Muhammadiyah dan Standar Kemanusiaan Dunia Baru

Publish

25 October 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

1
139
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Muhammadiyah dan Standar Kemanusiaan Dunia Baru

Oleh: Dwi Taufan Hidayat, kader Muhammadiyah di Kab. Semarang, alumni PW IPM DIY dan PW IPM Jateng

Langkah Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) dalam meraih pengakuan resmi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai Emergency Medical Team (EMT) Type 1 Fixed bukan sekadar capaian administratif. Ini adalah pengakuan global atas konsistensi, profesionalisme, dan etos kemanusiaan Islam yang bekerja dalam senyap namun berdampak nyata bagi peradaban manusia.

Pengakuan WHO terhadap MDMC, yang tercatat dalam dokumen verifikasi bertanggal 19 Oktober 2025 di Yogyakarta, menegaskan bahwa lembaga ini telah memenuhi standar internasional dalam aspek klinis, logistik, serta sanitasi dan air bersih (WASH). Sertifikasi EMT Type 1 Fixed berarti MDMC kini diakui sebagai tim medis yang mampu dikerahkan untuk penanganan darurat di tingkat global setara dengan tim-tim terbaik dunia dalam operasi kemanusiaan lintas negara.

Di dunia yang makin kompleks dan rentan terhadap bencana, prestasi ini bukan sekadar kebanggaan simbolik. Ia adalah bukti bahwa organisasi masyarakat sipil berbasis nilai keagamaan mampu menembus dominasi lembaga-lembaga internasional yang biasanya diisi oleh aktor negara dan organisasi besar. MDMC membuktikan bahwa spirit rahmatan lil alamin dapat menjelma dalam bentuk sistem, prosedur, dan ketangguhan medis yang terukur secara global.

Sertifikasi WHO ini sekaligus menjadi validasi terhadap tradisi panjang Muhammadiyah dalam bidang sosial dan kesehatan. Sejak masa KH Ahmad Dahlan, Muhammadiyah telah memandang pelayanan sosial sebagai ibadah yang konkret menghadirkan Islam dalam bentuk tindakan nyata bagi sesama manusia. Kini, warisan itu tumbuh menjadi sistem manajemen bencana yang diakui dunia. Dari rumah sakit modern hingga respon cepat terhadap gempa, banjir, dan pandemi, Muhammadiyah menunjukkan bahwa dakwah bisa dilakukan melalui profesionalisme dan ilmu pengetahuan.

Lebih jauh, pencapaian MDMC juga menjadi kritik elegan terhadap lemahnya tata kelola kebencanaan di banyak negara berkembang. Dalam banyak kasus, bencana lebih banyak dikelola dengan pola reaktif, seremonial, dan tanpa standar medis yang memadai. MDMC menempuh jalur sebaliknya: membangun kapasitas sejak awal, mengintegrasikan protokol internasional, dan melatih relawan dengan disiplin ilmiah. Hasilnya, tim yang siap diterjunkan kapan saja tidak hanya untuk bangsa sendiri, tetapi juga untuk dunia.

Kritik yang melekat dalam pencapaian ini adalah mengapa lembaga masyarakat sipil mampu bergerak lebih cepat, sistematis, dan terstandar, sementara banyak lembaga negara justru terjebak dalam birokrasi dan formalitas. MDMC menjadi bukti bahwa efektivitas bukan monopoli pemerintah, melainkan lahir dari nilai-nilai keikhlasan, integritas, dan akuntabilitas. Dalam konteks inilah, sertifikasi WHO menjadi semacam tamparan moral bagi banyak institusi yang selama ini hanya sibuk dengan jargon pelayanan publik tanpa kerja nyata di lapangan.

WHO dalam surat verifikasinya menyebut bahwa tim EMT yang dikunjungi telah demonstrated to meet the principles and core standards of an internationally deployable EMT. Pernyataan ini memiliki makna besar: Muhammadiyah kini menjadi bagian dari ekosistem global penanggulangan bencana. Artinya, ketika terjadi krisis kemanusiaan di negara lain baik akibat konflik, wabah, maupun bencana alam MDMC memiliki hak dan kapasitas untuk terlibat sebagai bagian dari respons dunia. Ini bukan hanya pengakuan, tapi juga amanah kemanusiaan yang berat.

Di tengah dunia yang sering kali memandang Islam dari sisi stereotip ekstremisme, capaian MDMC menjadi narasi tandingan yang kuat: Islam Indonesia yang bekerja dalam diam, menolong tanpa pamrih, dan memadukan iman dengan ilmu pengetahuan. MDMC adalah wajah Islam yang menenangkan, bukan menakutkan; Islam yang memberi solusi, bukan menambah luka. Dunia membutuhkan lebih banyak lembaga seperti ini yang membawa nilai spiritual ke dalam praktik profesional tanpa kehilangan esensi kemanusiaannya.

Dari sudut pandang geopolitik, langkah ini juga memperkuat diplomasi kemanusiaan Indonesia. Dalam forum internasional, kemampuan sebuah lembaga dari Indonesia untuk mencapai klasifikasi EMT WHO menambah kredibilitas negeri ini sebagai humanitarian hub di kawasan Asia Tenggara. Artinya, Indonesia tidak hanya dikenal karena bencana yang menimpanya, tetapi juga karena kemampuannya membantu negara lain. Muhammadiyah dalam hal ini memperluas cakrawala diplomasi kita ke ranah kemanusiaan berbasis masyarakat sipil.

Namun tantangan pasca verifikasi justru baru dimulai. Sertifikasi WHO bukan garis akhir, melainkan garis start untuk tanggung jawab yang lebih besar. MDMC harus menjaga konsistensi, memperkuat infrastruktur medis dan logistik, memperluas jejaring pelatihan, serta terus beradaptasi dengan standar baru. Dunia kemanusiaan sangat dinamis, dan reputasi internasional hanya bisa bertahan bila diiringi dengan kinerja yang terus meningkat.

Kementerian Kesehatan, BNPB, dan lembaga-lembaga kebencanaan lain seharusnya tidak hanya bangga, tetapi juga belajar dari model manajemen Muhammadiyah. Ketika birokrasi sering terjebak dalam proyek, MDMC justru menumbuhkan gerakan dari nilai. Ketika instansi pemerintah berorientasi pada laporan kegiatan, MDMC berorientasi pada hasil lapangan. Perbedaan filosofi inilah yang membuat organisasi ini lebih dipercaya oleh masyarakat dan kini diakui oleh dunia.

Sertifikasi dari WHO ini juga menunjukkan bahwa kekuatan bangsa tidak selalu datang dari pusat kekuasaan, melainkan dari akar rumput yang memiliki semangat kolektif untuk menolong sesama. Dalam setiap relawan MDMC yang bekerja di daerah bencana, tersimpan nilai luhur tentang kemanusiaan yang melampaui agama, suku, dan bangsa. Inilah model civil society yang ideal: independen secara moral, profesional secara teknis, dan kolaboratif secara sosial.

Di masa depan, langkah MDMC akan menjadi referensi penting bagi penguatan sistem tanggap darurat nasional. Pemerintah seharusnya membuka ruang kolaborasi lebih luas dengan lembaga-lembaga berbasis masyarakat, bukan sekadar menjadikan mereka mitra simbolik. Indonesia memiliki modal sosial besar melalui ormas seperti Muhammadiyah, NU, dan lembaga-lembaga kemanusiaan lainnya. Bila dikelola dengan sinergi, bangsa ini tak hanya tangguh menghadapi bencana, tapi juga disegani karena kemanusiaannya.

Pada akhirnya, sertifikasi WHO untuk MDMC adalah perayaan atas profesionalisme yang tumbuh dari nilai. Ia membuktikan bahwa amal saleh bisa menembus batas negara, dan bahwa kerja kemanusiaan adalah bahasa universal yang menyatukan umat manusia. Di dunia yang penuh ketegangan politik dan kepentingan ekonomi, Muhammadiyah mengajarkan menolong sesama adalah bentuk dakwah tertinggi dan kini dunia pun mengakuinya.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Pemimpin Itu Kadang Kesepian Oleh: Iu Rusliana, Dosen Program Magister Manajemen (MM) Uhamka Jakart....

Suara Muhammadiyah

8 August 2025

Wawasan

Meningkatkan Keterampilan Pendidikan Vokasi Oleh: Wiguna Yuniarsih, Wakil Kepala SMK Muhammadiyah 1....

Suara Muhammadiyah

10 October 2024

Wawasan

Oleh:  Drh. H. Baskoro Tri Caroko. LPCRPM PP Muhammadiyah Bidang Pemberdayaan Ekonomi, Seni Dan....

Suara Muhammadiyah

29 July 2024

Wawasan

Sains dan Sunnah: Membongkar Khasiat Jahe yang Disebut dalam Al-Qur'an Oleh: Wakhidah Noor Agustina....

Suara Muhammadiyah

10 October 2025

Wawasan

Menyoal Garis Kemiskinan Bank Dunia: Membaca Ulang Realitas Kemiskinan Indonesia Oleh: Mohammad Nur....

Suara Muhammadiyah

7 May 2025