Rahasia Rezeki Dalam Ibadah
Oleh: Dwi Taufan Hidayat, kader Muhammadiyah di Kab. Semarang, alumni PW IPM DIY dan PW IPM Jateng
Setiap manusia mencari rezeki, namun tidak semua memahami dari mana datangnya keberkahan itu. Banyak yang menempuh jalan panjang, memeras tenaga, bahkan mengorbankan waktu ibadah demi dunia. Padahal, para ulama salaf telah mengingatkan bahwa kunci terbuka dan tertutupnya rezeki sangat erat kaitannya dengan ibadah seseorang kepada Allah Ta’ala.
Ibnu Taimiyah rahimahullah menukil nasihat seorang salaf yang berkata:
أنت محتاج إلى الدنيا، و أنت إلى نصيبك من الآخرة أحوج، فإن بدأت بنصيبك من الآخرة مر على نصيبك من الدنيا فانتظمه انتظاما
"Sungguh engkau membutuhkan dunia, namun engkau jauh lebih membutuhkan bagianmu dari perkara akhirat. Jika engkau memulai dari bagian akhiratmu, maka dunia akan datang kepadamu dengan teratur."
(Syarhu Wasiyyah Sughra, Ibnu Taimiyah)
Kata-kata ini sederhana, tetapi mengandung makna mendalam. Dunia memang kebutuhan, namun akhirat adalah tujuan. Barang siapa mendahulukan urusan akhiratnya beribadah, berzikir, menjaga hati dari lalai maka Allah akan memudahkan baginya rezeki dunia. Karena dunia hanyalah sarana, sementara ibadah adalah sebab turunnya pertolongan dan keberkahan.
Syekh Al-Ushaimi hafidzahullah kemudian menegaskan:
"Hal ini menunjukkan adanya kaitan antara rezeki dan ibadah. Sesungguhnya rezeki seseorang sesuai dengan kesempurnaan ibadahnya kepada Allah Ta’ala."
Kalimat ini bukan sekadar teori, melainkan realitas yang dirasakan para salaf. Orang yang menjaga salatnya, membersihkan hatinya, beramal dengan ikhlas, akan mendapati jalan rezeki terbuka tanpa harus memaksa. Sebaliknya, orang yang sibuk mengejar dunia dengan melupakan Allah, sering kali mendapati usahanya berat, hasilnya sempit, dan hatinya tidak tenang.
Ibnu Rajab rahimahullah berkata:
من اشتغل بطاعة الله فقد تكفل الله برزقه
"Barang siapa yang sibuk dengan menjalankan ketaatan kepada Allah, niscaya Allah akan menjamin rezekinya."
(Al-Hikam al-Jadiroh, Ibnu Rajab)
Janji Allah tidak pernah salah. Siapa pun yang menempatkan ketaatan di atas segalanya, maka rezekinya akan datang tanpa terduga. Inilah yang dimaksud dalam firman Allah ﷻ:
وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
"Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberinya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka."
(QS. Ath-Thalaq [65]: 2-3)
Ayat ini menjelaskan bahwa sebab utama turunnya rezeki bukan semata kerja keras, melainkan ketakwaan. Usaha hanyalah sebab lahiriah, sementara ibadah adalah sebab spiritual. Ketika keduanya seimbang, Allah menurunkan rezeki yang tidak hanya cukup, tetapi juga membawa ketenangan.
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu pernah meriwayatkan sabda Rasulullah ﷺ secara marfu’:
من جعل الهموم هما واحدا هم آخرته كفاه الله هم دنياه، و من تشعبت به الهموم في أحوال الدنيا لم يبال الله في أي أوديتها هلك
"Barang siapa menjadikan seluruh perhatiannya hanya tertuju kepada satu keinginan, yaitu kehidupan akhirat, niscaya Allah akan mencukupkan urusan dunianya. Namun barang siapa hatinya terpecah-pecah oleh urusan dunia, maka Allah tidak peduli di lembah mana ia binasa."
(Shahih al-Jami’ ash-Shaghir)
Betapa dalam makna hadis ini. Hati manusia tidak akan tenang bila dipenuhi ambisi dunia. Orang yang sibuk memikirkan harta, jabatan, dan gengsi, hatinya akan terpecah-pecah. Namun bila seseorang menata hatinya untuk akhirat, Allah justru menertibkan urusan dunianya. Dunia menjadi mudah karena ia menempuh jalan yang Allah ridai.
Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu bahkan pernah berdoa dengan lirih:
اللهم إني أعوذ بك من تفرقة القلب
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari hati yang bercerai-berai."
Makna doa ini dijelaskan oleh para ulama, bahwa hati yang “bercerai-berai” adalah hati yang terpecah oleh cinta dunia ingin memiliki harta di setiap tempat, sibuk dengan segala urusan, namun lalai dari mengingat Allah. Hati seperti itu lelah mengejar, namun tidak pernah puas.
Rasulullah ﷺ bersabda:
لَوْ أَنَّ ابْنَ آدَمَ مَلَكَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَادِيَانِ
"Seandainya anak Adam memiliki satu lembah emas, niscaya ia ingin memiliki dua lembah."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Inilah tabiat manusia ketika dunia dijadikan tujuan. Tidak ada kata cukup. Namun ketika hati dipenuhi rasa syukur dan tawakal, sekecil apa pun rezeki yang Allah berikan akan terasa luas. Sebab keberkahan tidak diukur dari jumlah, tetapi dari ridha Allah di dalamnya.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
إِنَّ الرُّوحَ الْقُدُسَ نَفَثَ فِي رُوعِي أَنَّهُ لَنْ تَمُوتَ نَفْسٌ حَتَّى تَسْتَكْمِلَ رِزْقَهَا، فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ
"Sesungguhnya Ruhul Qudus (Jibril) membisikkan ke dalam hatiku bahwa tidak akan mati seseorang hingga ia menyempurnakan rezekinya. Maka bertakwalah kepada Allah dan carilah rezeki dengan cara yang baik."
(HR. Ibnu Majah)
Hadis ini menenangkan hati orang yang khawatir akan masa depannya. Rezeki kita tidak akan berkurang karena ibadah, justru ibadahlah yang memperlancar datangnya rezeki. Maka jangan pernah mengorbankan salat demi pekerjaan, atau meninggalkan zikir demi urusan dunia, sebab yang memberi rezeki adalah Allah, bukan profesi.
Hakikatnya, rezeki bukan hanya uang. Ia bisa berupa kesehatan, ketenangan, keluarga yang baik, sahabat yang jujur, dan waktu untuk beribadah. Semua itu adalah limpahan kasih Allah bagi hamba yang mendahulukan-Nya.
Maka jika ingin hidup berkah, perbaiki hubungan dengan Allah. Jika ingin rezeki lancar, perbanyak sujud, bukan sekadar strategi. Dunia akan mengikuti langkah orang yang menundukkan hatinya dalam ibadah.
Sebagaimana disebutkan oleh para salaf, “Siapa yang menjadikan hartanya sebagai sarana untuk beribadah, Allah akan menolongnya mendapatkan harta itu.” Inilah rahasia yang sering luput dari manusia modern: bahwa rezeki mengejar mereka yang beribadah, bukan sebaliknya.
Maka renungkanlah, adakah kita mencari dunia dengan meninggalkan akhirat, ataukah menjemput dunia melalui ketaatan kepada Allah? Karena pada akhirnya, dunia akan pergi, sementara ibadah akan tinggal bersama kita di alam kekal.
Semoga Allah ﷻ menjadikan kita termasuk hamba yang memahami makna rezeki sejati bukan sekadar yang memenuhi perut dan kantong, tetapi yang menghidupkan iman, menenangkan hati, dan membawa kita lebih dekat kepada-Nya.


