Beridul Fitri dengan Prestasi (1)
Oleh: Mohammad Fakhrudin/Warga Muhammadiyah Magelang
Idul Fitri merupakan satu kesatuan dengan Ramadhan. Puasa Ramadan merupakan ibadah wajib yang dikerjakan oleh muslim mukmin satu bulan sebelum Idul Fitri. Idul Titri menandai berakhirnya puasa wajib pada bulan Ramadhan.
Perintah Berpuasa Ramadhan
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam al-Qur’an surat al-Baqarah (2): 183,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.
Di samping berpuasa wajib, sebagai penyempurna puasa, muslim mukmin yang mampu diwajibkan membayar zakat. Pada bulan Ramadan ada pula amal saleh yang sangat dianjurkan, antara lain, adalah i’tkaf (pada sepuluh hari terakhir Ramadhan), bersedekah, dan tadarus.
Kehidupan Islami Warga Muhammadiyah dalam Ibadah
Pertama, setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk senantiasa membersihkan jiwa/hati ke arah terbentuknya pribadi yang muttaqin dengan beribadah yang tekun dan menjauhkan diri dari jiwa/hati yang buruk sehingga terpancar kepribadian yang saleh yang menghadirkan kedamaian dan kemanfaatan bagi diri dan sesamanya.
Kedua, setiap warga Muhammadiyah melaksanakan ibadah mahdah dengan sebaik-baiknya dan menghidupsuburkan amal nawafil (ibadah sunnah) sesuai dengan tuntunan Rasulullah serta menghiasi diri dengan iman yang kokoh, ilmu yang luas, dan amal saleh yang tulus sehingga tecermin dalam kepribadian dan tingkah laku yang terpuji.
Jadi, orang yang berpuasa semestinya mendatangkan kedamaian dan kemanfaatan, baik bagi dirinya maupun bagi sesama. Bahkan, kita mendatangkan kedamaian dan kemanfaatan tidak hanya bagi sesama muslim mukmin, tetapi juga bagi umat non-Islam. Dengan kata lain, kita menjadi rahmatan lil’alamin. Di samping itu, muslim mukmin yang berpuasa harus berkepribadian dan bertingkah laku terpuji.
Ciri-ciri Muttaqin di dalam Al-Qur’an
Berikut ini disajikan beberapa ayat rujukan sebagai contoh yang berkenaan dengan ciri-ciri muttaqin.
surat-al-Baqarah (2): 177
۞ لَّيْسَ ٱلْبِرَّ أَن تُوَلُّوا۟ وُجُوهَكُمْ قِبَلَ ٱلْمَشْرِقِ وَٱلْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ ٱلْبِرَّ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلْكِتَٰبِ وَٱلنَّبِيِّۦنَ وَءَاتَى ٱلْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ ذَوِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينَ وَٱبْنَ ٱلسَّبِيلِ وَٱلسَّآئِلِينَ وَفِى ٱلرِّقَابِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَٰهَدُوا۟ ۖ وَٱلصَّٰبِرِينَ فِى ٱلْبَأْسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلْبَأْسِ ۗ أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُوا۟ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُتَّقُونَ
"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa”.
Ali ‘Imran (3): 133
وَسَارِعُوۡۤا اِلٰى مَغۡفِرَةٍ مِّنۡ رَّبِّكُمۡ وَجَنَّةٍ عَرۡضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالۡاَرۡضُۙ اُعِدَّتۡ لِلۡمُتَّقِيۡنَۙ
“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa",
Ali ‘Imran (3): 134
الَّذِيۡنَ يُنۡفِقُوۡنَ فِى السَّرَّآءِ وَالضَّرَّآءِ وَالۡكٰظِمِيۡنَ الۡغَيۡظَ وَالۡعَافِيۡنَ عَنِ النَّاسِؕ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الۡمُحۡسِنِيۡنَۚ
"(yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan".
Ali ‘Imran (3): 135
الَّذِيۡنَ اِذَا فَعَلُوۡا فَاحِشَةً اَوۡ ظَلَمُوۡۤا اَنۡفُسَهُمۡ ذَكَرُوا اللّٰهَ فَاسۡتَغۡفَرُوۡا لِذُنُوۡبِهِمۡ وَمَنۡ يَّغۡفِرُ الذُّنُوۡبَ اِلَّا اللّٰهُ ۖ وَلَمۡ يُصِرُّوۡا عَلٰى مَا فَعَلُوۡا وَهُمۡ يَعۡلَمُوۡنَ
"dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui".
Prestasi Begengsi Tertinggi
Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala surat al-Baqarah (2): 183, kita ketahui bahwa menjadi muttaqin merupakan prestasi bergengsi tertinggi. Mengapa? Balasan yang disediakan oleh Allah Subahanahu wa Ta'ala baginya bernilai tertinggi, yakni surga sebagaimana dijelaskan di dalam HR al-Bukhari dan.HR Muslim berikut ini.
عن سهل بن سعد عن النبي صلى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :
إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَقُومُونَ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ (رواه البخاري، رقم 1763 ، ومسلم، رقم
“Dari Sahl bin Sa’ad, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Sesungguhnya, di surga ada pintu yang dinamakan ar-Rayyan. Orang-orang yang berpuasa pada hari kiamat masuk dari pintu itu. Tidak dibolehkan seorang pun memasukinya selain mereka. Lalu, dikatakan, ‘Di mana orang-orang yang berpuasa?' Mereka pun bangkit, tidak ada seorang pun yang masuk, kecuali dari mereka. Ketika mereka telah masuk, (pintunya) ditutup dan tidak seorang pun masuk lagi".
Sementara itu, al-Hasan al-Bashri (disarikan oleh M. Quraish Shihab di dalam buku Membumikan Al-Qur’an hlm.309-310) berpendapat bahwa muttaqin yang sukses beribadah Ramadan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
(1) teguh pada keyakinan; teguh, tetapi arif; (2) tekun menuntut ilmu; makin berilmu, makin merendah; (3) makin berkuasa, makin bijaksana; (4) tampak berwibawa di depan umum; (5) jelas syukurnya jika beruntung; (6) menonjol qana’ahnya dalam pembagian rezeki; (7) senantiasa berhias walaupun miskin; (8) selalu cermat; (9) tidak boros walau kaya; (10) murah hati dan murah tangan; (11) tidak menghina, tidak mengejek; (12) tidak menghabiskan waktu dalam permainan; (13) tidak berjalan membawa fitnah; (14) disiplin dalam tugasnya; (15) tinggi dedikasinya; (16) terpelihara identitasnya; (17) tidak menuntut yang bukan haknya dan tidak menahan hak orang lain; (18) kalau ditegur, ia menyesal, (19) kalau bersalah, ia istigfar, dan (20) bila dimaki, ia tersenyum sambil berkata, "Jika makian Anda benar, aku bermohon semoga Tuhan mengampuniku. Dan Jika makian Anda keliru, aku bermohon semoga Tuhan mengampunimu."
Kiranya pendapat tersebut dapat kita jadikan sebagai salah satu rujukan dalam hubungannya dengan prestasi yang diraih muttaqin melalui ibadah Ramadan. Kita perlu mawas diri agar tidak termasuk golongan yang merugi setelah berlalunya Ramadhan.
Betapa banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak mendapatkan apa pun, kecuali lapar dan dahaga saja sebagaimana dijelaskan di dalam sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam:
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ
“Betapa banyak orang yang berpuasa, tetapi dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut, kecuali rasa lapar dan dahaga”. (HR an-Nasai dan Ibnu Majah).
Na’uzubillah!