Perguruan Tinggi Islam yang terbaik.

Sebelum ini, Hefner pernah menyebut Muhammadiyah sebagai gerakan pembaruan Islam terbesar di dunia. Alasan yang dikemukakan adalah karena Muhammadiyah merupakan satu-satunya gerakan Islam di Indonesia yang terorganisasi secara modern. Unit kegiatan dan amal usaha Muhammadiyah tersebar merata di Nusantara dan beberapa di luar negeri berupa Pimpinan Cabang Istimewa Malaysia (PCIM).

Jika ditengok ke belakang, kebesaran Muhammadiyah jelas tidak dapat dilepaskan dari sosok pendirinya. KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, memang sosok pencerah. Pemikiran-pemikirannya melampaui zaman. Sulit ditemukan, misalnya, tafsir klasik yang menjelaskan makna Al-Quran sebagaimana pemahaman Kiai Dahlan. Pemaknaan Kiai Dahlan atas surah Ali Imran ayat 104, umpamanya, menjadi basis teologi organisasi modern sebagai instrumen ritual dan pemecahan problem kehidupan. Pembacaannya atas surah Al-Ma’un juga melahirkan aksi-aksi pemberdayaan berupa sekolah, rumah sakit, panti asuhan, rumah jompo, rumah miskin, dan lainnya.

Gagasan genial Kiai Dahlan tersebut, menurut Abdul Munir Mulkhan, mencairkan hegemoni tafsir Salafi. Tidak pula bisa dirujukkan secara autentik kepada Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Jamaluddin Al-Afghani, apalagi Muhammad Abdul Wahhab. Berbagai aksi sosial Kiai Dahlan mencerminkan kesesuaian antara natural tafsir Al-Quran, pengalaman kemanusiaan universal, dan temuan iptek. Rasionalisasi pemahaman dan praktik ritual mungkin diambil dari tokoh pembaru, tetapi inovasi kreatif pragmatis-humanis itu diambil dari pengalaman kaum Kristiani di Tanah Air, dipadu dengan pengalaman induktif kemanusiaan universal Kiai Dahlan sendiri.

Islam berkemajuan, identitas Muhammadiyah itu, berasal dari harapan Sang Pencerah. Kini, setelah melewati usia satu abad, Muhammadiyah sudah dan terus berjuang memenuhi harapan itu. Kalau dibandingkan dengan gerakan sosial lain di Indonesia, secara kuantitatif, Muhammadiyah dengan segala kelemahannya, masih berada di papan atas. Sejak negara ini di rahim sejarah, para pemimpin Muhammadiyah sudah aktif berbuat untuk negeri. Dalam alam Indonesia merdeka, Muhammadiyah juga turut membangun bangsa melalui ribuan amal usaha yang tersebar dari Mianggas hingga Pulau Rote, dari Sabang sampai Merauke.

Dalam buku Muhammadiyah untuk Semua, M Din Syamsuddin menuturkan rekam jejak perjuangan Muhammadiyah dalam memajukan umat. Melalui buku setebal 188 halaman tersebut, Din mendedahkan ide dan aksi Muhammadiyah yang sarat makna. Dikatakan, Muhammadiyah itu ahsanu amala, bukan aktsaru amala. Maksudnya, karya yang banyak di Muhammadiyah itu dilakukan secara ihsan, profesional. “Dalam Muhammadiyah, bukan angka yang bicara, namun kualitas yang bicara,” tulisnya.

Muhammadiyah tidak berhenti bergerak, karena hidup adalah gerak. Melalui lembaga pendidikan, Muhammadiyah turut mencerdaskan kehidupan berbangsa. Lewat lembaga pelayanan kesehatan, Muhammadiyah hendak membangun bangsa sehat dan kuat. Dengan lembaga pelayanan sosial, Muhammadiyah bermaksud meringankan beban kaum miskin dan melarat. Kemudian, para mubalig Muhammadiyah juga terus bergerilya menemui umat dan mengajak mereka menuju keberagamaan rasional dan berkemajuan.

Apa rahasia sukses Muhammadiyah? Di antara penuturan Din dalam buku tersebut, karena Muhammadiyah selalu mengembangkan prinsip jalan tengah (median position) dan menjadi tenda besar yang menaungi kemajemukan masyarakat. Muhammadiyah menjadi kekuatan penengah dan perantara (mediating and moderating force) dalam konfigurasi keragaman bangsa. Muhammadiyah menyuntikkan energi kemajuan dan kejayaan di tengah kemajemukan dan keragaman.

Dengan demikian Islam ala Muhammadiyah ialah agama kemajuan dan peradaban. Keberislaman sejati haruslah keberagamaan yang mendorong kemajuan kebudayaan dan peradaban. Kemunduran, apalagi keterpurukan, itu bertentangan dengan watak Islam. Karena itu, Muhammadiyah merasa terpanggil untuk mencerahkan kehidupan bangsa dan umat dari dulu hingga sekarang. Muhammadiyah berikan bukti, bukan janji.

Memahami hakikat dan jati diri Muhammadiyah ini niscaya. Sebab, dinamika keislaman Tanah Air semakin disesaki oleh sejumlah gerakan Islam yang militan. Gerakan Tarbiyah, Hizbut Tahrir Indonesia, Islam Salafi, Majelis Mujahidin Indonesia, Front Pembela Islam, Jamaah Tabligh, Negara Islam Indonesia, Majelis Tafsir Al-Qur’an, Ansharut Tauhid, Ikatan Jamaah Ahlul Bait, Jaringan Islam Liberal, dan paham-paham serupa kerap menggiurkan bagi sebagian warga Muhammadiyah.

Masih terdapat pula kalangan yang terjebak, dengan memahami Muhammadiyah hanya sebatas gerakan dakwah. Padahal term dakwah dalam Muhammadiyah selalu gandeng dengan term tajdid. Kata purifikasi atau pemurnian (tajrid, tanzhif) juga selalu lekat dengan kata pembaruan dan dinamisasi. Inilah yang membedakan Muhammadiyah dengan gerakan Islam mana pun di dunia. Muhammadiyah tidak hanya berbicara soal pemurnian akidah, tetapi juga memajukan kehidupan di banyak bidang. Muhammadiyah selalu welcome terhadap sumber ilmu dari mana pun, sepanjang untuk kemajuan Islam.

Dengen demikian, Muhammadiyah adalah gerakan Islam yang lincah, progresif, militan, dan selalu berada di depan organisasi-organisasi lain. Jati diri ini diamini oleh banyak pemikir dan peneliti dalam dan luar negeri. Alfian (1989) menyebut Muhammadiyah sebagai gerakan reformis. Deliar Noer (1996) menyebut sebagai gerakan Islam modern. Soekarno menyebut sebagai gerakan Islam progresif. William Shepard (2004) menyebut sebagai gerakan Islamic modernism. Nakamura (1983) menyebut sebagai gerakan yang sangat patuh dan disiplin, tetapi toleran. Charles Kurzman (2003) menyebut Kiai Dahlan dan Muhammadiyah sebagai Islam liberal.

 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Meningkatkan Kebermaknaan ‘Idul Adha Oleh: Mohammad Fakhrudin Bersyukurlah kita! Pada saat i....

Suara Muhammadiyah

31 May 2024

Wawasan

 Omon-Omon Soal Tambang  Oleh: Wahyudi Nasution Sudah lama Pak Bei tidak kedatangan tamu....

Suara Muhammadiyah

1 October 2024

Wawasan

Menangkal Ideologi Setengah Hati dan Pragmatisme Oleh: Agus Setiyono, Sekretaris PW Muhammadiyah Ja....

Suara Muhammadiyah

8 July 2024

Wawasan

Ortom Tempat Berkarya, Bukan Untuk Kepentingan Pribadi Oleh: Kens Geo Danuarta Kader IPM Lampung Ti....

Suara Muhammadiyah

26 June 2024

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Mengapa Iblis mendurhakai Allah....

Suara Muhammadiyah

27 March 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah