PURWOKERTO, Suara Muhammadiyah - Kegiatan ini merupakan kerjasama antara Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Jawa Tengah dalam rangka percepatan penurunan stunting. Pelaksanan kegiatan pada tanggal 6 Desember 2023 di Hotel Grand Candi Semarang. Dengan Narasumber dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto dan Universitas Diponegoro.
Tim Peneliti Universitas Muhammadiyah Purwokerto mengkaji policy brief dengan judul
Program Bawang Kating UMP: Inovasi Kolaboratif Tangani Stunting di Kampung KB Sukodono Indah
Ketua kelompok, Inggar Ratna Kusuma, S.ST., MPH, dan anggota lainnya yaitu Willis Dwi Pangesti, S.SiT., M. Keb. Urip Tri Wijayanti, S. Sos., MPA. Ir. Sri Sugiarti, M. Kes. Diana Ma'rifah, SE., MSi.
Ketua kelompok, Inggar Ratna Kusuma, S.ST., MPH, menjelaskan, Pondok Suzi (Sukodono Peduli Gizi), yang menjadi pusat program, mengintegrasikan peran lintas sektor dan Kader dalam penanganan stunting.
“Dalam pendahuluan program, terungkap bahwa Kampung KB Sukodono Indah telah berhasil menyatukan peran kader posyandu dan kader Tim Pendamping Keluarga (TPK) dan kader posyandu dalam program inovatif Bawang Kating,” katanya saat ditemui di Purwokerto, Kamis (7/12/2023).
Menurutnya, program ini melibatkan optimalisasi satu data stunting, diagnosis penyebab stunting, intervensi spesifik dan sensitif, serta monitoring dan evaluasi. Pondok Suzi menjadi tempat klasterisasi balita risiko stunting, di mana mereka mendapatkan pemantauan dan intervensi yang tepat sesuai dengan penyebabnya.
“Salah satu poin utama program adalah integrasi dan kolaborasi pentahelix dalam penanganan stunting serta optimalisasi Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pemulihan selama 120 hari, berbasis potensi lokal seperti ikan,” jelasnya.
Dijelaskan juga, program ini turut menyuarakan kebutuhan integrasi data stunting dari berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) agar dapat memberikan pemetaan yang lebih akurat.
“Deteksi dini resiko stunting pada balita dilakukan pada saat penimbangan posyandu. Apabila balita tidak naik berat badan selama 2x berturut-turut, maka dianggap resiko stunting. Balita yang masuk kategori resiko stunting membutuhkan intervensi atau rujukan agar tidak berkembang menjadi stunting,” jelasnya.
Program ini juga menyoroti perlunya klasterisasi balita resiko stunting untuk memberikan intervensi yang tepat dan edukasi kepada ibu. Dalam hal PMT, program ini menekankan perbedaan menu PMT untuk anak resiko stunting dan anak tanpa resiko, dengan pendekatan berbasis potensi lokal yang dianggap lebih ekonomis dan praktis.
“Upaya pencegahan stunting, menurut program Bawang Kating, memerlukan dukungan lintas sektor dari akademisi, swasta, komunitas, pemerintah, dan media. Program ini diharapkan dapat menjadi contoh kolaborasi yang berhasil dalam mengatasi permasalahan stunting di tingkat lokal, dengan pendekatan yang holistik dan terintegrasi di Kampung Keluarga Berkualitas,” pungkasnya.(tgr)