Menyambut Ramadhan
Oleh: Saidun Derani
Kedatangan bulan Ramadhan sangat ditunggu-tunggu oleh orang-orang yang beriman di belahan bumi manapun mereka berada. Karena masalah ini menyangkut keimanan dan keyakinan dasar umat Islam. Sebab itulah mengapa kaum beriman begitu antusias menyambut kedatangan bulan Suci Ramadhan dan bersuka cita.
Selain faktor keimanan dalam bulan Ramadhan juga ada challenge dan peluang meraih kesuksesan dan keberkahan hidup dunia dan Akhirat bagi setiap muslim yang beriman. Firman Allah dan Sabda Nabi di bawah ini menjelaskan masalah itu.
Dalam Surah Al-Baqarah, ayat 183 Allah berfirman;
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Artinya:”Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian melaksanakan puasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang yang terdahulu sebelum kalian supaya kalian bertaqwa” (QS. al-Baqarah: 183).
Kata kunci di sini adalah “taqwa” (piety) yang diartikan dengan seseorang yang taat kepada Allah swt dan mau meninggalkan maksiat karena takut akan siksaNya. Dalam konteks inilah bahwa setiap muslim belum dikatakan sebagai orang yang bertaqwa jika ogah menjalankan kewajiban dan menunaikan ibadah sunnah seperti yang dicontohkan Rasulullah.
Dalam kitab “Nashaihul Ibad” karya Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 1449) nama lengkapnya adalah Syihabuddin Abu Fadhl Ahmad bin Ali bin Ahmad as-Syafi’i disyarah oleh Syaikh Nawawi bin Umar (w. 1897) nama lengkapnya adalah Abu Abd al-Mu’thi Muhammad ibnu Umar al-Tanara al-Bantani, lebih dikenal dengan panggilan Muhammad Nawawi al-Jawi al-Bantani, dikatakan bahwa makna taqwa (تَقْوَى) adalah (muhafadzah aadabil al-syariah) memelihara aturan-aturan syaiat/agama. Ditambah juga dengan makna (iqtidaa’u bi an-nabiyyi qaulan wa fiqlan) “mengikuti jejak langkah Nabi dalam ucapan dan perbuatan”.
Bahkan ditambah kata taqwa (تَقْوَى) dengan makna (husnu al-syukri fima nala bihi wa husnul al-tawakkuli fima lam yanal bihi wa husnul al-sobri fima fata bihi) bersyukur kepada Allah atas apa yang telah dia terima dan bertawakkal atas apa yang belum dia peroleh serta bersabar atas kegagaln yang dia alami”. Dikatakan juga makna taqwa adalah (hubbul al-kholili wa jughdhul al-qalili wa itbaq al-tanzili) “cinta kepada Allah benci akan dunia serta mengikuti petunjuk Alqur’an”.
Sebagian Hukama menyebutkan bahwa kata taqwa (تَقْوَى) terdiri dari 4 huruf yaitu ta’, qaf, wawu, dan ya. Huruf ta mengandung makna tadarruan (تَضَرُّعًا) yakni merendahkan diri di hadapan Tuhan dan sopan santun terhadap sesama manusia. Huruh qaf mangandung makna qanaah (قَنَاعَة) yakni kehidupan yang sederhana apa adanya, huruf wawu mengandung makna wara’ (وَرَع) yakni hati-hati memelihara diri dari hal-hal yang makruh, huruf ya’ mengandung makna yaqin (يَقِيْن) yakni meyakini kebenaran Islam.
Jadi orang yang bertaqwa itu hidupnya merendahkan diri di hadapan Allah lalu sopan santun terhadap sesama mahkluk hidup, hidup qanaah, hati-hati dan yakin terhadap qadha dan qadhar Allah. Demikianlah makna taqwa yang sudah memasyarakat adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi laranganNya.
Dalam Alqur’an dijelaskan bahwa orang bertaqwa itu akan mendapat kasih sayang Allah sebagaimana firmaNya dalam Surat Taubah, ayat 7;
اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِيْنَ
Artinya: “Sungguh Allah sangat mencintai orang yang bertaqwa”
Orang bertaqwa akan mendapatkan jalan ke luar (solusi) dari kesulitan dan mendapatkan rezeki tidak diduga-duga. Allah berfirman dalam Surat Al-Thalaq ayat 2-3;
وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُ ۥ مَخۡرَجً۬ا ـ وَيَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُۚ
Artinya: “Barang siapa bertaqwa maka Allah akan memberi jalan ke luar (solusi) dan mendatangkan rezeki yang tidak bisa diduga”.
Rezeki di sini diartikan dengan luas bukan hanya sekedar cuan akan tetapi termasuk diberikan kesehatan lahir bathin, dapat tetangga yang baik, umur panjang dengan amalan solihahnya, keberkahan hidup, memiliki teman yang solih dan dimudahkan segala urusan. Dan kalau meninggal dunia tidak menyulitkan keluarga dan orang lain.
Dan orang-orang yang bertaqwa firman Allah surat Anfal, ayat 29 bahwa akan diberi kemampuan (keberanian) membedakan mana yang haq dan mana yang bathil dan Kami (akan tutup) kesalahan-kesalahan kalian.
Demikianlah janji Allah dan goal dari pada puasa itu begitu hebat dan besar bahkan Sabda Nabi Muhammad Saw bahwa puasa untuk Ku kata Allah.
Persiapan
Melihat begitu besar intensif dan pahala puasa yang akan didapat sesuai janji Allah dan arahan Rasul di atas, maka diperlukan persiapan yang sistemik dan terukur sehingga proses dan pelaksanaan Puasa Ramadhan berjalan baik dan benar. Jangan ngasal asal puasa sehingga yang didapat hanya haus dan lapar saja.
Makna intensif dan besar pahala di sini dimaknai dengan jika sukses melaksanakan puasa Ramadhan dengan baik dan benar sebagaimana tuntunan Rasulullah maka kesulitan di dunia akan ambyar hidup terasa lapang dan ketenangan jiwa sangat dirasakan tujuh turunan seperti yang dijanjikan Allah di atas.
Dalam hubungan inilah memahami mengapa pra Ramadhan ada bulan Rajab dan bulan Sya’ban dengan selalu berdoa:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ
Ya Allah berikanlah keberkahan di bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikan kami kepada bulam Ramadhan.
Dan biasanya Rasulullah sudah mulai menyiapkan diri dengan banyak berpuasa dan bersedaqah dari biasanya pada kedua bulan tersebut sehingga kebiasaaan ini dilakukan sampai akhir Ramadhan.
Dalam konteks ini dikisahkan di Sejarah Rasulullah terdapat pada “Kitab Sirah Nabawiyyah” ketika mendengar dan mendapat informasi dari intelijen Nabi bahwa kaum kafir Quraisy Mekkah akan menyerang umat Islam di Madinah, maka Nabi Muhammad Saw melakukan berbagai persiapan, antara lain menyiapkan pasukan umat Islam dengan melatih ketrampilan berperang, meningkatkan kekuatan fisik dan mental yang prima dan mengatur strategi berperang yang pas. Disebutkan bahwa dalam Perang Badar 13 Maret 634 itu Umat Islam mengalami kemenangan yang gilang gemilang.
Begitu juga dalam pengalaman kehidupan sehari-hari membina mahasiswa di kampus UIN Syahid Jakarta dan beberapa kampus yang lain selain di masyarakat, penulis katakan bahwa tidak ada kesuksesan dalam kehidupan tanpa menyiapkan diri dengan baik. Begitu juga analogi dengan orang yang akan menikah tentulah diperlukan kesiapan ilmu berumah tangga baik mental dan ilmu dunia karena akan menjawab tantangan kebutuhan pangan, sandang, papan dan seterusnya.
Hadis Marfu’ mengatakan bahwa
الحَقُّ بِلا نِظَامٍ يَغْلِبُهُ اْلبَاطِلُ بِنِظَامٍ
(yang haq tanpa planning dan perencanaan yang baik akan dikalahkan yang bathil yang terorganisir).
Demikianlah pentingnya sebuah persiapan untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan optimal tidak bisa dianggap enteng dan remeh temeh. Sebuah keharusan menyiapkan diri sebaik-baiknya sehingga dapat melaksanakan hadis di atas sebagai perintah agama.
Sebab itulah yang perlu dipersiapkan selama bulan Rajab dan Sya’ban ini menyambut Ramadhan 445 H yang akan datang adalah:
Pertama, persiapan ruhiyah. Yang dimaksud dengan persiapan ruhiyah adalah membersihkan Aqidah dengan keikhlasan yang maksimal. Kata kuncinya adalah firman Allah dalam Surah Asy-Syam (91), ayat 9:
قَدۡ اَفۡلَحَ مَنۡ زَكّٰٮهَا
Artimya “ Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwanya”
Ayat ini dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir dikatakan bahwa beruntunglah orang yang menyucikan dirinya dengan mentaati Allah sebagaimana dikemukakan Qatadah dan membersihkannya dari akhlak tercela dan berbagai hal yang hina.
Hal yang sama diriwaytkan dari Mujahid, Ikrimah dan Sa’id bin Jubair. Ini senada dengan firman Allah dalam Surah al-A’la (87), ayat 14-15;
قَدۡ اَفۡلَحَ مَنۡ تَزَكّٰىۙ ـ وَذَكَرَ اسۡمَ رَبِّهٖ فَصَلّٰى
Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman) dan dia ingat Nama Rabbnya, lalu dia sholat”.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Zaid bin Arqam bahwa Rasulullah bersabda “Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan, ketuaan, penakut, kikir dan azab kubur. Ya Allah berikanlah ketakwaan kepada jiwaku dan sucikanlah ia, sesungguhnya Engkau sebaik-baik Rabb yang menyucikannya, Engkau Pelindung dan Penguasanya. Ya Allah sungguh aku berlindung kepada-Mu dari hati yang tak pernah khusyu’dan dari jiwa yang tak pernah merasa puas, ilmu yang tidak bermanfaat dan dari doa yang tidak dikabulkan”.
Demikian juga pernyataan Imam Abu Hamid al-Ghazali (w.1111), Hujjatul Islam, selama bulan Rajab dan Sya’ban ini hendaklah membersihkan diri dengan bertobat nasuha, melatih diri sedikit demi sedikit beramal kebajikan kemudian menjadi kebiasaan. Mengapa itu harus dilakukan karena dalam kehidupan keseharian manusia suka lalai daripada menjaga mata, telinga, hidung, lisan, pikiran, tangan, kaki, perut, di bawah perut, dan hati.
Yang barusan disebutkan di atas adalah maksiat yang tampak. Ada lagi maksiat yang tersembunyi. Di antaranya perbuatan riya’, ujub, sombong, merendahkan orang lain, pelit bin kikir, sum’ah, syirik, hasad, dengki, fitnah, gaya hidup tekor asal kesohor dan tidak kalah hebatnya adalah perasaan merasa paling pintar, paling tahu, paling rajin, paling ‘alim, paling dan paling-paling lainnya.
Maka itu perhatikan Sabda Rasulullah dalam konteks kebersihan jiwa ini bahwa barang siapa yang puasa Ramadhan karena Iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu (HR Bukhari no. 2014).
Kedua, persiapan kedua yang perlu dilakukan setelah membersihkan jiwa di atas adalah sebuah keharusan menyiapkan fikriyah atau menimba ilmu pengetahuan dengan stressing ilmu agama menyangkut pernak pernik amalan Puasa Ramadhan.
Memgapa perlu belajar atau taklim mendalami ilmu-ilmu keagamaan karena menyangkut untuk mengetahui dengan baik dan benar terkait amalan Ramadhan kewajiban dan keutamaan, syarat, rukun yang membatalkan puasa, sunnah, tarawih I’tikaf, zakat, hibah, sadaqah dan hikmahnya daripada Puasa Ramadhan.
Rasulullah berpesan dalam hadis Muttaqun alaihi;
Artinya “Jika Allah menghendaki kebaikan kepada seseorang hamba maka hatinya didorong untuk cendrung mendalami ilmu-ilmu keagamaan”.
Pada hadis yang lain Rasulullah bersabda:
Artinya :”Ingin memiliki dunia harus dengan ilmu begitu juga ingin Akhirat harus dengan ilmu dan ingin memiliki keduanya harus dengan ilmu”.
Lalu dalam Surah Al Mujadalah (58), ayat 11 Allah berfirman;
يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ
Artinya :”Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang yang berilmu beberapa derajat”.
Dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir dikatakan bahwa dengan mengutip hadis dari Imam Ahmad bahwa Umar bin al-Khattab mengangkat Nafi bin Abdil Harits menjadi pemimpin Makkah. Lalu suatu ketika Umar bertanya kepadanya:”Siapakah yang engkau angkat (pilih) sebagai khalifah untuk penduduk Lembah”? “Yang aku angkat sebagai khalifah atas mereka adalah Ibnu Abzi, salah seorang budak yang telah merdeka”, jelas Nafi.
Lalu Umar bertanya :”Benarkah engkau telah mengangkat mantan budak sebagai pemimpin mereka’? Dia pun berkata:”Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya dia ahli membaca Kitabullah, memahami ilmu Faraidh dan pandai bertutur kisah”. Lantas Umar berkata :”Sesungguhnya Nabi pernah bersabda: “yarfa’u bihaza la Kitab qauman wayadha’u bihi akhirin. Artinya:”Sesungguhnya Allah mengangkat dengan Kitab ini suatu kaum dan merendahkan dengannya sebagian yang lainnya”. (HR Muslim dari as-Zuhri).
Demikianlah pentingnya kedudukan ilmu dalam konteks kehidupan sehari-hari apalagi mendalami ilmu agama dikaitkan dengan ingin mengamalkan perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya untuk kebaikan dunia dan kebaikan Akhirat. Ingin dunia dengan ilmu, ingin akhirat dengan ilmu dan ingin keduanya dengan ilmu. Jelas dan tegas firman Allah dan Sabda Nabi Muhammad Saw.
Ketiga, langkah ketiga persiapan yang perlu dilakukan adalah menyiapkan jasadiyah atau fisik bin raga badan. Karena puasa Ramadhan ini bukan menyangkut mental saja akan tetapi termasuk puasa badan atau fisik selama satu (1) bulan penuh. Dengan demikian keduanya harus dipersiapakan secara semetris, keseimbangan.
Hadis Riwayat Muslim dan Ibnu Majah serta Baihaqi Nabi bersabda:
Artinya:”Bahwa Mukmin yang yang kuat (Fisik, Ekonomi, Ilmu) lebih disukai Allah ketimbang seorang mukmin yang lemah”. Dalam pepatah Arab dikatakan bahwa al-Ilmu salim fi jismis salim (ilmu akan sehat terdapat dalam badan yang sehat).
Tak ada perbedaan pendapat dalam masalah ini. Cukup menjadi pelajaran bagi seseorang yang ingin menunaikan ibadah Umrah dan Haji dibutuhkan fisik yang cukup prima. Jadi tidak hanya ada uang saja yang perlu dipsersiapkan, akan tetapi termasuk fisiknya. Demikian dengan melaksanakan ibadah Puasa Ramadhan.
Keempat, persiapan yang harus benar dilakukan adalah masalaha Maliyah atau uang bin diut. Mengapa ini perlu dipersiapkan dengan baik dan benar karena selama satu bulan penuh melaksanakan Puasa Ramadhan memerlukan faktor asupan gizi yang seimbang dan yang berkualitas. Lima sehat enam sempurna, faktor protein dan karbohidrat serta susu yang semua ini membutuhkan kemampuan ekonomi dan financial yang memadai.
Kisah berikut ini barangkali dapat menginspirasi pembaca. Guru-guru penulis terdiri dari para Ulama Betawi biasanya mereka mensiasati masalah ini dengan cara menabung selama 11 bulan untuk persiapan selama sebulan penuh bulan Ramadhan.
Dengan demikian orang-orang Betawi tidak begitu dikejar “mengais” rezeki sehingga mereka tak disibukkan urusan dunia dan dengan tenang dapat melaksanakan ibadah puasa Ramdhan sebulan penuh. Artinya dalam konteks ini orang-orang Betawi termasuk manusia modern versi Prof. Alex dari Harvard University, yaitu salah satu ciri manusia moderen adalah sikap hidup menabung sudah menjadi habitnya.
Masukan penulis marilah selama bulan Rajab dan Sya’ban ini menerapkan pola hidup sehat dengan beragam cara ditambah catatan jangan sampai lupa melatih mental dengan puasa-puasa sunnat, tobat dan menjaga dosa tersembunyi serta terbuka selain melatih fisik dengan olah raga yang teratur. Bagi yang sudah aki-aki dan ninik-ninik upayakan menghindari minum yang bersifat soda dan air es.
Penutup
Apa yang bisa disimpulkan dari tulisan yang bersifat singkat ini, antara lain adalah pertama mari dilaksanakan perintah Allah dan Rasulul-Nya. InsyaAllah pasti banyak hikmah didapat untuk kebaikan dunia dan Akhirat dan tidak perlu diragukan kebenaran firman Allah dan Sabda rasul-Nya yang sahih di atas.
Kedua, tulisan ini mengajak mari hidup jangan menentang sunahtullah karena akan berakibat buruk bagi seseorang karena melawan alam. Main air basah, main api terbakar, hemat bakal kaya, rajin bakal pandai. Demikian juga dengan contoh-contoh yang sudah diberikan pada narasi dan tulisan ini.
Ketiga, bagi siapa yang mengamalkan apa yang disarankan dalam tulisan ini artinya bahwa sudah melaksanakan sunnahtullah dan Sunnah Rasulullah. Tentulah imbalannya kebaikan dunia dan pahala Akhirat. Selamat menyambut Puasa Ramadhan tahun 1445 H/2024.
Allah ‘Alam bi as-Shawab
Penulis adalah Aktivis PWM Banten 2022-2027 dan Dosen Pascasarjana UM-Surby.