Oleh: Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Mengapa Iblis mendurhakai Allah padahal Allah adalah Zat yang Maha Tinggi dan Iblis tidak bisa mendapatkan keuntungan apapun dengan menyesatkan manusia ke jalan yang sesat? Mengapa Iblis tidak bertaubat saja karena Allah Maha Pengasih dan Maha Pengampun?
Ini pertanyaan yang menarik dan akan menarik untuk membahas aspek psikologis Iblis. Mengapa Iblis tidak patuh seperti itu? Kaum sufi—orang-orang yang sangat ingin dekat dengan Allah melalui zikir dan memiliki keterikatan serta kecintaan yang kuat kepada Allah—berpendapat bahwa Allah bisa saja memaafkan Iblis dengan alasan bahwa dia diperintahkan untuk bersujud kepada Adam, sementara kedekatannya dengan Allah sedemikian rupa sehingga dia tidak tahan untuk bersujud kepada selain Allah.
Terus terang ini pemikiran yang menarik, seperti Allah memerintahkan Iblis untuk bersujud kepada Adam. Bagaimana penerimaan kita jika kita berada di sana pada saat itu? Apa yang mungkin kita pikirkan tentang perintah ini? Misalkan Allah memerintahkan kita untuk bersujud kepada manusia hari ini. Ini akan sangat bertentangan dengan semua yang telah diajarkan dalam keimanan kita, bukan? Jadi ini akan menjadi tantangan nyata bagi kita.
Jawaban Islam tentang ini bahwa perintah Allah itu mutlak. Ketika Allah menyuruh kita melakukan sesuatu, kita wajib melakukannya. Dia tidak akan memerintahkan kita untuk melakukan sesuatu yang tidak bermoral atau salah. Namun, Allah menyuruh kita untuk tidak bersujud kepada siapapun kecuali Dia, lalu serta merta memerintahkan kita untuk bersujud kepada orang lain.
Nah istilah 'bersujud' di sini sejatinya bermakna bersikap rendah hati, seperti merendahkan diri di hadapan orang tertentu. Dalam masyarakat kuno, orang-orang bersujud kepada raja mereka, meski tidak selalu menganggap raja mereka sebagai Tuhan. Beberapa raja memang demikian, seperti Fir’aun yang mengklaim dirinya sebagai Tuhan. Al Qur`an merekam pernyataan Fir’aun, “Akulah Tuhanmu yang paling tinggi” (QS 7: 12). Tetapi raja-raja lain tidak selalu menyatakan diri mereka sebagai Tuhan.
Memang salah satu cara untuk menghormati seorang raja adalah dengan bersujud kepadanya secara fisik. Dalam bahasa Inggris, seseorang memanggil hakim di ruang sidang sebagai Your Honor atau Your Worship, yang bermakna ‘Yang Mulia' atau 'Yang Terhormat'. Ini tidak berarti kita menyembah dalam arti kita menyembah Tuhan. Kita hanya mengakui posisi terhormat yang dipegang seorang hakim dalam masyarakat dan sistem hukum.
Dalam bahasa Arab, istilah 'bersujud' bisa memiliki arti merendahkan diri di hadapan. Maka Iblis diperintahkan untuk rendah hati di hadapan Adam, bukan harus bersujud secara fisik. Bahkan jika itu adalah sujud secara fisik, kita seharusnya tidak berpikir secara fisik karena Iblis tidak berbentuk fisik, melainkan lebih spiritual.
Meskipun demikian, intinya adalah bahwa Iblis diperintahkan untuk rendah hati di hadapan Adam dan di sinilah dia menolak. Menurut Al-Qur`an, Iblis berkata, “Saya lebih baik daripadanya, Engkau ciptakan saya dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS 7: 12). Iblis menganggap dirinya lebih unggul karena diciptakan dari api. Dalam terminologi logika, dia melakukan apa yang disebut genetic fallacy (kesalahan berpikir genetis). Iblis berpikir karena diciptakan dari api, dia menjadi lebih unggul.
Persoalannya bukanlah dari mana Anda atau dari apa Anda diciptakan. Yang penting bahwa Adam pada saat itu adalah wakil Allah yang bakal Allah tempatkan di bumi untuk menjalankan perintah Allah dan menegakkan perdamaian dan keadilan. Allah ingin Adam ada di bumi. Karenanya, Adam berada dalam posisi terhormat. Iblis, dengan tidak mematuhi perintah Allah, sudah keluar jalur dan inilah mengapa dia diusir.
Tapi sekarang pertanyaannya adalah mengapa dia tidak menurut saja? Al-Qur`an menyebutnya sebagai kesombongan. Al-Qur`an mengatakan bahwa kesombongan tidak pantas ditunjukkan di sini. Kesombongan yang kita pahami adalah dosa primordial dan itu adalah sesuatu yang harus selalu kita waspadai.
Sebuah hadis mengatakan bahwa Allah berfirman, “Kesombongan adalah jubah-Ku.” Kesombongan hanya berhak dikenakan oleh Allah, bukan untuk dipakai orang lain, menjadi sok dan bermegah-megahan di depan orang lain. Sebaliknya, kita harus tetap rendah hati dan memberikan kemuliaan dan hormat kepada Allah.