Resistensi Faham Salafi Pada Amal Usaha Pendidikan Muhammadiyah

Publish

3 February 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
454
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Resistensi Faham Salafi Pada Amal Usaha Pendidikan Muhammadiyah

Oleh: Ginanjar Wiro Sasmito, Ketua Majelis Dikdasmen PCM Bulakamba - Kabupaten Brebes

Muhammadiyah memiliki peran besar dalam dunia pendidikan di Indonesia. Sebagai organisasi Islam modernis yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tahun 1912, Muhammadiyah sejak awal menekankan pentingnya pendidikan sebagai sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan umat. Muhammadiyah, telah lama berkontribusi dalam bidang pendidikan dengan mendirikan berbagai sekolah, perguruan tinggi, dan lembaga pendidikan lainnya. Tercatat bahwa jumlah sekolah Muhammadiyah - Aisyiyah yang tersebar diseluruh nusantara dari jenjang SD s.d. SMA/sederajat sejumlah 5.346 (News, 2024), jumlah pesantren sebanyak 444(Kendal, 2024), sedangkan jumlah perguruan tingginya sebanyak 167(Kompas, 2024).  Pendidikan yang diusung oleh Muhammadiyahpun tidak hanya berfokus pada pengajaran agama, tetapi juga mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan nilai-nilai Islam.

Namun, di tengah usaha Muhammadiyah yang terus mengembangkan amal usaha pendidikan dan melakukan sinergi / harmonisasi antara saintek dengan nilai-nilai islam, terdapat sebuah kelompok yang menentang konsep ini dengan alasan tidak sejalan dengan faham ideologi / pemahaman yang syar’i, salah satunya adalah kelompok Salafi. Faham kelompok ini, lebih cenderung pada pengembalian ajaran Islam yang dianggap murni – generasi para Sahabat, Tabi'in, dan Tabi'ut Tabi'in, selektif terhadap ilmu non-agama, menekankan bahwa ilmu duniawi harus benar-benar bermanfaat secara syar'i dan tidak mengandung unsur yang dianggap menyimpang. Oleh karenanya faham ini seringkali menunjukkan resistensi terhadap bentuk-bentuk pendidikan modern yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam yang murni dan cenderung menolak pembaruan (tajdid).

Faham Salafi mengusung pemahaman yang sangat ketat terhadap ajaran Islam, dengan menekankan pentingnya kembali kepada sumber-sumber asli ajaran Islam, yaitu Al-Qur'an dan Hadis, serta mengikuti jejak generasi salaf (generasi awal umat Islam). Kelompok ini berusaha memurnikan ajaran Islam dengan menyingkirkan berbagai inovasi (bid'ah) yang dianggap sebagai penyimpangan dari ajaran yang murni (Ahmadi & Usman, 2022).

Dalam konteks pendidikan, faham Salafi sering kali menunjukkan penolakan terhadap pendekatan yang menggabungkan ilmu agama dengan ilmu pengetahuan umum (seperti sains, teknologi, dan ilmu sosial). Mereka beranggapan bahwa pendidikan yang tidak sepenuhnya berbasis agama dapat menyebabkan kerusakan akidah dan moral, serta dianggap sebagai bentuk liberalisasi pemikiran yang tidak sesuai dengan tuntunan Islam. Oleh karena itu, pendidikan modern yang lebih inklusif dan berbasis sains yang diusung oleh Muhammadiyah sering kali dianggap sebagai bentuk penyimpangan oleh kelompok ini. Misalnya saja sikap Muhammadiyah yang menjunjung tinggi STEM (Sains, Teknologi, Engineering, dan Matematika) dan selalu melakukan pendekatan kritis untuk mengintegrasikannya dengan agama, termasuk dalam hal astronomi untuk penentuan kalender Islam, sementara Salafi yang konservatif seringkali menganggap pendekatan ini terlalu mendewakan sains dan bisa menggeser pemahaman agama dari metode yang lebih tekstualis.

Muhammadiyah telah lama dikenal dengan komitmennya dalam bidang pendidikan. Organisasi ini mendirikan berbagai lembaga pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, yang tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga memadukan ilmu pengetahuan umum dengan nilai-nilai Islam. Pendekatan ini bertujuan untuk mencetak generasi yang tidak hanya cerdas dalam ilmu agama, tetapi juga terampil dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi perkembangan zaman.

Dalam amal usaha pendidikan Muhammadiyah, terdapat berbagai institusi yang mengedepankan kurikulum modern dan berbasis pada ilmu pengetahuan, namun tetap mempertahankan nilai-nilai agama Islam yang kuat. Perguruan tinggi seperti Universitas Muhammadiyah juga menawarkan berbagai program studi di bidang sains, teknologi, ekonomi, dan ilmu sosial, dengan tujuan untuk menghasilkan lulusan yang tidak hanya berkualitas di bidangnya, tetapi juga berakhlak mulia.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, Muhammadiyah seringkali menghadapi tantangan dari kelompok-kelompok yang lebih konservatif dalam memahami Islam, termasuk kelompok Salafi. Kelompok ini melihat upaya Muhammadiyah dalam mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan pendidikan agama sebagai ancaman terhadap kemurnian ajaran Islam. Mereka beranggapan bahwa pendidikan modern yang mengedepankan ilmu duniawi dapat mengaburkan pemahaman agama yang sebenarnya(Suharti, 2019).
Resistensi terhadap pendidikan Muhammadiyah yang berbasis pada integrasi ilmu agama dan sains tidak hanya muncul di tingkat individu, tetapi juga dalam bentuk perdebatan ideologis di kalangan umat Islam. Kelompok Salafi sering kali mengkritik lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah yang dianggap terlalu terbuka terhadap ide-ide liberal dan modern yang dapat merusak kemurnian ajaran Islam.

Salah satu bentuk resistensi yang paling jelas terlihat adalah penolakan terhadap kurikulum yang mencakup ilmu pengetahuan umum, yang dianggap oleh sebagian kelompok Salafi sebagai ilmu yang tidak relevan atau bahkan bertentangan dengan ajaran Islam. Mereka menilai bahwa ilmu pengetahuan yang berkembang di dunia Barat, seperti teori-teori ilmiah yang tidak berbasis agama, dapat merusak keyakinan agama dan moral umat Islam. Dalam pandangan ini, pendidikan yang hanya fokus pada agama dianggap lebih aman dan sesuai dengan tuntunan Islam. Kelompok ini juga menganggap inklusivitas dan keterbukaan pendidikan Muhammadiyah terlalu longgar dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang lebih ketat dalam menjaga kemurnian aqidah. Mereka menilai bahwa pendidikan Islam seharusnya lebih selektif dalam interaksi dengan kelompok di luar Islam dan lebih membatasi ruang gerak pemikiran yang berpotensi bertentangan dengan keyakinan.

Belum lagi Muhammadiyah, melalui organisasi perempuan ‘Aisyiyah yang sudah lama memperjuangkan peran aktif perempuan dalam dunia pendidikan dan sosial, telah banyak sekolah dan perguruan tinggi Muhammadiyah yang dipimpin oleh perempuan, serta membuka akses luas bagi perempuan untuk mengenyam pendidikan tinggi, dianggap oleh kelompok salafi terlalu memberikan kebebasan kepada perempuan dalam aspek sosial dan profesional, karena menurut kelompok ini, perempuan harus dibatasi pada aspek domestik di rumah tangga saja. Demikian pula sikap Muhammadiyah yang akomodatif terhadap budaya lokal selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam, seringkali dianggap menyimpang oleh kelompok salafi, karena budaya lokal tidak memiliki dasar dalam Al-Qur'an dan Hadist.

Di tengah resistensi tersebut, Muhammadiyah harus tetap mempertahankan prinsip-prinsip pendidikan yang berbasis pada keseimbangan antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum. Muhammadiyah harus terus memandang bahwa pendidikan yang mengintegrasikan kedua unsur ini justru akan memperkaya pemahaman umat Islam terhadap dunia dan agama mereka. 

Muhammadiyah melalui amal usaha pendidikan harus terus membuktikan dan mengkampanyekan bahwa pendidikan yang berbasis sains dan teknologi tidak akan mengurangi nilai-nilai agama, tetapi justru memberikan pemahaman yang lebih dalam mengenai kehidupan dan alam semesta yang diciptakan oleh Tuhan. 

Persyarikatan Muhammadiyah harus lebih hati-hati dan selektif terhadap pengelola Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) khususnya dibidang pendidikan yang memiliki pemahaman bertentatangan dengan Muhammadiyah dalam menyikapi integrasi ilmu agama dan ilmu sains. Daarul Arqom bagi pengelola dan karyawan AUM menjadi hal yang urgen dan kritis untuk dilakukan, agar cara pandang Islam dan Muhammadiyah benar-benar bisa dipahami dan dipraktikkan hingga di level operasional.  

Resistensi faham Salafi terhadap amal usaha pendidikan Muhammadiyah merupakan tantangan yang signifikan, namun juga memberikan peluang untuk melakukan dialog dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai pentingnya pendidikan yang seimbang. Muhammadiyah sebagai organisasi Islam modern harus tetap konsisten dalam memperkenalkan konsep pendidikan yang mengintegrasikan ilmu pengetahuan dengan nilai-nilai agama. Meskipun ada penolakan dari kelompok konservatif, penting bagi Muhammadiyah untuk terus memperjuangkan pendidikan yang tidak hanya mencetak generasi yang cerdas, tetapi juga memiliki akhlak yang mulia dan siap menghadapi tantangan zaman. Dialog antara tradisi dan modernitas dalam pendidikan harus tetap dibuka untuk menciptakan masyarakat yang lebih maju dan beradab.


Komentar

Hanif

Dari artikel ini bisa saya simpulkan bahwa 40% fakta 40% hiperbola %20 kebencian sesama muslim. Muhammadiyah udah berubah makin kesini

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Oleh Muhammad Abadi Kader Muda Muhammadiyah Asal Kota Banyuwangi, Menetap di Kauman, Bojonegoro, Ja....

Suara Muhammadiyah

14 September 2024

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Imam Syafi'i memberi banyak pen....

Suara Muhammadiyah

13 December 2023

Wawasan

Karakteristik Ayat-ayat Puasa (3) Setiap Ibadah Ada Target yang Harus Dicapai Oleh: M. Rifqi Rosyid....

Suara Muhammadiyah

25 March 2024

Wawasan

Meneladani Akhlak Manusia Agung dalam Kehidupan di Era Digital Oleh: Rumini Zulfikar Setiap tangga....

Suara Muhammadiyah

3 October 2023

Wawasan

Prahara Politik Putusan MK: Antara Horor dan Humor Oleh: Immawan Wahyudi,  Immawan Wahyudi Dos....

Suara Muhammadiyah

25 August 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah