YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Untuk mendapatkan santan kelapa, ia lebih dulu dipetik dari pohonnya yang tinggi lalu dijatuhkan. Kemudian dipukul dan disobek-sobek kulitnya sampai nampak batok kelapa. Setelah itu dipukul hingga terbelah, untuk kemudian dicongkel sampai terlepas dari batoknya. Tidak cukup sampai itu, kelapa masih harus diparut dengan benda yang tajam, sampai akhirnya diperas sampai kering ampasnya, barulah keluar santan yang diharapkan.
Pun ketika dimanfaatkan santan tersebut untuk berbagai macam olahan dapur, nama santan tidak mesti disebut. Seperti rendang, opor, lodeh, mangut, gulai dan sejenisnya. Ikhlas serta melalui proses yang panjang dan melelahkan.
Untuk membuat tembikar atau gerabah, pun demikian. Diambil dari tanah liat dengan cangkul atau sekop yang tajam. Dilempar dimasukkan ke dalam wadah. Lalu dipukul, dibanting, diinjak, dibuat sedemikian rupa. Kadangkala dijemur di bawah terik matahari, atau bahkan di bakar dengan suhu yang tinggi. Ini dilakukan agar mendapat produk yang bermutu dan berkualitas.
Semua itu dapat dijadikan pelajaran, dibutuhkan waktu dan proses yang tidak sebentar. Terkadang perlu dijatuhkan, dipukul, diperas, dibakar, dan seterusnya. Dalam kaitannya dengan orang yang belajar, maka seringkali murid mengalami hal-hal yang dirasakan berat, harus bangun lebih awal, mencatat, mengerjakan tugas hingga berlarut malam, tekanan dari guru, dan sebagainya. Semua demi menjadikan pribadi menjadi unggul.
Maka di Pesantren Mahasiswa K.H. Ahmad Dahlan (PERSADA), para santri diberikan berbagai macam latihan untuk menempa jasmani, akal, ruhani, hingga hubungan sosial satu sama lain. Sebagaimana pesan pada Haflah Akhirussanah Tahun 2024 yang diselenggarakan pada Ahad (21/7) di Amphitarium UAD yang lalu. Ustadz H. Thonthowi, S.Ag., M.Hum berpesan di hadapan seluruh wisudawan/wati santri TA. 2023/2024 akan habit yang harus dimiliki santri, sehingga timbul menjadi karakter yang tertanam kokoh.
Pertama, ialah Riyadhoh Jismiyyah. Bahwa santri dilatih untuk memiliki tubuh dan badan yang sehat. Fasilitas olahraga dan tapak suci di antaranya. Santri harus sehat, berani dan kuat.
Kedua, ialah Riyadhoh 'Aqliyyah. Bahwa santri diberikan bekal materi AIK dan pembinaan serta motivasi hampir tiap waktu, semua untuk meningkatkan kualitas akademik maupun non akademiknya. Maka santri harus berprestasi.
Ketiga, ialah Riyadhoh Ruhiyyah. Bahwa sehat jasmani dan akal atau prestasi yang tinggi belum ada nilainya, tanpa spiritual yang baik. Maka di Persada santri dibiasakan melakukan kebaikan dan amal shalih. Shalat fardhu berjamaah, qiyamu lail, puasa sunnah, tadarus dan tahfidz Al-Qur'an, menghafal hadis, dan sebagainya. Santri harus cerdas secara spriritual.
Keempat, ialah Riyadhah Ijtima'iyyah. Bahwa santri yang tinggal di Asrama berasal dari berbagai latar belakang daerah dan program studi. Mereka berkegiatan dan tinggal dalam satu atap yang sama. Perbedaan bahasa, budaya, suku, hingga pendidikan mengajarkan pentingnya hubungan bermasyarakat. Lebih lagi kala bulan Ramadhan, mereka melakukan pengabdian masyarakat dengan mengajar TPA, menjadi imam dan mengisi kultum di Masjid-Masjid. Bahwa santri harus cerdas secara sosial. Demikianlah pesan penting dalam sambutan Mudir. (DF/Alle)