GRESIK, Suara Muhammadiyah - Suasana malam di Story Cafe, Kecamatan Sidayu, terasa berbeda dari biasanya. Di balik temaram lampu dan hiruk-pikuk obrolan pengunjung, Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah (PCPM) Sidayu menggelar rapat bulanan yang sarat makna. Bukan sekadar agenda rutin organisasi, pertemuan ini menjadi ruang refleksi serius tentang fenomena diaspora kader Pemuda Muhammadiyah ke berbagai partai politik, (26/12).
Rapat yang berlangsung hingga larut malam itu dihadiri oleh jajaran pimpinan cabang dan kader-kader aktif. Diskusi berjalan dinamis, mencerminkan kegelisahan sekaligus optimisme kader muda Muhammadiyah dalam menyikapi realitas politik yang terus berkembang. Isu diaspora kader mengemuka sebagai topik utama, seiring semakin banyaknya kader Pemuda Muhammadiyah Sidayu yang terjun dan berkiprah di ranah politik praktis melalui berbagai kendaraan partai.
Dalam forum tersebut, Ahmad Fani Alfian, Ketua PCPM Sidayu menyampaikan pandangan yang tegas dan reflektif. Ia menekankan bahwa diaspora kader ke partai politik adalah sebuah keniscayaan dalam proses kaderisasi dan pengabdian, namun harus tetap berpijak pada nilai-nilai ideologis Muhammadiyah.
“Pemuda Muhammadiyah Kecamatan Sidayu harus benar-benar menjadi kader yang militan, berjiwa negarawan, dan berkemajuan,” ujar Fani dengan nada penuh penekanan. Menurutnya, militansi kader bukan hanya diukur dari keberanian terjun ke ruang publik, tetapi dari konsistensi menjaga nilai, etika, dan komitmen kebangsaan.
Fani menambahkan, kader Pemuda Muhammadiyah yang memasuki dunia politik harus hadir sebagai pembeda membawa gagasan, moralitas, dan visi keumatan serta kebangsaan.
“Di mana pun kader berada, baik di partai politik, organisasi sosial, maupun ruang pengabdian lainnya, identitas sebagai kader Pemuda Muhammadiyah harus tetap melekat,” tegasnya.
Diskusi semakin menghangat ketika peserta rapat saling berbagi pandangan tentang tantangan kader di dunia politik. Beberapa menyoroti risiko pragmatisme, sementara yang lain menekankan pentingnya pembekalan ideologi dan penguatan kapasitas kader agar mampu bersaing tanpa kehilangan jati diri. Rapat ini menjadi ruang dialektika yang sehat, mencerminkan kedewasaan organisasi dalam menyikapi perbedaan pandangan.
Di sela-sela diskusi, nuansa kebersamaan terasa kental. Cangkir kopi dan hidangan sederhana menemani perbincangan yang penuh gagasan. Story Cafe malam itu bukan hanya menjadi tempat rapat, tetapi saksi lahirnya kesadaran kolektif tentang arah gerak Pemuda Muhammadiyah Sidayu ke depan.
Rapat bulanan ini akhirnya menyepakati pentingnya konsolidasi internal dan penguatan ideologi kader sebagai langkah strategis. Diaspora kader tidak dipandang sebagai ancaman, melainkan sebagai peluang untuk memperluas peran Pemuda Muhammadiyah dalam pembangunan bangsa, selama tetap berlandaskan nilai Islam berkemajuan.
Malam kian larut, namun semangat para kader belum surut. Dari Story Cafe Sidayu, Pemuda Muhammadiyah menegaskan komitmennya: melahirkan kader-kader militan, berintegritas, dan siap mengabdi untuk umat, bangsa, dan negara. (Azhar)

