MALANG, Suara Muhammadiyah – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr KH Saad Ibrahim, MA membuka kegiatan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) dan Seminar Nasional Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Kegiatan itu dilaksanakan pada Jumat-Ahad (21/7) di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Jawa Timur. Dengan mengusung tema “Menuju Satu Abad Majelis Tarjih dan Tajdid: Memajukan Indonesia dan Mencerahkan Semesta.”
Dalam amanahnya, Saad menyampaikan bahwa Nabi Muhammad Saw melakukan dakwah selama 23 tahun yang telah membawa pencerahan bagi peradaban. Lewat dakwah yang bersifat inklusif dan progresif, tak pelak lahirlah sebuah kota peradaban yang cerah dan mencerahkan (al-madinah al-munawwarah).
Pada periode berikutnya, tampak bagaimana peradaban makin berkembang jauh lebih pesat ke arah kemajuan. Potretnya tertampikan dengan menjalar luasnya ilmu pengetahuan di mana-mana. Sebut saja ilmu pengetahuan seperti ilmu fiqh, tasawuf, kalam, dan falsafah, filsafat, matematika, fisika, astronomi, sosiologi, kedokteran, antropologi, dan sebagainya.
Tentu dengan bertebaran ilmu pengetahuan tersebut, membuat manusia harus bisa memahaminya secara komprehensif agar tidak gagal paham dalam menafsirkan. Sehingga ketika hendak ditransferkan kepada khalayak masyarakat umum, tidak terjadi keburaman substansi yang terkandung di dalam ilmu pengetahuan tersebut.
Maka di sini, Saad mengingatkan tugas dari keberadaan Majelis Tarjih dan Tajdid. Menurutnya keberadaannya sebagai bantalan vital bagi umat Islam, khususnya umat Islam di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah. Karena majelis ini bertugas untuk melakukan pengkajian ajaran agama Islam untuk menjadi pedoman baik warga Persyarikatan maupun umat Islam.
“Saya ingin menyampaikan dalam konteks ini, terutama ketika kemudian Majelis Tarjih dan Tajdid memasuki abad kedua yang menjemput peringatan 1 abad. Majelis ini memiliki tanggung jawab yang besar. Bagaimana (memudahkan) orang untuk memahami pengetahuan-pengetahuan itu, menjadi tugas dari Majelis Tarjih dan Tajdid,” ujarnya.
Saking vitalnya keberadaan Majelis Tarjih dan Tajdid, Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang ini berseloroh kelak di akhirat majelis ini menjadi pertama kali yang akan dimintai pertanggung jawabannya (dihisab). Ini tidak lain karena Majelis Tarjih dan Tajdid mendapat amanat mengurusi pelbagai persoalan keagamaan, keumatan, dan kebangsaan.
“Rasanya, nanti di akhirat itu yang dihisab terlebih dahulu Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Kalau hisabnya beres, maka seluruh orang Muhammadiyah itu beres. Kalau tidak, ya pasti dipersoalkan. Jadi keberagaman kita termasuk keberagamaan dalam konteks berunivitas seperti ini, itu menjadi tanggung jawab dari Majelis Tarjih dan Tajdid. Saya bersyukur tidak menjadi ketua PP Muhammadiyah yang membidangi Majelis Tarjih dan Tajdid karena tanggung jawabannya sangat besar,” selorohnya.
Pada kesempatan itu, Saad mengingatkan peran besar Majelis Tarjih dan Tajdid lebih tampak dan terkonsentrasi di tingkat pusat. Tetapi, di tingkat wilayah, daerah, dan cabang masih belum tampak. Sehingga, dirinya mendorong untuk menghidupkan sekaligus menggerakkan peran kelembagaan bidang tajdid, tarjih dan pemikiran Islam untuk selalu proaktif dalam menjawab masalah riil masyarakat yang sedang berkembang.
“Maknanya sekali lagi mungkin kita perlu menggerakkan pada tingkat wilayah sampai cabang. Kalau bisa bergerak semuanya, saya kira umat ini akan semakin mudah dalam beragama,” katanya. (Cris)