Peran Pimpinan Perguruan Muhammadiyah terhadap Ortom
Oleh: Noval Sahnitri, Ketua Bidang KDI PW IPM Lampung
Sejak awal berdirinya, Muhammadiyah telah menaruh perhatian besar terhadap dunia pendidikan. Pendidikan menjadi salah satu pilar utama gerakan Muhammadiyah dalam mewujudkan misi dakwah dan tajdid. Dalam perjalanannya, Muhammadiyah telah berkontribusi secara signifikan dalam membangun dan mewarnai dunia pendidikan di seluruh pelosok negeri di Indonesia. Kontribusi ini tidak hanya diakui secara nasional bahkan sudah mendapatkan pengakuan di tingkat internasional.
Hingga saat ini, Muhammadiyah melalui ortom ‘Aisyiyah telah mengelola lebih dari dari 22.000 satuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal (TK ABA). Di tingkat dasar dan menengah, Muhammadiyah memiliki 12.000 sekolah, sementara di jenjang pendidikan tinggi terdapat sekitar 162 Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan ‘Aistiyah (PTMA) yang tersebar di berbagai wilayah.
Dalam rangka memperkuat karakter peserta didik, Muhammadiyah juga menanamkan nilai-nilai gerakan melakukan organisasi otonom (ortom) yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Sejak dari Taman Kanak-kanak, peserta didik sudah dapat diperkenalkan dengan kegiatan Tapak Suci Putera Muhammadiyah (TSPM) sebagai latihan dasar kedisplinan dan karakter. Di jenjang Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah, dapat diintegrasikan kegiatan Hizbul Wathan (HW) dan Tapak Suci Putera Muhammadiyah (TSPM) .
Kemudian pada tingkat SMP/MTs, SMA/SMK/MA dan Pondok Pesantren, peserta didik bisa lebih aktif dalam organisasi seperti Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Hizbul Wathan (HW) dan Tapak Suci Putera Muhammadiyah (TSPM), yang bertujuan membentuk kepemimpinan, solidaritas dan semangat juang pelajar Muhammadiyah. Sementara di tingkat perguruan tinggi, mahasiswa dapat bergabung dengan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Hizbul Wathan (HW) dan Tapak Suci Putera Muhammadiyah (TSPM), yang lebih menekankan pada pengembangan intelektual aktivisme, serta nilai-nilai islam berkemajuan.
Dengan pendekatan seperti ini, Muhammadiyah tidak hanya sekadar membangun aspek kognitif kepada peserta didik, tetapi juga membentuk karakter yang memiliki spiritualitas dan kepemimpinan yang berlandaskan nilai-nilai islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Perguruan Muhammadiyah memiliki empat fungsi utama yang menjadi tuh dalam menyelenggarakan pendidikan, yaitu: fungsi pendidikan, dakwah, pelayanan dan kaderisasi. Dari keempat fungsi tersebut, kaderisasi menjadi salah satu poin penting yang menjadi fondasi awal dalam menopang tiga fungsi lainnya.
Kaderisasi tidak hanya bermakna mencetak generasi secara struktural, tetapi juga merupakan proses pembinaan kader terhadap nilai, karakter, serta kemampuan kepemimpinan yang berkelanjutan. Dengan kaderisasi yang baik, maka mutu pendidikan akan meningkat, gerakan dakwah akan semakin hidup nan meluas dan pelayanan terhadap umat akan berjalan lebih optimal.
Dalam konteks ini keberadaan organisasi otonom (ortom) Muhammadiyah di lingkungan perguruan bukan sekadar formalitas atau untuk menjadi pelengkap aktivitas sisa dan mahasiswa. Lebih dari itu, ortom hadir sebagai wadah strategis untuk mencetak kader-kader yang unggul dan berkemajuan, sekaligus menjadi instrumen regenerasi kepemimpinan yang berorientasi pada kemajuan umat, bangsa dan persyarikatan.
Pimpinan perguruan Muhammadiyah perlu memiliki kesadaran penuh dan berkomitmen kuat untuk memahami, mendampingi serta mendukung peran ortom. Ketika ortom yidsk mendapatkan ruang yang cukup, tidak didampingi, dipandang sebelah mata atau bahkan malah dianak tirikan, maka proses kaderisasi akan mengalami stagnasi. Jangan salahkan kader di masa yang akan datang, jika kualitanya tidak sesuai harapan, apabila hari ini kita sendiri abai dalam proses pembinaan mereka.
Sering kali terdengar pernyataan seperti, “Kenapa kader IPM, IMM, HW atau TS sekarang begini tidak seperti dulu? “ Pertanyaan ini patut dijawab dengan refleksi: Apakah kita sebelumnya pernah sungguh-sungguh membimbing, mengarahkan dan memberi ruang tumbuh bagi mereka? Mungkin saja yang terjadi dalam perjalanannya bukan karena mereka tidak mampu berkembang tetapi bisa jadi karena kita tidak pernah benar-benar mendampingi mereka.
Tentu saja tidak semua perguruan Muhammadiyah mengalami hal seperti ini. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa kasus serupa bisa terjadi di beberapa tempat, bahkan dengan bentuk permasalahan yang berbeda-beda.
Maka dalam hal ini, perlu ada semacam forum-forum diskusi untuk membicarakan persoalan ini secara konstruktif, guna merumuskan pendekatan yang lebih tepat dalam pembinaan kader dan penguatan fungsi ortom di lingkungan pendidikan Muhammadiyah. Karena sejatinya, kualitas kader hari ini adalah cerminan dari proses yang kita tanamkan kemarin, dan penelntu masa depan persyarikatan di esok hari.
Pertama yang dapat dilakukan untuk memperkuat kaderisasi di lingkungan perguruan Muhammadiyah adalah dengan melibatkan dan memprioritaskan ortom dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan. Pelibatan ortom tidak hanya sekadar sebagai formalitas saja, tetapi sebagai bentuk pengakuan terhadap peran strategis mereka dalam proses pembinaan dan regenerasi kepemimpinan.
Hal sederhana yang bisa dilakukan. Misalnya, ketika ada kegiatan pengajian atau acara kampus/sekolah lainnya untuk dapat memberikan kesempatan kepada anggota ortom mengambil bagian. Mereka bisa dilibatkan menjadi pembaca acara, membantu dibagian konsumsi, dokumentasi atau bagian teknis lainnya. Mesti terlihat kecil, pelibatan ini sangat berarti bagi proses pembelajaran dan pembentukan karakter kepemimpinan mereka.
Mengapa ortom harus diprioritaskan? Jawabannya sudah jelas, karena kaderisasi tidak bisa terjadi secara instan, ia harus dibangun melalui proses yang melibatkan ruang, peran dan tanggung jawab. Dengan memberi ruang bagi ortom untuk terlibat aktif, kita sedang menyiapkan generasi penerus yang kelak akan memimpin Amal Usaha Muhammadiyah, umat dan bangsa ini.
Jika sejak sekarang mereka tidak diberi kepercayaan dan pengalaman, maka jangan heran jika dikemudian hari muncul keluhan seperti ini “Mengapa kader sekarang begini dan begitu? “
Pertanyaan ini justru harus menjadi refleksi bagi kita semua. Sudahkah kita memberi ruang untuk tumbuh? Sudahkan kita membimbing dan mengarahkan mereka dengan baik?
Maka dari itu, pelibatan ortom bukan sekadar kewajiban, melainkan investasi jangka panjang untuk memastikan kesinambungan perjuangan Muhammadiyah melalui kader-kader yang tangguh, cakap dsn berintegritas.
Kedua, jika ortom di lingkungan perguruan Muhammadiyah tidak berjalan atau tidak aktif, maka tugas kita bersama adalah menghidupkannya kembali. Jangan sampai ortom dibiarkan hanya menjadi nama tanpa ada aktivitas, atau sekadar tercatat ada nama struktur pengurusnya tanpa tuh gerakan.
Kita bisa mengumpulkan siswa ataupun mahasiswa. Kemudian memberikan edukasi tentang pentingnya organisasi, kepemimpinan dan peran ortom dalam Muhammadiyah. Tanamkan nilai bahwa bergabung dalam ortom bukan hanya sekadar aktivitas tambahan, tetapi merupakan bagian dari proses untuk pembelajaran dalam pembentukan diri sebagai kader persyarikatan, umat dan bangsa. Dengan pendekatan ini, harapannya proses kaderisasi tidak hanya hidup, tetapi juga dapat memberikan makna serta gembira dan menggembirakan.
Jangan sampai terjadi situasi dimana salah satu ortom di perguruan Muhammadiyah hanya tersisa namanya saja dan tidak memiliki aktivitas yang nyata. Kemudian kondisi ini jangan sampai terjadi di tempat perguruan Muhammadiyah yang besar, artinya hal ini menandakan menjadi tanda lemahnya pembinaan dan kurangnya perhatian terhadap proses kaderisasi dan regenerasi kepemimpinan.
Menghidupkan ortom berarti menyalakan kembali semangat kaderisasi. Ia bukan hanya soal struktur organisasi, tetapi membangun kultur kepemimpinan yang progresif, religi dan berorientasi pada kemajuan. Jika ortom hidup, maka ruh Muhammadiyah di sekolah dan kampus akan terasa. Jika ortom kuat, maka kaderisasi akan terus berlanjut dengan arah dan tujuan yang jelas.
Ketiga, perguruan Muhammadiyah harus memberikan dukungan nyata kepada ortom dalam bentuk apapun. Dukungan ini menjadi kunci penting agar ortom dapat tumbuh dan berkembang sebagai wadah kaderisasi yang efektif.
Ketika para anggota ortom menginisiasi atau melaksanakan kegiatan, berikan dukungan secara emosional dan moral. Tunjukkan apresiasi terhadap semangat mereka, berikan ruang untuk berdiskusi, dan sampaikan masukan yang membangun. Kehadiran pimpinan, guru atau dosen dalam kegiatan ortom bukan hanya simbo dukungan semata, tetapi juga menjadi bentuk pendampingan langsung dalam proses kaderisasi.
Lebih dari itu, jika memungkinkan bantu pula dalam hal pendanaan kegiatan. Dukungan finansial, meskipun tidak besar, akan sangat membantu kelancaran program ortom. Apabila kondisi anggaran internal belum memadai, maka perguruan Muhammadiyah bisa berperan aktif untuk membantu mencarikan akses jaringan lain yang dimiliki, baik dari mitra, alumni, lembaga atau pihak-pihak eksternal yang relevan sehingga kegiatan ortom tidak sepenuhnya bergantung pada anggaran internal.
Dukungan seperti ini akan membentuk, ekosistem yang sehat bagi tumbuh kembang kader. Mereka akan merasa dihargai, dibina, dan didampingi secara nyata. Dengan begitu, ortom tidak hanya aktif, tetapi juga produktif dan berdaya di lingkungan perguruan Muhammadiyah.
Maka pimpinan dan lingkungan perguruan Muhammadiyah harus menyadari bahwa mendukung ortom bukanlah beban, tetapi merupakan bagian dari investasi jangka panjang dalam mencetak generasi penerus yang tangguh dan berjiwa kepemimpinan yang islami. Dukungan yang tulus hari ini diberikan akan membuahkan kader unggul di masa depan.
Terakhir, point keempat ini menjadi bahan ajakan reflektif bagi seluruh pimpinan Perguruan Muhammadiyah: Jika bukan kita yang peduli dan bertindak untuk menghidupkan ortom, lalu siapa lagi yang akan memperdulikan masa depan kaderisasi dan nasib Muhammadiyah ke depan?
Pimpinan perguruan Muhammadiyah memiliki peran strategis dalam membentuk arah dan kultur pembinaan di lingkungan Amal Usaha Muhammadiyah bidang pendidikan. Maka, penting diingat bahwa usia, jabatan, dan kekuasaan tidak selamanya akan kita terus yang mengisi. Suatu saat, kita semua akan digantikan. Dan saat itulah kita membutuhkan generasi penerus yang memiliki semangat, integritas dan kecintaan terhadap Muhammadiyah.
Namun, jika hari pimpinan perguruan Muhammadiyah tidak memahami ortom, tidak mendukung aktivitas mereka, tidak membimbing, bahkan tidak peduli sama sekali terhadap kaderisasi, maka jangan kaget apabila suatu saat struktur kepemimpinan Muhammadiyah dipenuhi oleh orang-orang yang bukan berasal dari kader internal yang militan dan memahami tuh perjuangan persyarikatan Muhammadiyah.
Apakah kita rela jika di masa depan Muhammadiyah diisi oleh mereka yang tidak tumbuh dalam kultur kaderisasi Muhammadiyah? Apakah kita tega membiarkan estafet perjuangan ini jatuh ke tangan yang tidak memiliki akar nilai-nilai kita?
Jika ada yang masih mengganggap pembinaan ortom bukan prioritas, silahkan lihat ke depan nanti bisa jadi pimpinan Muhammadiyah di berbagai tempat bisa stagnan, tidak berkembang, bahkan mungkin mengalami kemunduran. Dan akar persoalannya bisa jadi bukan karena kadernya lemah, melainkan bisa jadi karena kita tidak pernah memberikan mereka ruang dan tidak pula dipersiapkan secara matang. Oleh sebab itu, pimpinan perguruan Muhammadiyah harus menjadi teladan dan penggerak dalam menghidupkan ortom, bukan hanya kewajiban, akan tetapi sebagai bentuk kesadaran ideologis bahwa kaderisasi adalah jantung dari keberlanjutan gerakan.
Bagi siapapun yang membaca tulisan ini dan merasa situasinya relevan, mohon bisa disikapi dengan bijak. Tulisan ini bukan bermaksud untuk memuliakan ortom secara berlebihan atau memberikan tempat yang terlalu istimewa. Sebab, tentu kita menyadari bahwa setiap pelajar maupun mahasiswa lainnya juga memiliki hak-haknya masing-masing yang perlu dihargai dan dipenuhi.
Namun demikian, sudah sepatunya pimpinan perguruan Muhammadiyah memiliki komitmen untuk menjalankan proses kaderisasi yang baik di lingkungan kepemimpinannya masing-masing. Sekali lagi tidak ada ruginya membantu ortom untuk tumbuh, berkembang dan maju. Apapun bentuk bantuan yang diberikan baik tenaga, pikiran, dana, maupun waktu akan menjadi investasi berharga yang akan membuahkan hasil di masa depan.
Memang dalam perjalanan kaderisasi, akan ada dinamika: ada kader yang terus melanjutkan prosesnya, ada pula yang mundur bahkan menghilang dari peredaran melalui berbagai alasan. Itu adalah hal yang wajar, karena merupakan bagian dari seleksi alam yang pasti terjadi di manapun. Namun, tugas kita adalah menciptakan iklim perkaderan yang kondusif agar proses tersebut terus berjalan secara sehat dan berlanjutan.