GUNUNGKIDUL, Suara Muhammadiyah - Mimbar Kebudayaan menjadi ajang pembuktian bahwa Muhammadiyah tidak anti terhadap seni dan pentas kebudayaan. Ini menjadi yang pertama kalinya bagi Lembaga Seni Budaya (LSB) Daerah Istimewa Yogyakarta menyelenggarakan pertunjukan sebagai sebuah counter terhadap berbagai isu miring yang selama ini diembuskan, bahwa Muhammadiyah selama ini dianggap mengambil jarak dengan kesenian dan kebudayaan. Kepala Dinas Kebudayaan Gunungkidul, Chairul Agus Mantara mengatakan, dirinya tak ingin Muhammadiyah sebagai organisasi yang tumbuh besar melalui gerakan kebudayaan, kemudian menjauhkan diri dari atmosfir budaya yang telah dibangun oleh para pendahulu.
Menurutnya, selama ini mayoritas masyarakat kita masih melihat kebudayaan semata hanya sebagai sebuah seni. Padahal definisi tentang kebudayaan sangatlah luas. Setidaknya ada lima aspek dalam kebudayaan. Lima aspek tersebut diantaranya, nilai dan kepercayaan, bahasa, simbol, ritual, dan norma. Kelima hal ini kemudian oleh umat beragama dirangkum dalam apa yang disebut sebagai agama. Itu artinya, segala hal yang terimplemantasikan dari ajaran dan nilai agama merupakan sebuah kebudayaan. “Implementasi dari agama kita adalah berbudaya,” ujarnya di Balai Budaya Kelurahan Putat Kapanewon Patuk Kabupaten Gunungkidul pada Sabtu malam (25/5).
Di akhir sambutannya, pria yang juga merupakan aktivis kebudayaan di Muhammadiyah itu berharap agar Muhammadiyah DIY terus mengembangkan kebudayaan luhur yang berbasis pada nilai keislaman dan kebudayaan kontemporer, serta tidak melepaskan diri dari kebudayaan yang diwariskan para pendahulu. Agus, sapaan akrabnya menegaskan, dalam hal ini, banyak hal dapat dilakukan oleh Muhammadiyah. Melalui komunikasi yang intens antara Muhammadiyah dengan pemerintah Gunungkidul, Ia kembali meminta Muhammadiyah mendesain agenda-agenda kebudayaan yang dapat memperteguh citranya sebagai organisasi Islam yang tidak lagi dinilai anti dalam merespon isu-isu terkait kebudayaan.
Sementara itu, Iwan Setiawan, Wakil Ketua PWM DIY itu mendorong LSB DIY yang dikomandoi Dian Korprianing Nugraha, segera melakukan terobosan dalam upaya menarik minat anak-anak muda untuk aktif di bidang seni dan budaya, yang saat ini sepi peminat dari generasi muda Muhammadiyah. Karena menurutnya, seni dan budaya telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari corak dan strategi dakwah Muhammadiyah dari tingkat pusat hingga akar rumput. “Muhammadiyah itu senantiasa memaksimalkan seni dan budaya untuk berdakwah. Semoga acara ini bisa memeriahkan seni dan budaya di Muhammadiyah,” tegasnya kepada Suara Muhammadiyah.
Menanggapi hal tersebut, Dian Korprianing Nugraha mengatakan bahwa Mimbar Kebudayaan bertujuan memberikan wawasan dan pengetahuan, serta meneguhkan semangat integrasi dan interkoneksi antara nilai keislaman dengan seni-budaya lokal yang selama ini mengakar kuat sebagai strategi dakwah kultural Muhammadiyah.
Mimbar Kebudayaan 2024, dengan tema “Muhammadiyah Ngajeni: Ngaji Seni Caket Mring Ilahi”, menjadi tonggak awal menumbuhkan kesadaran berkesenian dan berkebudayaan bagi segenap warga Persyarikatan. Menurut Nugraha, acara ini akan berlangsung rutin dan diselenggarakan secara bergilir di 4 kabupaten dan 1 kota di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. “Kali ini yang didapuk sebagai tuan rumah adalah Kabupaten Gunungkidul,” ungkapnya.
Berlangsung sejak pukul 15.00 WIB, acara terbagi menjadi dua sesi. Sesi pertama berlangsung selepas Ashar hingga pukul 17.10 WIB. Dan sesi kedua dimulai pada pukul 19.30 WIB sampai pukul 22.00 WIB. Acara ini juga dimeriahkan dengan berbagai macam atraksi seni dan pertunjukan kebudayaan yang memukau. Para kader dan aktivis Muhammadiyah se-DIY bergantian menunjukkan kebolehannya di atas panggung. Setiap dari mereka berusaha memberikan yang terbaik dan berbuah tepuk tangan serta apresiasi dari penonton.
Diantaranya adalah penampilan dari Orkes Keroncong Millenial LSB Kota Yogyakarta, Puisisasi dan Monolog dari LSB Muhamadiyah Sleman, Keroncong Religi LSB Muhamadiyah Bantul, LSB Muhammadiyah Kulon Progo dan Jama’ah Seni Islami Kamilasyada bersama Risang Ageng dari tim tuan rumah LSB Muhammadiyah Gunungkidul.
Acara demi acara berjalan lancar dan sukses. Mendekati sesi akhir dari seluruh rangkaian acara, Pak Mustofa W. Hasyim, sebagai salah satu tokoh budaya yang saya kenal berbisik lirih “Best reason for happy? Yes.” Menjadi kalimat penutup di malam yang panjang untuk membangun kebudayaan dan seni di Muhammadiyah. (diko)