Mengenal Nilai-Nilai Islam dalam Kehidupan Masyarakat Jepang
Oleh: Lady Nubailah Wahdah/Kader IMM Universitas Negeri Surabaya
Jepang dikenal sebagai negara maju dengan teknologi canggih, namun lebih dari itu, masyarakatnya juga menjunjung tinggi nilai-nilai positif seperti disiplin, etos kerja, dan rasa hormat terhadap sesama, yang ternyata selaras dengan ajaran Islam. Mayoritas masyarakat Jepang menganut Shinto (48,6%) dan Buddha (46,4%), agama kristen (1.1%), dan agama lainnya (4%), islam termasuk dalam agama lainnya. Meski bukan negara mayoritas Muslim, kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang mencerminkan banyak prinsip dasar dalam Islam. Di tengah perbedaan budaya dan keyakinan, nilai-nilai tersebut hadir secara nyata dalam praktik keseharian mereka.
Saya menyadari hal ini saat mengikuti program JENESYS 2024 (Japan-East Asia Network of Exchange for Students and Youths) selama tujuh hari di Jepang mewakili Muhammadiyah bersama lima kader lainnya dalam program bertema “Indonesia-Japan Multicultural Society Building Exchange (Invitation Program for Islamic Youth)”. Selama program tersebut, saya tak hanya mengamati, tapi juga berinteraksi langsung dengan masyarakat Jepang dan menemukan bahwa banyak nilai-nilai Islam yang hidup di tengah budaya yang sangat berbeda dari kita.
1. Disiplin
Jepang terkenal dengan masyarakatnya yang disiplin dan menghargai waktu. Budaya disiplin ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari seperti janji yang selalu ditepati, dan keterlambatan dianggap sebagai bentuk ketidaksopanan. Mereka sadar bahwa keterlambatan bisa menyulitkan pihak lain, sehingga menjaga waktu menjadi bentuk penghormatan sosial.
Islam juga sangat menekankan pentingnya waktu. Allah SWT berfirman:
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh..." (QS. Al-‘Asr: 1–3)
Ketika sebuah masyarakat menjadikan disiplin sebagai budaya kolektif, maka mereka sedang menumbuhkan rasa hormat dan mencegah gesekan dalam interaksi sosial.
2. Etos kerja yang tinggi
Orang Jepang dikenal memiliki semangat kerja keras dan perbaikan diri terus menerus tanpa henti, atau dapat disebut dengan semangat kaizen. Mereka memaknai bahwa pekerjaan merupakan tanggung jawab sosial, bukan sekadar pencapaian pribadi.
Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila bekerja, ia menyempurnakannya." (HR. Thabrani)
Etos kerja yang luhur bukan hanya menciptakan kemajuan, tapi juga membentuk masyarakat yang saling menopang, hidup rukun, dan jauh dari konflik sosial.
3. Toleransi Beragama
Di Jepang, masyarakat dibebaskan untuk menganut agama sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Mereka juga sangat menghormati kebebasan dalam beragama, mereka terbuka terhadap keberadaan rumah ibadah, komunitas kepercayaan lain, dan hidup berdampingan tanpa diskriminasi agama.
Islam sendiri mengajarkan prinsip toleransi yang luhur, seperti yang tertera dalam QS. Al-Baqarah ayat 256 dan QS. Al-Kafirun ayat 6 :
“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam)...” (QS. Al-Baqarah: 256)
“Untukmu agamamu, dan untukkulah agamaku (QS. Al-Kafirun: 6)
Toleransi bukan hanya soal menerima perbedaan, tapi juga menjaga hak setiap orang untuk menjalankan keyakinannya tanpa gangguan. Prinsip ini tercermin dalam suasana damai dan saling menghargai yang dibangun masyarakat Jepang.
4. Menjaga Kebersihan
Di Jepang, kita akan melihat bahwa tidak banyak tempat sampah yang tersedia di tempat umum, namun lingkungan tersebut masih tampak bersih dan minim adanya sampah. Hal ini menunjukkan bahwa menjaga kebersihan sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat Jepang. Mulai dari anak-anak yang membersihkan kamarnya sendiri, hingga orang dewasa yang menjaga kebersihan tempat umum.
Rasulullah SAW bersabda:
“Islam itu adalah bersih, maka jadilah kalian orang yang bersih. Sesungguhnya tidak masuk surga kecuali orang-orang yang bersih” (H.R. Baihaqi)
Menjaga kebersihan bukan hanya ibadah personal, tetapi juga bentuk kepedulian terhadap kenyamanan dan hak orang lain. Lingkungan yang bersih dapat menciptakan ruang yang asri, damai dan menyenangkan bagi semua.
5. Saling Menghormati dan Peduli
Penghormatan terhadap orang lain terlihat dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Jepang, mulai dari bahasa tubuh seperti membungkuk saat menyapa, mengucapkan terima kasih, hingga budaya menghindari konflik demi menjaga suasana damai. Mereka juga peduli terhadap orang tua, lingkungan sekitar, dan bahkan orang asing yang membutuhkan bantuan.
Dalam Islam, saling menghormati adalah tanda keimanan. Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak beriman salah seorang dari kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasa hormat dan kepedulian sosial inilah yang menjadi perekat masyarakat sehingga dapat menjaga hubungan antar individu tetap hangat dan penuh kasih, sekalipun dalam keberagaman.
6. Taat kepada aturan
Warga Jepang patuh pada aturan, bahkan di tempat sepi sekalipun. Ketaatan ini lahir dari kesadaran, bukan karena pengawasan. Mereka percaya bahwa keteraturan adalah kunci keharmonisan sosial.
Allah SWT berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri di antara kalian." (QS. An-Nisa: 59)
Ketaatan pada aturan yang adil menciptakan rasa aman dan kepercayaan antar sesama, karena setiap orang menjaga hak orang lain dengan kesadaran penuh.
7. Jujur dan amanah
Kejujuran di Jepang adalah hal yang sangat dijunjung tinggi. Dompet yang hilang di tempat umum hampir selalu dikembalikan ke kantor polisi atau pemiliknya, lengkap dengan isinya. Dalam pekerjaan, tanggung jawab dipegang teguh, bahkan ketika tidak diawasi.
Dalam Islam, amanah dan kejujuran adalah dua fondasi utama akhlak seorang Muslim. Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak sempurna iman seseorang bagi yang tidak beramanat dan tidak sempurna agama seseorang, siapa yang tak menepati janji.” (HR. Ahmad)
Masyarakat yang menjunjung amanah dan kejujuran akan menciptakan ruang hidup yang tenang, karena ada kepercayaan yang terbangun tanpa rasa curiga. Hal ini adalah kunci dari perdamaian sosial.
8. Sopan santun dalam berinteraksi
Etika berbicara dan bersikap di Jepang sangat dijaga. Mereka menghindari suara keras di tempat umum, mengucapkan terima kasih dan permisi secara konsisten, serta berusaha tidak membuat orang lain merasa tidak nyaman.
Dalam Islam, sopan santun (adab) adalah cermin dari akhlak yang baik. Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sopan santun bukan hanya sekadar formalitas, tapi cara menjaga kedamaian batin dan menjaga hubungan sosial tetap harmonis.
Melalui nilai-nilai tersebut, dapat kita ketahui bahwa ajaran Islam sejatinya bukan hanya untuk dihafal secara teori saja, namun juga diamalkan dalam tindakan nyata. Kehidupan yang damai, tertib, dan saling menghormati bisa tumbuh di mana saja, bahkan di tempat yang jauh dari simbol-simbol keislaman, tetapi dekat dengan ruh dan nilai-nilainya. Semoga dari contoh ini, kita semua terdorong untuk lebih serius menghidupkan Islam dalam akhlak dan sikap dimanapun kita berada, demi membangun masyarakat yang rukun dan penuh kasih di tengah perbedaan yang ada.