ORMAS, OMS dan LS

Publish

10 November 2023

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
1815
Sumber Foto Unsplash

Sumber Foto Unsplash

Oleh: Khafid Sirotudin

Ormas singkatan dari organisasi massa atau organisasi masyarakat. Sebagaimana disebutkan  di dalam UU nomor 17/2013 dan Perppu Nomor 2 tahun 2017, organisasi masyarakat (ormas) adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Ormas bersifat sukarela, sosial, mandiri, nirlaba dan demokratis. Terkait dengan ciri-cirinya, ormas dapat mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan kehendak dan cita-cita yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. 

Selain Ormas, ada organisasi masyarakat sipil (OMS/Civil Society Organization) yang berbeda bentuk, aktivitas, sumberdaya manusia, sumber dana dan sarana prasarananya. Kita mengenal juga adanya Yayasan, Perkumpulan atau Himpunan Masyarakat Adat, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), Asosiasi/Perhimpunan/Organisasi Profesi maupun Komunitas. Berbeda dengan Partai Politik (Parpol) sebagai satu-satunya organisasi yang diperbolehkan sebagai peserta pemilu berdasarkan Konstitusi dan Undang-undang.

Dalam dua dasawarsa kita menyaksikan munculnya berbagai komunitas lain berdasarkan hobby dan kepemilikan barang/kendaraan "merk, brand, jenis dan spesifikasi" tertentu. Terlihat dari berbagai stiker yang terpasang di kaca mobil ataupun logo di kaos oblong. Sebuah "budaya baru" masyarakat sebagai antitesa pergumulan peradaban yang semakin kapitalistik di era "industrialisasi" produk (barang dan jasa) yang berorientasi "profit dan duit", serta menyasar hampir semua sendi kehidupan ekonomi, sosial dan spiritual sekalipun.

Jika dilihat dari UU, salah satu fungsi ormas adalah berpartisipasi dalam menjaga keamanan dan ketertiban sosial, menyalurkan aspirasi anggotanya serta mewujudkan tujuan negara. Di berbagai negara lain, kebanyakan organisasi hanya berbentuk dua saja. Yaitu organisasi pemerintah (GO) dan organisasi non pemerintah (Ornop/NGO). Sebab kebanyakan ormas (NGO) tersebut lahir dan berdiri setelah terbentuknya sebuah negara merdeka. Sedangkan di Indonesia, berbagai ormas agama dan umum lahir jauh sebelum Indonesia merdeka.

Berdasarkan data yang dihimpun Kemendagri, jumlah ormas di Indonesia mencapai 344.039 (2017) dan bertambah menjadi 431.465 ormas pada Desember 2019. Sebagian besar Badan Hukum ormas tersebut berbentuk Yayasan dengan latar belakang kelompok sosial dan agama. Yayasan-yayasan itu secara massif lahir di Era Reformasi, pasca tumbangnya rezim Orde Baru yang membatasi berdirinya ormas/yayasan, serta "memaksa" parpol melakikan fusi. 

Di abad teknologi informasi, muncul fenomena baru lahirnya beragam "ormas sosmed" atau "ormas digital". Yaitu sebuah entitas ormas tertentu yang beralamat dan super aktif melakukan aktivitas melalui internet, laman media sosial dan berbagai platform digiital. Kami yakin banyak pemegang handphone dan android pernah menerima notifikasi berupa ajakan untuk berderma, bersedekah maupun berbagi melalui "yayasan/lembaga" berlabel Islam. Meskipun ketika kita lakukan klarifikasi (tabayyun) dan verifikasi ke departemen/instansi pemerintah sebagai pemegang otoritas, keberadaan berbagai ormas/yayasan itu dhaif bahkan ghaib.

Dari banyaknya ormas yang lahir jauh sebelum dan sesudah kemerdekaan, terdapat dua ormas terbesar, dilihat dari sisi jumlah anggota dan amal usaha, yaitu Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama yang berbasis agama Islam. Muhammadiyah adalah ormas terbesar pertama dalam jumlah Amal Usaha bidang Sosial, Pendidikan Formal dan Kesehatan, serta banyaknya asset yang dimiliki. Adapun NU merupakan ormas terbesar pertama dalam jumlah anggota, pondok pesantren dan penguasaan institusi budaya sosial keagamaan (majelis taklim, thariqat dan mushola).

Menurut data yang dihimpun Kemenag tahun 2019, Muhammadiyah memiliki anggota lebih dari 60 juta orang yang tersebar di seluruh Indonesia. Sedangkan NU memiliki anggota mencapai 91,2 juta jiwa. Dari sisi persebaran, anggota Muhammadiyah di Jawa sebesar 52,3 %, Sumatra 36,1% dan sisanya tersebar di seluruh provinsi dan kepulauan di Indonesia. Secara nasional, persebaran anggota Muhammadiyah lebih mendekati sebaran penduduk Indonesia manakala dibandingkan ormas lainnya.

Ormas yang memiliki anggota terbesar ketiga di Indonesia setelah NU dan Muhammadiyah adalah Pemuda Pancasila (PP). Berdasarkan data Kemendagri 2017, anggota PP berjumlah 9 juta orang. Dan diperkirakan tahun 2024 mendatang bertambah menjadi 10 juta orang. Mengutip dari laman Pemuda Pancasila Jateng, cikal bakal organisasi ini adalah IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia), yang merupakan sayap politik dari para petinggi militer yang masih aktif dalam kedinasan pada 1959. Sejumlah pendiri IPKI, diantaranya Ahmad Yani, AH.Nasution, Gatot Subroto dan masih banyak lainnya. 

Pada saat itu, para tokoh jenderal tersebut tidak bisa terjun ke dunia politik, karena adanya larangan untuk aktif di ranah politik praktis. Karena itu IPKI lahir dengan tugas untuk melindungi NKRI dari rongrongan bahaya komunis yang dimotori oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Konon pada saat itu, gerakan PKI selalu dibayang-bayangi oleh IPKI. Sehingga saat PKI melakukan manuver politik mendirikan Pemuda Rakyat, lalu IPKI mendirikan Pemuda Pancasila (PP) pada 28 Oktober 1959. Tercatat dalam sejarah, terjadinya sejumlah bentrokan fisik antara PP dengan Pemuda Rakyat di beberapa daerah.

Warga Muhammadiyah "Menurun"

Lembaga Survey (LS) di bidang politik dan kebijakan publik, banyak lahir di era reformasi khususnya sejak Pemilihan Presiden (Pilpres) secara langsung untuk pertama kali di tahun 2004 dan Pilkada Langsung 2007. Kehadiran lembaga survey politik untuk kepentingan demokrasi elektoral menandai arus baru hadirnya "industrialisasi LS" yang mewarnai Pilpres dan berbagai Pemilukada se Indonesia. Publik sudah semakin cerdas mensikapi plus-minus, baik-buruk dan shahih-dhaif atas hasil survey yang "sesuai kepentingan" konsumen pemesannya. 

Metode penelitian dipakai oleh pakar ahli statistik, sosial politik dan ekonomi, baik kuantitatif maupun kualitatif, merupakan kelaziman dan sah adanya. Namun yang musti kita ingat, yaitu adanya persyaratan nilai kejujuran dan fairness yang harus dijunjung tinggi sebagai nilai dasar seorang peneliti dan ilmuwan. Sebagaimana postulat menyatakan : "hasil sebuah penelitian harus jujur, meskipun hasilnya salah". Berbeda dengan adagium di kalangan kebanyakan politisi : "boleh tidak jujur, asal hasilnya baik" sesuai kepentingannya.

Berbagai survey politik, secara metodologi ilmu statistik dan ilmu sosial dianggap benar dan lazim menggunakan teknik sampling (stratified random sampling, multistage random sampling/ cluster sampling, dll) disebabkan keterbatasan waktu, tenaga dan biaya. Kalau mau akurasi tinggi memakai teknik sensus. Dari berbagai pelaksanaan Pemilukada selama ini, sependek pengamatan kami, lebih banyak kandidat yang mengalami kekalahan dalam kontestasi demokrasi elektoral, meski telah menggunakan jasa lembaga survey berbayar mahal untuk mendampingi. Bagi saya pribadi, masih lebih sulit dan rumit penerapan ilmu ekonometrika yang diajarkan para dosen ketika menjadi mahasiswa Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan.

Pada akhir Setember 2023 lalu, pendiri Lingkaran Survey Indonesia (LSI), Denny Januar Ali merilis hasil survey pada Agustus 2023, 2104 dan 2005, yang menyatakan "pemilih yang merasa warga Muhammadiyah menurun dari waktu ke waktu". Pada hasil survey tahun 2005, sebanyak 9,4% responden menjawab merasa bagian dari keluarga besar Muhammadiyah. Namun angka itu menurun pada tahun 2014 dengan pertanyaan yang sama, hanya sebesar 7,8%. Dan pada survey Agustus 2023, persentasenya semakin menurun di angka 5,7% saja. "Selama 18 tahun, warga yang merasa bagian dari Muhammadiyah menurun hampir separuhnya", kata Denny JA saat dikonfirmasi beberapa media, Sabtu (23/9/2023).

Dalam release hasil survey tersebut, Denny JA juga menerangkan dari sisi teritorial, 77 persen warga NU menetap di pulau Jawa, sedangkan warga Muhammadiyah yang menetap di Jawa sebanyak 60 persen. Warga persyarikatan lebih tersebar ke banyak pulau, dimana 35 persen menetap di Sumatera. Dia pun mengungkapkan, sebanyak 67,5% warga Muhammadiyah menyatakan bahwa agama dan politik tidak bisa dipisahkan. Persentasi ini lebih banyak apabila dibandingkan warga NU sebesar 50 persen.

Terhadap pemaparan hasil survey LSI tersebut, beragam sikap warga Muhammadiyah terlihat di berbagai WA-Group, media online, media cetak dan sosmed lainnya. Sebagian bersikap "tidak terima" dengan pemaparan Denny JA, namun sebagian besar mensikapi secara moderat. Apalagi release hasil survey LSI itu dilakukan di waktu tahapan pemilu telah dimulai oleh KPU. Terutama oleh politisi peserta pemilu yang berkepentingan dengan "ceruk suara" warga NU dan Muhammadiyah yang sangat besar. Tidak ada satupun partai politik yang memiliki keanggotaan sebanyak dua ormas Islam ini.

Menurut kami sudah saatnya Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) menghadirkan sebuah Lembaga Survey Politik dan Kebijakan Publik yang bonafid. Saya yakin cukup banyak pakar ahli, akademisi, ilmuwan PTM yang berkhidmat di bidang kebijakan publik dan sosial politik. Kalaupun belum bisa sekelas CSIS dan LSI, minimal dibawahnya sedikit tidak mengapa. Asalkan LS PTM memiliki ketrampilan melakukan survey yang bisa diterima publik, memakai kaidah ilmu yang sesuai, serta mempunyai nilai integritas etis yang tinggi : jujur, fairness, sidiq, amanah, fathonah dan tabligh yaitu mampu mensiarkan, mendakwahkan, mengkomunikasikan setiap hasil survey secara baik.

Ada kutipan menarik dari Denny JA ketika memungkasi release hasil survey pada saat itu, sebagaimana diberitakan oleh berbagai media elektronik, media online dan cetak. "Namun pertanyaannya mengapa persentase mereka yang mengaku warga Muhammadiyah menurun dari waktu ke waktu?. Ini pekerjaan rumah tak hanya bagi pengurus Muhammadiyah. Ini juga bahan renungan bagi kita yang peduli dengan ormas yang sangat modern, sangat pro pada kemajuan, seperti Muhammadiyah", pungkas Denny. Terimakasih Denny JA atas release hasil survey LSI menyangkut Muhammadiyah beberapa waktu lalu. Rasa terimakasih kami semakin besar apabila anda berkenan secara jujur menyampaikan ke publik, siapa dan darimana sumber pembiayaan setiap survey yang dilakukan LSI. Mohon maaf dan terimakasih.
Wallahu'alam

Khafid Sirotudin, Kabid Diaspora Kader MPKSDI PP Muhammadiyah


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Kemiskinan yang Dicaci Sekaligus Dikomodifikasi  Oleh: Mansurni Abadi, Mantan Pengurus divisi ....

Suara Muhammadiyah

3 October 2024

Wawasan

Musim Pilkada, Musim Menabur Uang? Oleh: Immawan Wahyudi, Immawan Wahyudi Dosen Fakultas Hukum....

Suara Muhammadiyah

13 October 2024

Wawasan

Islam dan Perang: Antara Perdamaian dan Pembelaan Diri Donny Syofyan Apakah Islam menganjurkan uma....

Suara Muhammadiyah

9 September 2024

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas   Sekitar 1400 tahun sila....

Suara Muhammadiyah

16 September 2024

Wawasan

Merawat Spirit ‘Idul Fitri Oleh Muhammad Qorib, PWM Sumatera Utara dan Dekan FAI UMSU &lsquo....

Suara Muhammadiyah

8 April 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah