YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Kelahiran Pancasila menjadi awal terbentuknya sebuah tatanan negara yang berdasar nilai-nilai luhur dari lima sila. Posisi Pancasila sebagai ideologi dan falsafah bernegara juga telah ditegaskan berkali-kali oleh organisasi-organisasi Islam besar seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU).
Penyebutan Pancasila juga sempat mengalami perdebatan. Sebagian menyebut atau menyetarakan Pancasila sebagai ideologi pada masa Orde Baru. Menurut Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Prof. Dr. Ma’mun Murod, M.Si., sebenarnya pada masa itu pun penyebutannya sebatas azaz.
Ma’mun menjelaskan, perihal penyebutan Pancasila yang sempat diperdebatkan pada masa Orde Baru bukan lagi hal terpenting. Ada hal lain yang lebih penting untuk dilakukan dalam memaknai kelahiran Pancasila.
Melalui saluran telepon, Sabtu (01/06/2024), Guru Besar Ilmu Politik UMJ ini menyatakan, “Hal terpenting justru sekarang ini bagaimana nilai-nilai Pancasila bisa dihadirkan secara riil dalam konteks kehidupan bernegara, bermasyarakat, dan kehidupan-kehidupan di wilayah publik.”
Nilai Pancasila yang riil itu tergambar dari kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ma’mun tegas menyatakan, produk kebijakan dan peraturan-peraturan turunannya, tidak boleh menabrak nilai-nilai Pancasila.
“Kalau kita kritisi, itu terlalu banyak produk perundang-undangan yang menabrak Pancasila. Ini yang harus dihadirkan. Jadi poin pentingnya, Pancasila harus dihadirkan nilai-nilainya, bukan hanya sekadar ramai menyebut Pancasila sebagai ideologi atau falsafah saja,” tegas Ma’mun.