SIDOARJO, Suara Muhammadiyah - Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Prof. Dr. Ma’mun Murod, M.Si., menjadi khotib salat idulfitri yang digelar Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Sidoardjo di Komplek Perguruan Muhammadiyah Sidoarjo, Jalan Mojopahit 666B, Rabu (10/4/24).
Dalam khutbahnya, Ma’mun mengajak jamaah untuk merenungi kembali hikmah ibadah puasa di bulan Ramadan. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadis qudsi bahwa adalah amal ibadah untuk Allah dan akan dibalas oleh Allah, maka Ma’mun mengajak jamaah salat idulfitri agar senantiasa meniru karakteristik ibadah puasa dalam ibadah ritual lainnya.
“Karakteristik ibadah puasa harusnya secara pelan tapi pasti ditiru dan diterapkan juga dalam menjalankan peribadatan ritual lainnya yaitu salat, zakat, dan haji, yang jauh dari kesan riya. Beribadahlah semata mencari rida Allah, bukan karena takut pada Allah atau semata ingin mendapatkan pahala,” katanya.
Ia juga menjelaskan hikmah bulan Ramadan yang perlu diperhatikan oleh umat muslim. Selepas Ramadan umat muslim memasuki bulan Syawal yang berarti peningkatan dan diharapkan ada peningkatan dari segi ibadah baik yang bersifat habluminannas maupun habluminallah.
Oleh karenanya, Ma’mun menegaskan agar umat muslim tidak menurunkan semangat beribadah setelah Ramadan. Ibadah yang ditunaikan dalam jumlah banyak selama Ramadan seperti tadarus Al-Qur’an, salat malam, iktikaf, dan sedekah hendaknya tidak berhenti.
“Kalau kita mengkaji ayat-ayat terkait puasa secara kritis, maka tegas bahwa pesan fundamental puasa adalah pentingnya menghadirkan nilai-nilai sosial kemanusiaan. Ayat-ayat puasa tidak menekankan pesan-pesan yang bersifat ritualistik. Tengok saja Al-Baqarah Ayat 184 dan 185.,” tuturnya.
Ma’mun menerangkan makna puasa dari dua asal kata yaitu al-shiam atau al-shaum. Al-shiam berarti puasa dengan menahan diri untuk tidak makan, minum, dan bergaul dengan suami/istri sejak fajar sampai magrib.
Sedangkan al-shaum bermakna lebih dari al-shiam, tidak hanya mencegah pada apa yang didefinisikan dari kata al-shiam tapi juga menahan berbicara, mendengar, melihat, dan bahkan pikiran dari hal-hal yang merusak ibadah puasa.
“Menurut Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin, inilah bentuk puasa sesungguhnya yang akan mengantarkan manusia pada derajat takwa,” pungkas Ma’mun. Makna puasa dan Ramadan yang dijabarkan itu menurut Ma’mun seharusnya dapat menjadi fondasi kuat bagi umat Islam dalam membangun sumber daya.
Hal itu dikarenakan hikmah ibadah puasa juga dapat dirasakan pada aspek sosial. Seseorang yang ibadah puasanya berhasil, menurut Ma’mun akan dapat mengendalikan diri misalnya tidak korupsi. Ia menegaskan bahwa apabila ibadah puasa yang ditunaikan umat muslim di Indonesia berhasil, maka buruknya indeks pembangunan manusia, angka stunting, dan tingkat IQ tidak terjadi.
“Kalau hikmah puasa ini bisa dihadirkan secara menyeluruh, terlebih di lingkup elit penguasa, maka yakinlah Indonesia akan menjadi negara yang baik-baik saja. Indonesia akan menjadi negara yang digambarkan dalam al-Quran yaitu baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur. Aamiin ya rabbal alamin,” tutup Ma’mun.
Selain Rektor, Wakil Rektor IV UMJ Dr. Septa Candra, MH., juga berkesempatan menyampaikan khutbah salat id di Masjid Jamik Desa Nelan Indah, Kec. Taramang Jaya, Kab Mukomuko, Provinsi Bengkulu. Septa mengajak para jamaah untuk merenungi hikmahnya setelah menjalani ibadah puasa Ramadan.
Sebagai buah dari ramadan adalah menjadi hamba Allah yang bertaqwa. Taqwa dalam arti tercermin dalam diri sifat tawadu, qonaah, wara’, dan yakin. Selain itu, idulfitri juga diharapkan menjadi momen umat muslim untuk saling memaafkan.
“Hal ini menjadi penting sebagai penyempurna ibadah puasa Ramadan sehingga di bulan Syawal ini kita benar-benar kembali kepada fitrah (kesucian) tanpa ada beban satu dengan lainnya,” ungkap Septa.