BANDUNG, Suara Muhammadiyah – Gerakan subuh mengaji (GSM) dilaksanakan secara daring pada selasa (27/8) menghadirkan Dr. Siti Parhah, SPd., MSE., Dosen program studi pendidikan Ekonomi dan Bisnis, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) . Acara ini mengusung tema “Pendidikan dalam perspektif Ekonomi”.
Di awal pembicaraan, Siti berpendapat bahwa jumlah sekolah Muhammadiyah mencapai 5.000 Sekolah. Dari jumlah itu, prosentase jumlah sekolah dasar lebih besar dibanding sekolah tingkat menengah awal dan menengah akhir. meski demikian masyarakat menjadikan sekolah Muhammadiyah sebagai opsi kedua ketika tidak diterima di sekolah negeri maupun sekolah swasta lain yang lebih baik.
“Kita ingin mengevaluasi “mengapa?” mengapa sekolah-sekolah muhammadiyah itu dijadikan pilihan kedua, baik setelah mereka di terima di sekolah negeri atau sekolah swasta,” ucapnya.
Menurut Siti, disitu terdapat persaingan karena preferensi masyarakat bahwa sekolah negeri sebagai sekolah utama. stigma masyarakat terkait dengan sekolah negeri ini dianggap sebagai yang paling unggul secara akademis sementara sekolah swasta dipandang kualitasnya masih di bawah sekolah negeri. Muhammadiyah pada posisi ini masih merupakan pilihan kedua dari sekolah swasta itu sendiri.
“Barangkali ini menjadi satu catatan penting bagi kita?” katanya.
Untuk menjawab soalan ini Siti mengaitkan dengan animo masyarakat ihwal memilih sekolah negeri dibandingkan sekolah swasta. Siti berpandangan dengan menggunakan perspektif ekonomi sekolah dikategorisasikan sebagai jenis barang yang dibedakan menjadi 3 paradigma yaitu barang publik, barang swasta, dan barang merit. Siti mengatakan perbedaan dari barang publik dan barang swasta jika barang publik tidak ada pengecualian maka barang swasta ada pengecualian. kemudian, barang publik tidak ada persaingan maka barang swasta ada persaingan.
Siti mengatakan bahwa ada seorang ekonom membuat kategorisasi baru yang namanya adalah merit goods atau barang merit. “Nah kita pahami dulu apa yang dimaksud dengan barang publik dan barang swasta, yang membedakan antara barang publik dan barang swasta adalah terkait dengan karakteristiknya, karakteristik utama yang membedakan adalah, ada pengecualian dan persaingan sebetulnya, dalam barang publik itu tidak ada pengecualian dan persaingan ketika seseorang mengkonsumsi nya,” Lanjutnya,
Siti memposisikan pendidikan sebagai barang swasta. bahwa sebelumnya sudah memposisikan bahwa pendidikan ini sebagai barang swasta. dalam ekonomi, pendidikan sebagai investasi itu dianggap sebagai investasi karena yang di sini adalah manusia, maka pendidikan dianggap sebagai investasi sumber daya manusia atau juga disebut “Human capital”.
“Jadi manusia dianggap sebagai modal, manusia ini karena yang tending belajar, yang kita kenal itukan investasi modal, investasi dalam hal - hal materi, tetapi sebetulnya ketika kita menyekolahkan anak itu merupakan investasi sumber daya manusia atau human capital,” Dalam kesempatan itu Siti menambahkan, permintaan pendidikan itu berasal dari konsumen atau rumah tangga. Karena variabel inilah sebagai gerbang penentu untuk menyekolahkan anak-anaknya. “Dalam hal ini levelnya adalah rumah tangga.”, ucapnya.
Permintaan pendidikan dalam sisi konsumen akan memposisikan selalu mendapat keuntungan. yakni direpresentasikan manusia manusia selalu merasakan kebahagia dan keberuntungan dalam hidupnya.
“Oleh karena itu ketika dia meminta pendidikan sebetulnya akan mempertimbangkan dari 2 sisi ada biaya dan manfaat,” katanya. Salah satu permintaan pendidikan yang diharapkan oleh masyarakat yaitu orang bertalenta.
“Permintaan terhadap pendidikan akan lebih tinggi jika, ekspektasi keuntungan di masa depan lebih tinggi dibandingkan saat ini, Permintaan untuk pendidikan akan lebih intens ketika seseorang memulai pendidikan pada tingkat yang lebih rendah (usia sekolah),” tandasnya. ( Lika/Azka)