YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Sanggar ASI kembali menggelar Seminar Nasional bertema “Stop Salah Kaprah MPASI! Kunci Tepat Kurva Pertumbuhan yang Perlu Orangtua Tahu” di Loman Park Hotel, Yogyakarta, Sabtu, 8 November 2025. Kegiatan ini diselenggarakan secara hybrid, dapat diikuti langsung maupun secara daring melalui Zoom.
Seminar ini menghadirkan narasumber utama Dr dr Tan Shot Yen, M.Hum, dokter sekaligus ahli gizi masyarakat yang dikenal luas atas kiprahnya dalam edukasi kesehatan keluarga di Indonesia.
“Melalui seminar ini, kami ingin mengembalikan pemahaman MPASI ke landasan ilmiah dan kontekstual sebagai momentum anak belajar makan makanan keluarga. Kami berharap setiap orang tua dapat lebih percaya diri dalam memberikan yang terbaik bagi tumbuh kembang anaknya,” tutur Raisika, CEO Sanggar ASI Indonesia.
Dalam paparan materainya, Dr. Tan membahas berbagai miskonsepsi populer seputar MPASI, sekaligus menekankan pentingnya memahami tiga pilar keberhasilan PMBA (Pemberian Makan Bayi dan Anak) dan cara membaca kurva pertumbuhan yang tepat.
“Keberhasilan MPASI bukan sekadar tentang menu, tetapi berdiri di atas tiga pilar utama: orang tua yang tenang dan berpengetahuan, anak yang siap secara biologis dan psikologis, serta lingkungan yang mendukung praktik makan responsif. Bila tiga hal ini selaras, maka tumbuh kembang anak akan berjalan optimal,” ungkap dr. Tan Shot Yen, M.Hum.
Pakar gizi masyarakat itu menekankan pentingnya pemantauan tumbuh kembang anak melalui interpretasi grafik yang ada dalam Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), alih-alih hanya berfokus pada pencapaian milestone secara kaku. dr. Tan menjelaskan bahwa pembahasan difokuskan pada anak dengan kondisi tumbuh kembang yang relatif sehat, sehingga orang tua dapat menerapkan prinsip-prinsip yang aplikatif.
Salah satu hal fundamental yang ditekankan adalah perlunya keakuratan data. dr. Tan menegaskan bahwa pengukuran antropometri seperti berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala harus dilakukan dengan cara yang benar sebelum diplot ke dalam grafik. Peserta seminar juga diajak untuk memahami perbedaan dan makna dari setiap grafik di Buku KIA, mulai dari grafik berat badan menurut umur, tinggi badan menurut umur, berat badan menurut tinggi badan, hingga lingkar kepala dan indeks massa tubuh.
Ini bukan kali pertama Sanggar ASI menghadirkan dr Tan sebagai pembicara. Melihat animo peserta yang sangat tinggi pada seminar sebelumnya, Sanggar ASI kembali berkolaborasi menghadirkan sesi edukasi dengan tema yang lebih variatif dan mendalam, agar semakin banyak keluarga memahami konsep MPASI berbasis ilmu dan praktik nyata di rumah.
Kolaborasi dengan RS AMC Muhammadiyah Yogyakarta juga bukan hal baru. Sanggar ASI dan RS AMC telah menjalin kerja sama berkelanjutan karena memiliki visi dan misi yang sama: mendukung ibu menyusui dan mendampingi tumbuh kembang anak dengan berpegang teguh pada komitmen terhadap Kode WHO tentang Pemasaran Produk Pengganti ASI. Kesamaan komitmen inilah yang membuat sinergi keduanya terus berlanjut dengan semangat edukatif yang konsisten.
Acara diikuti secara antusias oleh orangtua, tenaga kesehatan, dan pemerhati tumbuh kembang anak. Sanggar ASI berharap para orang tua pulang dengan bekal pengetahuan yang lebih mantap dan terhindar dari kecemasan yang tidak perlu, sehingga dapat mendukung tumbuh kembang anak dengan lebih optimal dan tepat sasaran.


