MAKASSAR, Suara Muhammadiyah - Dalam keheningan malam di Tanrutedong, pada 22 Oktober 1958, lahirlah seorang anak lelaki yang kelak dikenal sebagai Ambo Asse. Syamsul Bahri, nama yang diberikan saat ia lahir kembar di sebuah keluarga sederhana, sudah dihadapkan pada ujian besar sejak dini.
Beberapa hari setelah kelahirannya, ia jatuh sakit. Syamsul Bahri Nampak tidak bernafas, sehingga disimpulkan meninggal. Awalnya Syamsul Bahri telah dibaringkan dan ditutup kain putih.
Namun, Ibunya merasa tidak Ikhlas dan meminta semua orang di rumah itu untuk menyelamatkan anaknya. Para nenek berusaha dengan pengalaman mereka, meniup hidung dan mulut Syamsul Bahri, hingga akhirnya bernafas kembali.
Ketika orang bergembira atas kabar itu, takdir berkata lain, justru saudara kembarnya yang justru meninggal di ayunan sepekan kemudian karena semua orang fokus merawat Syamsul Bahri.
Masa kecil Syamsul Bahri tidaklah mudah. Kesehatannya yang rapuh membuat orang tuanya, terutama sang ibu, sering kali khawatir. Ibunya pernah mengungkapkan bahwa hampir setiap dua hari, Ambo pasti jatuh sakit. Kondisi ini mendorong kakeknya untuk mengganti nama Syamsul Bahri menjadi Ambo Asse, dengan harapan pergantian nama ini akan membawa perubahan nasib.
Kisah hidup penuh ujian ini merupakan kutipan dari Mozaik pertama dalam buku berjudul “Ambo Asse, Sang Penegak Purifikasi, Pendorong Dinamisasi”, yang diluncurkan pada tanggal 13 Agustus 2024 di Gedung Balai Sidang Muktamar 47, Universitas Muhammadiyah Makassar.
Acara peluncuran buku ini ditandai dengan penandatanganan figura sampul buku tersebut oleh Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Irwan Akib, Wakil Ketua Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian, dan Pengembangan PP Muhammadiyah Prof Khudzaifah Dimyati, Kepala LLDIKTI IX Dr Andi Lukman, dan Ketua Badan Pembina Harian Unismuh Prof Gagaring Pagalung.
Turut menyaksikan menyaksikan penandatanganan, Rektor Unismuh Periode 2024-2028 Dr Abd Rakhim Nanda, dan para Wakil Rektor Unismuh. Usai penandatanganan figura, Ambo Asse menyerahkan secara simbolis buku tersebut kepada sejumlah tokoh di atas panggung.
Buku ini menggambarkan Ambo Asse sebagai sosok penegak purifikasi, yang memadukan komitmen terhadap nilai-nilai kejujuran dan integritas, serta menjaga kemurnian ajaran Islam.
Sebagai pendorong dinamisasi, Ambo Asse dikenal karena kemampuannya memotivasi dan menggerakkan orang-orang di sekitarnya untuk memberikan kontribusi terbaik, baik di institusi pendidikan seperti UIN Alauddin dan Unismuh Makassar, maupun dalam kepemimpinannya di PW Muhammadiyah Sulsel.
Buku ini terbagi menjadi tiga bagian utama, yang masing-masing mengulas berbagai aspek kehidupan Ambo Asse. Bagian pertama memfokuskan pada kisah pribadi, mengisahkan masa kecilnya yang penuh ujian hingga keberhasilannya membangun keluarga.
Bagian kedua menyoroti perjalanan karir dan karya Ambo Asse di berbagai institusi pendidikan serta di Muhammadiyah, sementara bagian ketiga menampilkan pandangan orang-orang terdekatnya, berupa testimoni yang memperkuat gambaran tentang sosok inspiratif ini.
Melalui buku ini, pembaca diajak untuk mengenal Ambo Asse tidak hanya sebagai seorang mantan Rektor Unismuh atau Ketua PW Muhammadiyah Sulsel, tetapi juga sebagai sosok pemimpin yang menginspirasi dan meninggalkan jejak yang mendalam di berbagai bidang kehidupan, termasuk sebagai pemimpin keluarga.
Buku ini ditulis oleh Hadisaputra dan Eka Damayanti. Hadi merupakan Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PW Muhammadiyah Sulsel, dan juga Kepala Humas Unismuh Makassar. Sementara Eka merupakan Ketua Majelis Pendidikan Kader PW Aisyiyah Sulsel, dan juga dosen UIN Alauddin. (Ratih)