"Kamu melihat masalah jangan seperti melihat halaman rumahmu yang sempit itu." —Buya Syafii
YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Berdasarkan laporan yang dikeluarkan Kompas tanggal 18 November 2024, bertepatan dengan Milad 112 tahun Muhammadiyah, publik memberikan apresiasi kepada Muhammadiyah atas perannya di berbagai bidang seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, hingga dalam hal menyuarakan kepentingan rakyat.
Dalam laporan itu, kepuasan publik terhadap Muhammadiyah cukup tinggi, nilainya menyentuh 91 persen. Ini menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat kepada Muhammadiyah sangat tinggi. Angka ini tentu tidak datang begitu saja. Berbagai kiprah terus dilakukan Muhammadiyah dalam upaya menghadirkan kemakmuran untuk semua.
Dalam Konsolidasi Majelis, Lembaga, Biro, Pimpinan Pusat Muhammadiyah Pra Tanwir yang berlangsung di Universitas Aisyiyah Yogyakarta (21/11), dihadiri seluruh elemen pimpinan majelis dan lembaga tingkat pusat, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Dr. Haedar Nashir, M.Si menyambut baik capaian tersebut.
Meski mendapatkan respon baik dari masyarakat, Haedar menggarisbawahi bahwa tantangan dan masalah yang dihadapi Muhammadiyah ke depan tidak mudah. Problem yang dihadapi Muhammadiyah terus berkembang seiring dengan dinamika yang ada, baik internal maupun eksternal. "Tantangan dan masalah berjalan seiring dengan posisi kita. Ini untuk menguji kemampuan kita," ujarnya.
Menurutnya, dinamika yang dihadapi Muhammadiyah kian kompleks. Ia pun mendorong seluruh pengurus di semua majelis dan lembaga bergerak kian progresif. "Tantangan kita berat. Kita mesti lebih progresif lagi," pesannya.
Dalam kaitannya dengan tantangan yang kian berat ini, Guru Besar Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu menyoroti masalah jumlah anggota Muhammadiyah yang dinilainya tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini didasarkan pada data jumlah warga Muhammadiyah yang memiliki KTA (Kartu Tanda Anggota) stag di angka 1,5 juta jiwa.
Melihat kenyataan tersebut, Haedar pun meminta majelis dan lembaga terkait, khususnya yang bergesekan langsung dengan generasi muda untuk segera menyiapkan langkah-langkah strategis dan visioner. Dakwah yang menyasar anak muda perlu menjadi perhatian demi eksistensi Muhammadiyah di masa-masa mendatang. “Mungkin sekarang mencukupi (jumlah kader), tapi ke depan belum tentu,” ujarnya.
Masih dengan permasalahan yang sama, Haedar menyampaikan proyeksinya terkait generasi mendatang yang dinilainya sangat progresif. Sekelompok anak muda minoritas yang memiliki etos tinggi, menguasai berbagai ilmu dan kecanggihan teknologi, serta memiliki nasionalisme yang tinggi. Namun yang menjadi pertanyaan dan sekaligus tantangan bagi Muhammadiyah, dengan cara apa Muhammadiyah siap mengisi ruang sedemikian rupa guna menyiapkan kader dan SDM unggul di 100 tahun usia Indonesia.
Untuk menjawab hal ini, Haedar menegaskan perlunya Muhammadiyah bergerak dalam koridor. Adapun koridor yang dimaksud adalah 10 kepribadian Muhammadiyah. “Karena kita berkerja dalam koridor, maka harus terpetakan dan senantiasa berada dalam paham serta pandangan Islam berkemajuan,” tegasnya.
Ia menambahkan, bergerak dengan cara ini (dalam koridor) dapat membuat program menjadi tersistem dan rapi. Namun ia juga tidak menampik bahwa bergerak dengan koridor juga dapat membuat sebuah gerakan menjadi terbelenggu dan tidak leluasa. Oleh karenanya dibutuhkan kebijaksanaan (wisdom) yang melampaui untuk mengakselerasikan seluruh program agar sukses sesuai harapan.
Meminjam Buya Syafii Maarif, "Kamu melihat masalah jangan seperti melihat halaman rumahmu yang sempit itu." (diko)