Mengerti Al-Qur`an lewat Sains
Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Lewat tulisan ini saya ingin mengajak kita memahami Al-Qur`an berdasarkan pengetahuan modern secara umum dan sains pada khususnya. Al-Qur`an diturunkan sekitar 1.400 tahun yang lalu. Ia bukanlah buku teks sains. Ia tidak membahas pengetahuan modern, seperti aspek psikologi dan kecerdasan emosi modern. Semua kategori ini telah dilakukan dan dibahas melalui pemikiran, pengkajian, penelitian, dan pengumpulan pengetahuan ratusan tahun oleh pelbagai generasi.
Oleh karena itu, wajar jika kita tidak mengharapkan Al-Qur`an mencakup semua ilmu pengetahuan tersebut. Di saat yang sama, kita percaya bahwa Al-Qur`an diwahyukan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Jadi, tidak mengherankan jika di satu sisi, Al-Qur`an disesuaikan dengan cara berpikir masyarakat saat itu, agar mereka dapat memahami dan menangkap pesannya.
Al-Qur`an berbicara dengan bahasa mereka dan cara mereka berbicara, menggunakan beberapa norma dan ungkapan budaya. Ia menerima begitu saja beberapa hal yang sudah diketahui, dipahami, dan dijunjung tinggi oleh masyarakat. Selain itu, Al-Qur`an juga memperkenalkan cara pandang baru terhadap berbagai hal. Ia mengubah arah, namun secara bertahap, sedikit demi sedikit.
Sama seperti kapal besar yang tidak bisa langsung berbelok 90 derajat, ia akan terbalik. Begitu pula masyarakat, mereka tidak bisa diubah seluruhnya hanya dalam satu tujuan, tetapi harus secara bertahap. Maka secara bertahap, konsep-konsep baru diperkenalkan dalam Al-Qur`an. Kita melihat hal ini terutama ketika kita sampai pada pengetahuan modern.
Beberapa hal dinyatakan dalam Al-Qur`an sedemikian rupa sehingga orang awam pada saat itu dapat memahami pesan Al-Qur`an. Namun, ketika kita melihatnya dengan kacamata modern, kita dapat melihat bahwa sebenarnya ada sesuatu yang lebih dalam Al-Qur`an daripada yang dipahami orang-orang terdahulu.
Al-Qur`an diberikan kepada kita dari sudut pandang seseorang yang mengetahui hal-hal yang bisa kita temukan di zaman modern ini. Mari kita lihat beberapa contoh yang terlintas dalam pikiran. Allah berfirman, “Dan langit Kami bangun dengan kekuasaan (Kami), dan Kami benar-benar meluaskannya” (QS 51: 47).
Gagasan bahwa alam semesta meluas atau mengembang adalah gagasan modern yang mengakar kuat. Gagasan ini pertama kali muncul pada tahun 1920-an ketika Edwin Hubble mengarahkan teleskopnya ke langit malam dan menemukan bahwa bintang dan galaksi bergerak menjauh satu sama lain dengan kecepatan tinggi.
Dia kemudian menyadari bahwa alam semesta itu sendiri sedang mengembang dan itulah sebabnya galaksi-galaksi bergerak menjauh satu sama lain. Jika alam semesta mengembang, itu berarti alam semesta kemarin lebih kecil daripada hari ini dan sebelumnya lebih kecil lagi bila kita ekstrapolasi mundur jauh ke belakang, lebih tepatnya13,8 miliar tahun yang lalu. Kita sampai pada singularitas di mana alam semesta mengembang dalam Big Bang.
Begitulah teori Big Bang ini muncul dan sekarang menjadi teori yang mengakar. Pada awalnya teori ini ditolak oleh para ilmuwan, beberapa berpendpat bahwa jika kita sampai di sana, lalu siapa yang menciptakan Big Bang? Tentu kita harus berhadapan langsung dengan Sang Pencipta. Namun ilmuwan sekular atau ateis tidak terlalu menyukai pembahasan ini.
Lalu pada tahun 1964, Penzias dan Wilson, dua ilmuwan memenangkan Hadiah Nobel untuk penemuan radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis. Ini adalah radiasi yang akan dipancarkan pada saat Big Bang. Temuan mereka ini menegaskan bahwa Big Bang benar-benar terjadi. Alam semesta telah mengembang sejak saat itu.
Al-Quran berbicara tentang ini sekitar 1.400 tahun yang lalu sebelum menjadi pengetahuan modern. Jadi banyak yang akhirnya bertanya dari mana pengetahuan ini berasal? Tetapi poin yang ingin saya sampaikan di sini adalah bahwa untuk memahami apa yang dikatakan Al-Qur`an, Anda perlu memiliki pengetahuan modern ini dan Anda perlu melihat keduanya secara bersama-sama.
Para mufasir klasik tidak mengetahui hal ini. Ada sementara mereka yang berpikir bahwa ketika Tuhan mengembangkan atau memperluas, itu berarti Tuhan Dia memperluas rezeki hamba-Nya. Tetapi mereka harus memasukkan sesuatu ke dalamnya untuk mewujudkan makna itu. Boleh jadi makna itu membantu mereka pada suatu waktu karena mereka tidak memiliki pengetahuan modern. Terus terang pengetahuan modern tidak diperlukan bagi mereka untuk memahami Al-Quran pada saat itu. Sekarang setelah dibekali dengan pengetahuan modern, kita dapat membawa pemahaman Al-Qur`an ke level yang baru.
Hal yang sama bisa kita lihat lewat karya Dr. Maurice Bucaille berjudul “The Bible, The Quran and Science: Examining the Scriptures in the Light of Modern Knowledge, beliau menunjukkan bahwa terkadang kita perlu kembali ke makna dasar kata-kata Arab dalam Al-Qur`an untuk mengetahui apa yang dibicarakan Al-Qur`an dan untuk melihat kesesuaian antara Al-Qur`an di satu sisi dan pengetahuan modern di sisi lain.
Sebagai contoh, ketika Al-Quran mengatakan bahwa langit dan bumi sebelumnya bersatu sebagai gumpalan gas, para mufasir awal memahami kata "gumpalan gas" hanya sebagai dukhan, yaitu asap. Namun sekarang, kita dapat memahami kata dukhan yang sama itu sebagai gumpalan gas. Dan ini sesuai dengan apa yang kita ketahui dari pengetahuan modern.
Lebih lanjut, Al-Qur`an mengatakan dalam Surah Al-Anbiya ayat 30, “Apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi, keduanya, dahulu menyatu, kemudian Kami memisahkan keduanya dan Kami menjadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air? Maka, tidakkah mereka beriman?”
Bagaimana langit dan bumi bersatu sebelumnya, sebelum Allah SWT memisahkan keduanya, dapat dipahami dalam istilah modern dengan Big Bang. Cara Allah SWT menciptakan semua makhluk hidup dari air sekarang memiliki dimensi pemahaman baru. Dulu orang mengira air itu hanya cairan. Jadi manusia berasal dari setetes air. Tetapi sekarang kita dapat memahami penciptaan kehidupan itu sendiri muncul dari air.
Kita menemukan komposisi organisme hidup yang sebagian besar terdiri dari air. Komposisi tubuh kita sendiri 70% terdiri dari air. Melihat Al-Qur`an berdasarkan pengetahuan modern membantu kita memperluas makna Al-Qur`an. Tapi pada saat yang sama, kita harus berhati-hati dan tidak mencoba menjadikan semua hal dalam Al-Qur`an sesuai dengan sains modern, karena sains modern adalah sesuatu yang masih berubah. Mungkin ada beberapa konsep yang sudah mapan, tetapi beberapa konsep mungkin lebih tentatif dan bisa berubah.
Kita tidak ingin ‘memburu’ setiap konsep ilmiah yang baru dan berubah dengan berujar, “Oh, Al-Qur`an mengajarkan itu.” Kita perlu menempuh jalan yang seimbang di antaranya. Kita tidak bisa menolak semua pengetahuan ilmiah dan berkata, “Mari kita tafsirkan Al-Qur`an secara terpisah." Di sisi lain, kita tidak bisa mengejar setiap teori ilmiah, karena jika kita mengatakan Al-Qur`an itu benar karena sesuai dengan teori ilmiah itu dan kemudian teorinya berubah, apa yang akan kita katakan besok?
Mengambil pendekatan yang seimbang bakal memberi kita keuntungan dari keduanya. Kita bisa memahami Al-Qur`an dengan cara yang lebih dinamis, dan kita tidak membuat Al-Qur`an menjadi bahan bulan-bulanan jika sains berubah.