YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Tinggal menghitung hari, bulan suci Ramadan yang didamba-dambakan oleh insan beriman akan kembali menghampiri. Tentu ini sesuai format yang tertuang dalam Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah No. 1/MLM/I.0/E/2025, yang mana 1 Ramadan jatuh pada hari Sabtu tanggal 1 Maret 2025 dan Idulfitri bertepatan dengan hari Senin, 31 Maret 2025.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Agung Danarto dalam Konferensi Pers yang berlangsung pada Rabu, 12 Februari 2025, mengajak kepada segenap kaum muslimin untuk menjadikan Ramadan sebagai jalan baru kerohanian. Hal ini tak lain sebagai upaya menghadirkan percerahan dalam menjalani kehidupan sosial berbangsa dan bernegara.
Agung menilai, serangkaian ibadah di bulan Ramadan selain dapat meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah, juga mendorong setiap Muslim untuk mengimplemantasikan keteladanan diri melalui berperilaku yang mendamaikan, menyatukan, mencerdaskan, memajukan, serta menebar kebajikan utama kepada semesta.
Ramadan yang identik dengan puasa selama sebulan, diharapkan dapat menghadirkan pencerahan ruhaniah multi aspek. Sehingga setiap muslim secara individu maupun kolektif dapat menebarkan kemaslahatan bagi diri dan lingkungannya.
“Jadikan puasa sebagai wahana atau jalan pencerahan,” tegasnya di Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah Yogyakarta.
Berpuasa yang mencerahkan adalah berpuasa yang dapat mengembangkan pandangan, sikap, dan praktik keagamaan yang berwatak tengahan. Seperti membangun perdamaian, menghargai kemajemukan, menghormati harkat dan martabat kemanusiaan baik laki-laki maupun perempuan, menjunjung tinggi keadaban mulia, serta memajukan kehidupan umat manusia.
“Berpuasa yang mencerahkan dapat berwujud melalui sikap hidup yang amanah, adil, ihsan, dan kasih sayang terhadap seluruh umat manusia tanpa diskriminasi, sebagai aktualisasi nilai dan misi rahmatan lil alamin,” ujarnya.
Agung menambahkan, puasa diharapkan dapat menjadi media untuk membentuk setiap Muslim sebagai insan yang tercerahkan akhlak dan tindakannya.
“Muslim yang tercerahkan tidak akan marah, buruk ujaran, dengki, dendam, congkak, menebar permusuhan, dan segala perangai yang buruk, menjauhi pola hidup boros, berlebihan, dan pamer kemewahan di saat banyak anak bangsa yang hidupnya susah dan berkekurangan,” ucap Agung.
Dalam melakukan interaksi di dunia maya, ia juga berpesan agar seorang Muslim yang tercerahkan senantiasa menebar kebaikan dan menghindari hoax, kata-kata buruk, kebencian, permusuhan, dan sesuatu yang dapat menimbulkan kurusakan dalam hubungan antar sesama manusia.
Berpuasa yang mencerahkan juga dapat menghadirkan spiritualitas beberagamaan yang berjiwa Al-Maun dengan tingkat kepedulian sosial yang tinggi, serta memiliki keterpanggilan dalam menyelesaikan berbagai pemasalahan kemanusiaan seperti kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan, dan persoalan lain yang memiliki corak struktural maupun kultural.
“Kembangkan relasi sosial yang berkeadilan tanpa diskriminasi, memuliakan martabat manusia, menjunjung tinggi toleransi dan kemajemukan, serta membangun pranata sosial yang utama,” pintanya.
Melalui ibadah puasa juga, Agung menyakini dapat terbangun karakter manusia Indonesia yang religius dan berkeadaban luhur. Jika kedua hal ini tertanam dalam diri setiap insan Muslim di negeri ini, maka tak akan terjadi wabah korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, eksploitasi sumber daya alam, pencurian kekayaan negara, permusuhan antar sesama, terjadinya berbagai bentuk kekerasan, demoralisasi, dan segala jenis kerusakan tatanan lain yang membawa prahara bagi masa depan bangsa.
Kekhusukan dari ibadah puasa yang dilakukan selama sebulan penuh diharapkan dapat melahirkan hikmah beragama yang utama. Perbedaan dalam praktik ibadah diharapkan dapat memperkaya toleransi yang mengedepankan ukhuwah seluruh umat manusia. Menjadikan agama dan puasa sebagai jalan keselamatan, kebahagiaan, dan lintasan perjalan hidup yang mencerahkan diri, keluarga, dan peradaban bersama. (diko)