Mengenang Sang Inspirator
Oleh: Teguh Pamungkas, Warga Muhammadiyah Kalsel
Masyarakat Indonesia berduka. Pada Ahad (18/9/2022) tersiar wafatnya seorang cendekiawan muslim Indonesia yang bernama Prof. Azyumardi Azra. Beliau mengalami serangan jantung dalam perjalanan dari Jakarta menuju Selangor, Malaysia. Sedianya memenuhi undangan dari Angkatan Belia Muslim Malaysia (ABIM) untuk menjadi pembicara pada Konferensi Internasional Kosmopolitan Islam pada 17 September 2022.
Sebelumnya, kita juga kehilangan sosok cendekiawan muslim lainnya, tepatnya pada Jumat (27/5/2022). Beliau adalah Prof. Ahmad Syafii Maarif atau biasa disapa Buya Syafii. Banyak yang merasa kehilangan atas kepergian dua sosok guru bangsa ini. Mereka bukan hanya tokoh lintas kerukunan antar sesama muslim dan antar umat agama lain di Indonesia, tetapi kepeduliannya terhadap bangsa mengantarkan harmonisasi dalam kehidupan bersama sebagai warga Indonesia.
Terakhir jabatan yang diemban oleh Profesor Azyumardi Azra adalah Ketua Dewan Pers Indonesia sejak 19 Mei 2022, di mana pemikiran kritisnya banyak memberikan kontribusi bagi negeri ini. Bukan hanya berkutat di jurnalistik saja, beliau juga aktif pada bidang pendidikan dan menjadi Rektor UIN Jakarta periode 1998 sampai dengan 2006. Teringat saat itu, masa jabatan beliau berakhir sebagai Rektor di kala itu pula saya menyelesaikan studi di UIN Bandung.
Dua cendekiawan muslim sekaligus guru bangsa dari organisasi Islam Muhammadiyah wafat beriringan di tahun yang sama. Tentunya ini telah menjadi skenario Ilahi yang mesti kita terima dengan lapang dada.
Sengaja tulisan ini dihadirkan guna mengenang dua tokoh Muhammadiyah melalui pemikiran-pemikirannya, berharap kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara senantiasa tetap harmonis. Karena Indonesia adalah negara yang kaya sumber daya alam. Seolah-olah surga telah bocor dan memuncratkan serpihan isinya ke permukaan bumi. Dan akhirnya hinggap di Indonesia. Negeri elok yang diberkahi Tuhan dengan banyak kekayaan alam beserta isinya.
Bukan hanya menjaga keeksistensian alam, namun kita dituntut pula mengatur “ekosistem” dalam bermasyarakat dan berbangsa. Menata sendi-sendi untuk kestabilan tatanan kehidupan antar individu sebagai laku di sebuah negara. Sehingga negara yang sudah direbut dengan susah payah oleh para pahlawan bangsa dapat dimanajemen dengan baik. Dan kita bisa mewarisi estafet negeri ini dengan pembangunan seraya menjaga kehormatannya.
Mungkin kita sering menganggap apa-apa yang telah diperbuat merupakan suatu hal kebenaran. Berpijak dan berpedoman pada keinginan-keinginan yang mesti terpenuhi. Kita lebih mengedepankan ego dan pemuasan nafsu untuk memenuhi keinginan-keinginan.
Tanpa mencari, menunjuk dan menyalahkan siapa pun. Bukan menyalahkan dia atau mereka, tetapi mesti ada doa dan melakukan perbaikan di masing-masing individu. Berkontempelasi diri. Menjalani kehidupan yang merdeka ini secara santun, menjaga moralitas dan tatanan sosial. Sehingga apa yang telah dirumuskan dan dicita-citakan para pahlawan bisa terealisasi.
Prof. Azyumardi Azra (1999) menuangkan perkembangan politik dan ekonomi pascareformasi dalam bukunya “Menuju Masyarakat Madani”, sumbangsih pemikiran sebagai usaha membangun masyarakat sipil Indonesia. Jangan sampai atribut hidup kebangsaan dan harga diri nasionalisme kita rela dirampas oleh nafsu-nafsu. Lepaskan dan jauhkanlah tradisi keserakahan, penindasan dan kebodohan seperti di zaman penjajah. Sebab kita merasakan sendiri bagaimana rasanya dijajah tiga setengah abad lebih. Karena itu, tidak sepatutnya apa yang kita rasakan ditimpakan kepada orang lain dan generasi muda yang akan datang.
Buya Syafii pun berpesan ke semua untuk menjaga keutuhan negara Indonesia. Mari kita merajut kembali anyaman kehidupan berbangsa. Kita sama-sama berbenah kembali agar kita tetap siap dan bisa menyongsong masa depan bangsa semakin cerah. Secara tulus dan ikhlas menjaga erat pedoman bangsa. Menurut Buya Syafii sebuah bangsa dapat mengalami kehancuran bila toleransi sosial, agama dan budaya tak mantap dimiliki.
Alam kemerdekaan yang telah diberikan Tuhan dibangun dengan berisikan mentalitas harmonisasi sosial, kestabilan politik dan ekonomi. Dengan semangat memiliki, mari berpikir sejenak tentang apa yang telah kita perbuat untuk bangsa dan umat manusia. Membiasakan bertindak secara nyata dalam membangun bangsa tanpa berburuk sangka dan merampas hak-hak orang lain.
Sementara itu, sepakati bahwa merdesa dan merdeka berjalan seirama. Dalam kamus Bahasa Indonesia merdesa berarti ”layak dan patut”. Memang kita bebas dari penghambaan atau penjajahan, maka merasakan hidup layak sesuatu yang ingin diraih pula, baik dari segi ekonomi, pendidikan maupun kesehatan.
Keseimbangan
Berbagai benda dan kehidupan terbentang luas di bumi ini. Langit-langit dihiasi dengan pesona tata surya nan indah. Kreasi yang tak mampu tertandingi oleh siapa pun. Alam semesta merupakan bukti kebesaran-Nya. Begitu juga manusia. Dari sebuah tanah, tubuh manusia diciptakan. Melalui tanah inilah tercipta tubuh yang sempurna, memiliki organ-organ. Ada organ panca indera, memiliki sistem pencernaan, otak dan kelengkapan tubuh lainnya.
Pemikiran Buya Azra tentang Islam dan sendi kehidupan, bahwa manusia diciptakan Tuhan sebagai penanggung jawab atas bumi yang diciptakan-Nya. Segala isi bumi diserahkan pada manusia, itulah salah satu ciri kebesaran-Nya. Manusia diberi kewenangan untuk “menggunakan” dan “mengeksplorasi”. Manusia sebagai makhluk bumi, keberadaan manusia menjadi penentu kelangsungan kehidupan di dunia. Dengan potensi yang ada, manusia diperbolehkan mempelajari, tetapi harus tetap berpijak pada keterjagaan dan kelestariannya.
Selain hidup dengan alam ini, manusia pun hidup bersama masyarakat. Tempat bersosial dan berinteraksi. Di dalamnya terdapat rasa tolong menolong, persaudaraan, toleransi dan saling bersahabat. Menjalani kehidupan yang memperhatikan kehadiran akal dan budi pekerti.