SLEMAN, Suara Muhammadiyah - Prospek Pengembangan Microfinance di Era Pemerintahan Baru menjadi tajuk sesi kedua Muhammadiyah Microfinance Summit 3 tahun 2024. Sejumlah empat narasumber dihadirkan menjadi pembicara pagi ini, Jumat (13/12) di Hotel Kaliurang Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sesi kedua ini berfokus pada pengembangan microfinance di tanah air. Empat narasumber yang diundang Direktur Utama Bank Nano Syariah Halim, Deputi Direktur Lembaga Keuangan Mikro Syariah - KNEKS Bagus Aryo, Kepala Departemen Perizinan, Pemeriksaan Khusus, dan Pengendalian Kualitas PVML OJK Edi Setijawan, serta Deputi Perkoperasian Kementerian Koperasi Ahmad Zabadi.
Pada kesempatan pertama, diisi oleh Halim selaku Dirut bank yang menjadi mitra strategis dalam pengembangan produk haji dan pengembangan keuangan syariah dari Induk Baitut Tamwil Muhammadiyah (BMT). Di era mendatang layanan agen mudarabah muqayyadah adalah solusi layanan yang diberikan kepada nasabah.
Dijelaskan Halim layanan ini bisa diinisiasi dari kita dan untuk kita. “Boleh banyak BTM, tapi harus punya satu standar cara mencatat, dan mengakuisisi nasabah,” ujarnya. Menurutnya, yang diperhatikan oleh sebuah institusi keuangan ialah kualitas pembiayaan yang bagus.
Selanjutnya, saat gilirannya Bagus Aryo mengingatkan jika tantangan yang dihadapi saat ini adalah digitalisasi. “Sehingga, PR-nya adalah membuat koperasi menjadi menarik,” ujarnya.
Menurut Bagus ada enam pilar sebagai strategi pengembangan keuangan syariah, yakni pemanfaatan teknologi, kolaborasi ekosistem keuangan, penguatan regulasi, pengembangan kelembagaan, peningkatan kapasitas, serta inovasi produk dan layanan.
Sementara itu, pengembangan microfinance memiliki prospek baru di era pemerintahan yang baru pula. Edi Setijawan mengatakan jika dari delapan visi misi pemerintahan Prabowo-Gibran banyak yang bisa diakses oleh BTM.
“Dari delapan misi, empat misi yang bisa diakses oleh BTM di antaranya swasembada pangan, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru,” ungkap Edi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sendiri membuat roadmap ada persinggungan dengan usaha kecil dan mikro, yaitu asuransi, perusahaan, LKM, penjaminan, perusahaan modal ventura.
Ada 1131 koperasi dan saat ini masih menjadi lima jenis yakni konsumen, produsen, simpan pinjam, jasa dan pemasaran. Ahmad Zabadi menegaskan bahwa saat ini profil koperasi di Indonesia tidak ideal, karena kegiatan usahanya ialah simpan pinjam.
Zabadi menyampaikan, “Hari ini ada 880 koperasi yang asetnya diatas 100 M. Ada beberapa afiliasi dari koperasi besar Muhammadiyah perlu mendapatkan support dan dukungan,” ujarnya. Salah satu program di tahun 2025 mendatang adalah perintisan atau pembentukan bank digital koperasi. (Jan/Cris)