Mengikuti Imam Yang Kunut dan Sujud Sahwi Karena Lupa Tidak Kunut
Pertanyaan:
Sebagai makmum wajib mengikuti imam:
1. Jika saya bermakmum pada imam subuh yang kunut, apakah saya wajib ikut mengaminkan dengan baca kunut, serta mengangkat tangan sebagaimana imam atau berdiri diam saja (iktidal) dan ini yang saya lakukan?
2. Suatu ketika imam lupa kunut subuh di akhir rakaat kedua, bagaimana seharusnya yang saya lakukan? Apakah saya ikut sujud sahwi, tetapi setahu saya sujud sahwi dilakukan apabila kekurangan rukun shalat, sedangkan kunut bukan rukun shalat? Jadi yang dilakukan imam “keliru”, sehingga saya tidak harus mengikutinya, tapi jika tidak ikut sujud sahwi berarti saya tidak ikut imam sehingga jamaah saya batal.
Kaharuddin Yunus (disidangkan pada Jum’at, 28 Dzulhijjah 1437 H / 30 September 2016 M)
Jawaban:
Terima kasih sebelumnya atas pertanyaan yang saudara ajukan. Untuk menjawab pertanyaan ini perlu dikutip keterangan dari Himpunan Putusan Tarjih halaman 378 yang mendefenisikan kunut memiliki makna asli “tunduk kepada Allah dengan penuh kebaktian”. Muktamar dalam keputusannya menggunakan makna kunut yang berarti “berdiri lama dalam shalat dengan membaca ayat al-Qur’an dan membaca do’a sekehendaknya”.
Hal ini berdasarkan hadis dari Jabir r.a. bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
أَفْضَلُ الصَّلَاةِ طُوْلُ الْقُنُوْتِ... إلخ [رواه مسلم].
“Shalat yang paling utama adalah berdiri lama (untuk membaca doa) ... sampai akhir” [HR. Muslim].
Pada perkembangan sejarah fikih di masa lampau, orang telah cenderung untuk memberi arti khusus pada apa yang dinamakan kunut, yakni: “berdiri sementara” pada shalat subuh sesudah rukuk pada rakaat kedua dengan membaca doa: Allahummahdini fiman hadait ... dan seterusnya.
Dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 2 halaman 77 yang diterbitkan oleh Majelis Tarjih disebutkan “Kunut diartikan dengan arti khusus yakni berdiri lama ketika iktidal dan membaca doa: Allahummahdiniy fiman hadait ... dan seterusnya di waktu shalat subuh, hukumnya dipersilisihkan ulama. Adapun Lajnah Tarjih memilih untuk tidak melakukannya, karena dalilnya tidak kuat termasuk kunut dalam shalat witir. Adapun yang ada tuntunannya ialah kunut nazilah, yakni dilakukan setiap shalat selama satu bulan di kala kaum muslimin menderita kesusahan”.
Selain itu terdapat riwayat dari Ibn Umar r.a., ia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُو عَلَى رِجَالٍ مِنْ الْمُشْرِكِينَ يُسَمِّيهِمْ بِأَسْمَائِهِمْ حَتَّى أَنْزَلَ اللهُ} لَيْسَ لَكَ مِنْ الْأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ {فَتَرَكَ ذَلِكَ [رواه أحمد].
“Rasulullah saw. mendoakan (kebinasaan) atas orang musyrik dengan menyebut nama mereka sehingga Allah menurutkan ayat: ‘Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu, Allah menerima taubat atau mengazab mereka, karena mereka itu orang-orang yang zalim'. Lalu perbuatan tersebut ditinggalkan” [HR. Ahmad].
Dalam peristiwa yang saudara alami, yaitu shalat subuh berjamaah bersama imam yang membaca kunut, apakah sebagai makmum wajib mengaminkan dan membaca kunut serta mengangkat tangan sebagaimana yang imam lakukan atau sebaliknya hanya berdiri diam saja seperti posisi iktidal.
Pada prinsipnya seorang makmum harus mengikuti imam dalam gerakan shalat, sebagaimana riwayat dari Anas Ibn Malik bahwa Rasulullah saw. berdabda:
إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ, فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوْا , وَ إِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوْا , وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا , وَإِنْ صَلَّى قَائِمًا فَصَلُّوْا قِيَامًا [رواه مسلم].
“Sesungguhnya dijadikannya imam itu untuk diikuti. Jika ia bertakbir maka bertakbirlah kalian, jika ia rukuk maka rukuklah kalian, jika ia sujud maka sujudlah kalian dan jika ia shalat dengan berdiri maka shalatlah kalian dengan berdiri” [HR. Muslim].
Berdasarkan hadis di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa makmum harus mengikuti imam dalam semua gerakan shalat dan makmum diharamkan mendahului gerakan imam. Gerakan imam yang diikuti terbatas hanya pada gerakan rukun-rukun shalat saja, bukan semua gerakan imam. Gerakan imam di luar rukun shalat, seperti menggaruk karena gatal, batuk atau bersin, karena gerakan (aktivitas) imam yang demikian tidak termasuk dalam rukun shalat, maka tidak diikuti oleh makmum.
Sejalan dengan itu, dalam peristiwa yang saudara alami makmum tidak wajib mengikuti imam dalam hal yang tidak diyakininya sebagai rukun shalat, yaitu mengamini maupun membaca doa kunut, karena dalam ibadah harus ada tuntunan yang jelas sebagaimana kaidah fiqhiyyah yang berbunyi:
الْأَصْلُ فِي الْعِبَادَةِ الْبُطْلاَنُ حَتَّى يَقُوْمَ الدَّلِيْلُ عَلَى الْأَمْرِ.
“Hukum asal dalam ibadah adalah batal sampai ada dalil yang memerintahkannya”.
Ketika seorang makmum meyakini kunut tidak termasuk dalam rukun shalat karena dalilnya lemah, maka ia tidak perlu membacanya maupun mengangkat tangan meskipun imam membaca kunut dan mengangkat tangan. Makmum tersebut cukup mendengarkan dan tetap berdiri pada posisi iktidal sebagaimana yang saudara lakukan.
Adapun jika imam melakukan sujud sahwi karena lupa tidak kunut, maka seperti halnya dalam kunut, makmum juga tidak perlu mengikuti imam melakukan sujud sahwi karena lupa kunut, sebab tidak meyakini adanya kunut dalam shalat subuh. Sujud sahwi hanya dilakukan ketika ragu atau merasa keliru akan jumlah rakaat atau ada rukun shalat yang terlupa/tertinggal. Berkenaan dengan hal itu, ketika imam sujud sahwi karena lupa kunut, makmum tersebut cukup dengan duduk dan menunggu imam selesai sujud sahwi sampai imam selesai membaca salam.
Wallahu a‘lam bish-shawab.
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Sumber: Majalah SM No 3 Tahun 2018